H. Jazuli Juwaini, Lc. MA

.

Kamis, 30 Juli 2009

Minta Tambahan Anggaran Melulu : KPU Seperti Anak Kecil

Rakyat Merdeka
Ahad, 1 Maret 2009
Rubrik Bongkar


Sedikit-sedikit minta duit. Sedikit-sedikit minta tambahan anggaran. Karena sikap ini, KPU dianggap seperti anak kecil.
ANGGOTA Komisi II DPR, Jazuli Juwaeni menilai Komisi Pemilihan Umum (KPU) seperti anak kecil. Bukan apa-apa, sedikit-sedikit, Komisi yang di-pimpin Abdul Hafidz Anshary ini meminta tambahan anggaran ke pemerintah. Padahal seharusnya, dari awal KPU sudah melakukan perhitungan biaya pemilu.

"Apakah anggarannya yang memang kurang, atau mereka mengelola anggarannya tidak beres. Dana Rp 23 miliar itu sa-ngat besar," ujarnya kepada Rak¬yat Merdeka, kemarin.
Politisi Panai Keadilan Sejah-tera (PKS) mcngatakan, seharus¬nya dari awal KPU fokus terhadap persiapan pemilihan presiden dan legislatif. Namun faktanya pada draf anggaran 2009, KPU justru lebih mementingkan pem-bangunan rumah dinas. "Sekarang ini KPU lebih mementingkan sosialisasi keluar negeri," tukasnya.



Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA), Ray Rangkuti menilai, permintaan KPU menggunakan anggaran Departemen yang belum terpakai untuk sosialisasi, sangat aneh.
"Memangnya negara ini negara arisan, bisa dengan mudahnya dapat menggunakan anggaran Departemen untuk menutup se-tiap kekurangan anggaran KPU." ujarnya kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Menurut mantan ketua KIPP ini, secara taktis rencana KPU menggunakan anggaran Depar-temen tidak dapat dilakukan. Pasalnya, setiap Depanemen mempunyai tanggung jawab terhadap pengelolaan anggarannya sen-diri, dan sudah disesuaikan dengan kebutuhannya. "Kelakuan KPU sekarang semakin aneh. Ini hanya memperlihatkan ambisi mercka untuk memenuhi kebutuhan sendiri," tukas mantan aktivis 98 ini.
Ray mengatakan, sering terjadinya kekurangan anggaran di KPU dikarenakan politik ang¬garan dan negosiasinya sangat buruk. Selama ini, KPU selalu membuat anggaran dalam satu pakcm dan seragam di semua daerah. mulai dari distribusi sain-pai sosialisasi. Padahal, beberapa KPU daerah ada yang menilai

anggaran untuk distribusinya di daerahnya terlalu besar.
"Sebaiknya mulai sekarang KPU memperbaiki pos anggaran¬nya yang salah untuk membantu biaya sosialisasi. Dan sebaiknya KPU langsung meminta dana tambahan ke Depanemen keua-ngan (Depkeu), karena Depkeu yang mempunyai wewenang untuk menambah anggaran De-partemen," imbuhnya.
Langgar Disiplin Anggaran
Sementara itu. Ketua Masya-rakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman me¬nilai, permintaan KPU sangat ngawur. Dia bilang, permintaan KPU untuk menambah anggaran¬nya dari sisa Departemen, se-sungguhnya tclah melanggar disiplin anggaran dan mem-perlihatkan ketidakbecusan penyusunan anggaran.

"Seharusnya, KPU dapat memanfaatkan anggaran darurat, dan bukan meminta dari ang¬garan Departemen lain," katanya.
Boyamin menilai, sekarang ini kerja KPU hanya bisa mengeluh dan menyalahkan orang lain. Padahal, dana yang disetujui DPR untuk persiapan pemilu sudah sangafbesar.
"DPR sudah menyetujui anggaran pemilu yang diusulkan oleh KPU sebesar Rp 13 triliun dari Rp 14 triliun yang diusulkannya. Ini kan luar biasa, Departemen saja biasanya yang disetujuinya hanya 50 persen saja dari yang diusulkan," katanya.

Pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI) Andrinof Chaniago meminta KPU meng-optimalkan anggaran sosialisasi yang sudah ada. Pasalnya, sosialisasi yang dilakukan KPU tentang pemilu di media massa minim sekali. Kata Andrinof, anggaran sosialisasi pemilu yang dimiliki KPU cukup untuk membiayai kegiatan sosialisasi jika penggunaannya optimal.

"Anggaran sosialisasi itu sudah ada di KPU. maksimalkan saja anggaran yang ada. Minimnya sosialisasi pemilu dari KPU dapat dimanfaatkan oleh peserta pemilu dalam membuat iklan liar. Bentuknya iklan layanan masya-rakat tentang pemilu, namun isinya menyerang parpoi lain," tandasnva. • DIT/ZK



Selengkapnya...

Selamat Datang Undang-Undang Pelayanan Publik

Senin, 2009 Juli 13

DPR RI segara mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pelayanan Publik menjadi undang-undang (UU) pada rapat paripurna mendatang, setelah RUU tersebut mendapat pengesahan dalam Rapat Kerja Komisi II DPR RI bersama Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara pada Rabu (17/6).

Hal ini patut kita syukuri karena pertama, pembahasan RUU ini telah berlangsung lama, sejak tahun 2005, ketika pertama kali RUU masuk ke DPR RI sebagai prioritas legislasi nasional. Kedua, subtansi RUU ini sangat penting karena berhubungan langsung dengan hajat hidup rakyat terkait pelayanan publik dalam rangka pemenuhan hak-hak dasar. Hadirnya negara dengan segala instrumennya pada prinsipnya adalah untuk melayani warganya. Oleh karena itu, hadirnya UU ini merupakan tonggak bagi perbaikan pelayanan publik di negeri ini, yang harus kita akui masih jauh dari harapan.



Raison d’ etre
Pada hakekatnya, pelayanan publik adalah berbagai aktivitas pemenuhan kebutuhan dasar setiap warga negara berkaitan dengan barang dan jasa publik yang harus disediakan negara. Sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, salah satu tujuan pembentukan Pemerintah Negara Indonesia adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum serta mencerdaskan kehidupan bangsa yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

Meskipun selama 64 tahun bangsa ini telah mengupayakan terwujudnya cita-cita bangsa tersebut, namun bagi sebagian besar kalangan masyarakat cita-cita mulia ini masih jauh dari kenyataan. Rendahnya pelayanan publik di negeri ini telah menghadirkan krisis kepercayaan di tengah masyarakat, sampai-sampai mereka merasakan tidak ada negara dalam kehidupan mereka, kalaupun ada: negara sedang tidur.

Oleh karenanya alasan utama lahirnya UU Pelayanan Publik harus mampu menjawab realitas pelayanan publik yang jauh dari harapan di negeri ini. Realitas pelayanan publik kita antara lain tergambar dari proses yang lama dan berbelit, berbiaya mahal, pelayanan seadanya, sikap pelayan publik yang tidak professional, serta proses penyelesaian sengketa pelayanan yang lama dan cenderung merugikan penerima layanan.

Berbagai kasus yang mendapat perhatian publik berkat sorotan media secara luas sesungguhnya merupakan fenomena puncak gunung es yang menyembul ke permukaan. Seperti kasus Prita Mulyasari melawan Rumah Sakit Omni di Serpong Tangerang, lalu muncul kasus dugaan malpraktek medis di rumah sakit yang sama, serta berbagai kasus malpraktek birokrasi yang sering kita dengar dan rasakan sendiri, hal ini merepresentasikan tumpukan persoalan dengan kompleksitas yang tinggi dari minimnya peran birokrasi pemerintah, baik sebagai penyelenggara pelayanan publik secara langsung maupun sebagai regulator.

Realitas pelayanan publik tersebut kita jadikan refleksi serta contoh kasus dalam menyusun pasal demi pasal dalam RUU ini, selain tentu saja kita juga melihat best practice pelayanan publik di sejumlah tempat dan daerah berikut standar-standar pelayanan publik yang berlaku secara nasional maupun internasional. Hasil dari pembahasan tersebut insya Allah sudah tercermin di dalam naskah RUU yang sebentar lagi akan disahkan menjadi undang-undang ini.

Subtansi Penting
Terkait subtansi RUU secara garis besar dapat dikemukakan sebagai berikut. Pertama, RUU memberikan defenisi dan ruang lingkup yang jelas terkait pelayanan publik. Pelayanan publik dalam RUU dijelaskan meliputi pelayanan barang publik dan jasa publik serta pelayanan administratif. Hal ini meliputi pendidikan, pengajaran, pekerjaan dan usaha, tempat tinggal, komunikasi dan informasi, lingkungan hidup, kesehatan, jaminan social, energi, perbankan, perhubungan, sumber daya alam, pariwisata, dan sektor strategis lainnya.

Lalu siapa penyenggara pelayanan publik yang dicakup dalam RUU ini? Yang menarik, di dalamnya bukan saja mencakup penyedia jasa publik oleh instansi pemerintah, tapi juga oleh badan usaha maupun korporasi yang melaksanakan misi pelayanan publik. Defenisi dan cakupan ini menarik karena menjangkau pelaku pelayanan publik swasta sepanjang yang bersangkutan melaksanakan misi pelayanan publik.

Kedua, RUU memberikan pengaturan yang jelas terkait manajemen organisasi penyelenggara pelayanan publik. Di dalamnya memuat siapa yang bertanggung jawab dan mengkoordinir pelakasanaan pelayanan publik, berikut manajemen pengelolaannya sehingga pelayanan publik memenuhi unsur akuntabilitas publik.

Ketiga, RUU menegaskan hak, kewajiban, dan larangan bagi penyelenggara serta hak dan kewajiban bagi masyarakat. Pelanggaran atas hak, kewajiban, dan larangan tersebut mengandung konsekuensi sanksi yang dirumuskan dalam RUU ini yang dinilai secara cermat akan memberikan efek jera.

Keempat, RUU mengatur jelas dan tegas aspek penyelenggaraan pelayanan publik menyangkut standar pelayanan yang harus dipatuhi dan bagaimana standar pelayanan tersebut dilaksanakan secara konsekuen oleh penyelenggara pelayanan publik. Serta menyangkut pengelolaan pelayanan publik secara umum terkait manajemen informasi, manajemen sarana dan fasilitas, manajemen pelayanan, manajemen biaya dan tarif, manajemen pengaduan, hingga manajemen penilaian dan evaluasi pelayanan publik.

Kelima, RUU menegaskan partisipasi masyarakat dalam pelayanan publik. Partisipasi masyarakat tersebut dimulai sejak penyusunan standar pelayanan sampai dengan evaluasi dan pemberian penghargaan. Masyarakat juga dapat membentuk lembaga pengawasan pelayanan publik. Dalam konteks ini, masyarakat memiliki ruang deliberasi dalam menentukan pelayanan yang mereka inginkan.

Keenam, RUU menjamin hak-hak masyarakat dalam melakukan pengaduan terkait pelayanan publik. RUU memberikan banyak alternatif saluran pengaduan pelayanan publik yaitu langsung kepada penyelenggara dan/atau kepada ombudsman dan/atau kepada dewan perwakilan rakyat sesuai tingkatannya, maupun ke pengadilan jika berupa pelanggaran hukum. Mekanisme pengaduan ke masing-masing lembaga tersebut diatur secara jelas, berikut kewajiban masing-masing lembaga untuk memproses pengaduan dengan tahapan, proses, dan limit waktu yang jelas. Khusus menyangkut lembaga ombudsman, RUU ini memberikan penegasan kewajiban untuk membentuk ombudsman di setiap daerah. Hal ini untuk menjamin pengawasan pelayanan publik hingga ke daerah-daerah.

Dan ketujuh, RUU memberikan sanksi yang jelas dan tegas terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh penyelenggara. Jenis-jenis sanksi berupa teguran tertulis, penurunan gaji, penurunan pangkat, pembebasan dari jabatan, hingga pemberhentian dari jababatan baik dengan hormat maupun tidak hormat sesuai tingkat pelanggaran yang dilakukan. Bagi instansi penyelenggara pelayanan publik bisa dikenakan sanksi pembekuan misi dan/atau izin hingga pencabutan izin yang diterbitkan oleh instansi pemerintah. Sebaliknya, bagi penerima layanan terdapat ketentuan mendapatkan ganti rugi jika terdapat kerugian sebagaimana diatur dalam RUU ini.

Komitmen Pemimpin dan Aparatur Negara
RUU tentang Pelayanan Publik hanyalah konsep di atas kertas jika pemimpin negara dan aparaturnya tidak memiliki kemauan kuat untuk mengubah kultur birokrasi yang ada. Paradigma birokrasi yang dikembangkan haruslah merupakan paradigma pelayanan. Aparatur negara harus secara tegas menyatakan dirinya sebagai pelayanan masyarakat (civil servant) dan menanggalkan segala kultur aparat atau pejabat yang selalu dan melulu minta dihormati dan dilayani. Kehormatan bagi aparatur adalah ketika mereka mampu memberikan pelayanan yang prima kepada masyarakat.

RUU Pelayanan Publik telah memberikan aturan yang jelas dan tegas yang diharapkan dapat menjadi panduan (guidance) sekaligus payung hukum bagi siapapun penyelenggara pelayanan publik dalam melaksanakan tugas-tugas pelayanan. Pada saat yang sama RUU juga menjamin hak-hak masyarakat untuk mendapatkan pelayanan publik secara baik dan berkualitas. Wallahua’lam.

Selengkapnya...

Menjadikan Pemilu Bermakna


Oleh:
H. Jazuli Juwaini, MA
Anggota DPR RI 2004-2009/Caleg DPR RI Dapil Banten III


Pemilu 2009 kali ini sesungguhnya memiliki makna penting bagi bangsa Indonesia khususnya setelah bangsa ini melewati fase reformasi di tahun 1997. Dua kali pemilu setelah reformasi, yakni Pemilu 1999 dan Pemilu 2004, dicatat dengan tinta emas oleh dunia internasional sebagai pemilu yang demokratis, meski ada kekurangan di sana-sini. Indonesia menjadi satu negara yang sukses melewati transisi demokrasi tanpa berdarah-darah sebagaimana umumnya dialami negara-negara dunia ketiga lainnya. Hal ini, di satu sisi, menunjukkan kedewasaan politik rakyat Indonesia untuk tidak memilih jalan kekerasan (chaos), namun di sisi lain hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi pelembagaan politik kita.

Kesuksesan pemilu 1999 dan pemilu 2004 semestinya menjadi titik tolak bagi kita untuk menatap dan melaksanakan pemilu 2009. Masa transisi yang cukup gemilang kita lewati semestinya berlanjut pada fase konsolidasi demokrasi yang lebih solid dan mapan. Artinya, jika di pemilu 1999 dan pemilu 2004 kita masih berkutat pada soal-soal prosedural demokrasi yakni soal teknis pemilu yang luber jurdil, sudah semestinya di pemilu yang akan datang kita harus beranjak pada soal-soal demokrasi subtansial, yaitu bagamaina pemilu dapat menghasilkan kesejahteraan rakyat.

Pemilu untuk kesejahteraan bermakna: bukan hanya pemilu harus berkorelasi dengan peningkatan kesejahteraan, akan tetapi pemilu memang harus ditujukan untuk peningkatan kesejahteraan. Harga ekonomi (economic cost) yang digelontorkan untuk penyelenggaraan pemilu harus dimaknai sebagai investasi untuk menghasilkan (return of investment) kepemimpinan dan pemerintahan yang efektif sehingga mampu mensejahterakan rakyat.

Dalam kerangka tujuan di atas maka seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) pemilu harus berperan aktif dengan memahami dan memaknai pemilu 2009 lebih dari sekadar pesta demokrasi lima tahunan.
Pertama, penyelenggara pemilu (KPU dan Bawaslu). Penyelenggara harus mencanangkan target pemilu bukan sekadar memenuhi ukuran-ukuran prosedural demokrasi, seperti pemilu tepat jadwal, logostik terdistribusi, pemilih terdaftar, pemilih tahu mekanisme memilih atau tahu gambar atau nama celeg, serta soal-soal teknis lainnya.
Persoalan-persoalan teknis tersebut perlu/penting tapi tidak cukup (necessary but not sufficient). Lebih dari itu, penyelenggara memiliki tugas penting untuk memastikan setiap pemilih memahami pilihannya dan secara sadar menggunakan hak pilihnya. Oleh karenanya, mengacu pada UU 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD, KPU diwajibkan untuk mengumumkan nama-nama caleg dalam Daftar Calon Tetap (DCT). Sayangnya, DCT yang dipublikasikan KPU dan dapat diakses publik tidak memuat profil lengkap para calon sehingga tergambar rekam jejak atau track record-nya.

Kedua, partai politik dan caleg. Parpol dan caleg merupakan aktor penting, disamping pemilih, dalam setiap perhelatan pemilu. Sebagai peserta pemilu, parpol dan caleg memainkan peran meraih simpati pemilih agar memperoleh suara dan akhirnya menjadi caleg terpilih (aleg). Peran terpenting yang harus dilakukan parpol dan caleg adalah mengenalkan diri dengan faktor-faktor yang rasional objektif seperti rekam jejak, kontribusi, program riil, dan menjalin ikatan dengan pemilih berdasarkan faktor-faktor objektif dimaksud, bukan dengan paksaan atau imbalan materi (money politics).

Ketiga, pemilih. Pemilihlah aktor sesungguhnya dari pemilu mengingat pemilu berdasarkan konstitusi kita adalah manifestasi dari kadaulatan rakyat. Melalui pemilu rakyat dapat menentukan jalannya pemerintahan melalui figur-figur yang dipilih di balik bilik suara. Jika pemilih memilih calon yang berkualitas dengan komitmen dan kontribusi yang jelas, maka pemerintahan akan berjalan sesuai mandat rakyat tersebut. Sebaliknya, jika rakyat memilih orang yang salah, tidak memiliki rekam jejak atau bahkan memiliki rekam jejak negatif, yang hanya pandai merayu dengan janji-janji kosong, maka pemerintahan tidak akan berjalan amanah dan profesional.

Pemilih harus didorong untuk mengenal calon – sebelum akhirnya memilih – berdasarkan pertimbangan kualitas, kredibilitas, rekam jejak, dan program riil pada masyarakat. Antara pemilih dengan yang dipilih memiliki ikatan kontraktual yang secara kritis harus terus dijaga: pemilih selalu memantau pemenuhan program dan janji caleg serta mengingatkan jika terlewat atau terlupakan. Sementara yang dipilih (parpol atau caleg) harus selalu menjaga amanah rakyat yang telah dibebankan kepadanya lewat pemilu.

Tiga aktor pemilu di atas bisa ditambahkan dengan peran lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang aktif memberikan edukasi pemilu agar lebih bermakna. Penulis mendukung sepenuhnya inisiatif sejumlah LSM yang melakukan kampanye publik untuk memilih wakil yang tepat dan tolak politisi bermasalah atau politisi busuk. LSM semestinya juga dapat memahamkan masyarakat soal kriteria wakil rakyat yang tepat untuk dipilih.

Akhirnya, jika semua pihak berpartisipasi konstruktif untuk melembagakan demokrasi yang semakin bermakna dan tidak dengan sengaja menodai nilai-nilai pemilu yang luber jurdil, maka transisi demokrasi kita hari ini akan semakin cepat menghasilkan konsolidasi demokrasi bagi kesejahteraan rakyat.

Selengkapnya...

Mempercepat Agenda Reformasi Birokrasi

Oleh:
H. Jazuli Juwaini, MA
Anggota Komisi Pemerintahan dan Aparatur DPR RI

Mesin utama pemerintah dalam menjalankan roda pemerintahan adalah birokrasi. Wujud utama pemerintahan yang langsung bersentuhan dengan masyarakat atau warga negara adalah birokrasi. Demikian sentralnya posisi birokrasi sehingga membicarakan efektifitas pelaksanaan pemerintahan guna mewujudkan kesejahteraan rakyat tidak bisa dilepaskan dari efektifitas kinerja birokrasi.

Lembaga-lembaga internasional dan para pakar pemerintahan merumuskan konsepsi tentang (birokrasi) pemerintahan dalam dua kategori: good governance dan bad governance. Ambil contoh UNDP menetapkan sembilan prinsip good governance, yaitu: partisipasi, ketaatan hukum (rule of law), transparansi, responsif, berorientasi konsensus, kesetaraan (equity), efektif dan efisien, akuntabilitas, dan visi strategis. Bank Dunia menyederhanakan prinsip good governance menjadi empat, yaitu: akuntabilitas, partisipasi, rule of law, dan transparansi. Birokrasi pemerintahan yang tidak mencerminkan prinsip-prinsip tersebut dengan sendirinya masuk dalam kategori bad governance.


Dimana letak Indonesia dalam parameter good governance? Nyatanya, Indonesia belum masuk dalam kategori good governance. Good governance baru sebatas menjadi agenda pemerintah. Birokrasi di Indonesia sering dianggap masih membawa nilai-nilai patrimonial, rekrutmen pegawai belum berdasarkan merit system, tidak memberikan hukuman dan ganjaran berdasarkan prestasi, dan tidak efisien. Sudah bukan rahasia lagi jika Indonesia dikenal sebagai suatu negara dengan biaya ekonomi tinggi.
Penyebabnya ialah pelayanan buruk yang diberikan kepada masyarakat umum. Pelayanan buruk tersebut dikarenakan adanya peraturan yang berlebihan, minimnya transparansi, serta tingkah laku para birokrat yang tidak mendukung untuk menciptakan hukum dan peraturan yang dapat dipatuhi oleh sebagian besar anggota masyarakat (World Bank, 1992). Karena itu maka tak terlalu mengejutkan jika Indonesia dikategorikan sebagai suatu pemerintahan yang buruk (bad governance).

Capaian kinerja birokrasi tersebut harus mendorong semua pihak, khususnya pemerintah baik pusat maupun daerah untuk memprioritaskan agenda reformasi birokrasi. Apa saja langkah-langkah percepatan yang bisa dilakukan untuk mewujudkannya?

Langkah Percepatan Reformasi Birokrasi

Pertama, budaya melayani, bukan dilayani. Warisan sejarah yang feodalistik baik semasa penjajahan Belanda muapun warisan rezim orde baru memang membentuk karakter birokrasi yang berorientasi ke atas atau melayani atasan. Budaya ini harus dikikis dengan budaya baru birokrasi pelayanan. Di negara-negara maju para pegawai pemerintahan disebut sebagai civil servant atau pelayanan masyarakat. Sementara di kita, masih kuat persepsi pegawai sebagai abdi negara yang cenderung menyimpang dalam praktek sebagai abdi penguasa. Istilah pejabat publik semestinya juga harus direvisi dengan pelayanan masyarakat sebagaimana dalam Islam, khalifah sering disebut sebagai qodimatul ummah.

Kedua, proses rekrutmen, pendidikan, promosi, evaluasi, dan remunerasi yang professional berdasarkan meritokrasi (merit system) atau keahlian. Birokrasi bukan perusahaan keluarga yang sistem kerja, pengelolaan keuangan, rekrutmen pegawai, dan promosi jabatan bisa berdasarkan kedekatan dan afiliasi keluarga atau keturunan. Birokrasi adalah institusi pemerintah yang harus dijaga dan terjaga netralitasnya dari kepentingan parsial maupun kepentingan politik manapun. Kepentingan birokrasi hanyalah pelayanan optimal terhadap warga negara. Sehingga pelanggaran fatal jika proses birokrasi diintervensi oleh kepentingan politik pegawai atau pejabat publik, baik dalam proses rekrutmen, pendidikan, promosi, evaluasi, maupun remunerasi .

Ketiga, pengembangan sistem akuntabilitas. Indikator good governance yang terpenting menurut saya adalah pada poin akuntabiltas karena akuntabilitas dengan kandungan maknanya mencakup poin lainnya khususnya transparansi. Akuntabilitas birokrasi meliputi kinerja pelayanan, keuangan, dan administrasi. Malpraktek birokrasi sering terjadi karena sistem akuntabilitas yang tidak berjalan. Rumusnya sederhana: kewenangan tanpa akuntabilitas akan menghasilkan korupsi.

Keempat, mengingat akuntabilitas seringkali diabaikan maka diperlukan satu sistem pengawasan. Melalui pengawasan akuntabilitas efektif bisa ditegakkan. Dalam konteks ini pengawasan bisa dilakukan oleh beberapa pilar: pengawasan internal (inspektorat), pengawasan eksternal (penegak hukum, lembaga auditor, ombudsmen), dan pengawasan media massa dan opini publik. Birokrasi yang sehat harus memberikan keleluasaan kepada tiga pilar tersebut untuk turut serta secara aktif dalam menegakkan akuntabilitas birokrasi.

Kelima, keempat hal di atas harus ditopang oleh suatu sistem regulasi (perundang-undangan) komprehensif dan sinergis dari pusat hingga daerah yang mementingkan dimensi pelayanan publik. Sejumlah daerah kabupaten/kota telah melakukan terobosan dengan menyusun Peraturan Daerah (Perda) Pelayanan Publik, sebut saja di Yogja, Sragen, Malang. Perda tersebut berisi standar pelayanan publik dan kontrak pelayanan antara pemda setempat dengan masyarakat. Terobosan semacam ini harus kita apresiasi dan harus dijadikan contoh bagi daerah-daerah lain.

Di tingkat pusat, Komisi II DPR RI saat ini tengah menyelesaikan RUU Pelayanan Publik yang dalam waktu dekat akan disahkan menjadi UU. RUU tersebut diharapkan dapat menjadi payung bagi pelaksanaan pelayanan publik, khususnya oleh birokrasi pemerintahan. Dengan sistem regulasi yang komprehensif dan sinergis diharapkan reformasi birokrasi memiliki pijakan yang kuat.

Terakhir, mengingat warisan kultur feodal yang masih kuat, pelayanan publik yang masih lamban, praktek suap dan korupsi yang masih menggurita dalam birokrasi kita maka langkah-langkah shock therapy perlu digalakkan. Langkah ini, antara lain, tengah dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan menyingkap kasus-kasus korupsi birokrasi dan menjebloskan ke penjara para pejabat publik yang korup. Sayangnya KPK masih belum banyak menjangkau birokrasi eksekutif terlebih di daerah. Karenanya saya mendukung perluasan KPK untuk dibentuk di setiap provinsi dan segera dituntaskannya UU tentang Tipikor agar sinergis dengan upaya percepatan reformasi birokrasi yang sedang berjalan. )i(

Selengkapnya...

Pendidikan Untuk Semua

Oleh:
H. Jazuli Juwaini, MA
Anggota DPR RI dari Fraksi PKS


Realitas pendidikan Indonesia hari ini belum menunjukkan prestasi yang menggembirakan. Hal ini bisa dilihat dari segi pemerataan akses pendidikan dan dari kualitas mutu pendidikan yang berdampak pada daya saing sdm hasil pendidikan.

Dari segi pemerataan, kenyataannya, mayoritas rakyat belum bisa terlayani atau terjangkau pemerataan pendidikan secara baik khususnya di kalangan ekonomi menengah dan miskin. Bahkan, kalau dicermati, pendidikan di Indonesia masih berpihak pada orang-orang yang secara ekonomi tergolong mampu untuk menikmati fasilitas pendidikan berkualitas tinggi.



Pihak-pihak yang mendapatkan kesempatan menikmati sekolah unggulan atau favorit mulai tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi (PT), mereka adalah anak-anak dari golongan keluarga kaya. Sedangkan anak-anak dari keluarga miskin sulit menjangkau pendidikan bermutu.

Dari segi mutu pendidikan dan kualitas sdm hasil pendidikan, posisi Indonesia masih jauh dari ideal. Hal ini bisa dilihat dari peringkat Indek Pembangunan Manusia (IPM) yang dirilis oleh United Nations Development Program (UNDP). Menurut laporan tersebut memang ada kemajuan dalam pembangunan manusia (human development) di Indonesia dari tahun ke tahun. IPM tahun 1975 sebesar 0,471, tahun 1985 (0,585), tahun 1995 (0,670), dan tahun 2005 (0,728). Namun, kenaikan itu masih kalah dibandingkan dengan negara lain, setidaknya dengan sesama Negara ASEAN.

Peringkat IPM Indonesia tahun 2007 berada di urutan 107 dari 177 negara. Selain semakin jauh tertinggal oleh Singapura (peringkat 25), Brunei Darussalam (30), Malaysia (63), Thailand (78), dan Filipina (90), peringkat Indonesia juga sudah terkejar oleh Vietnam (105) yang pada tahun 2006 berada di peringkat 109.

Capaian yang tergambar melalui IPM tersebut berkorelasi dengan dimensi kesejahteraan. Indikator pokok IPM menggambarkan tiga indikator yang merupakan indikator kualitas hidup manusia. Ketiganya adalah (1) Indikator angka harapan hidup menunjukkan dimensi umur panjang dan sehat; (2) Indikator angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah memperlihatkan keluaran dari dimensi pengetahuan; dan (3) indikator kemampuan daya beli mempresentasikan dimensi hidup layak. Dengan demikian, rendahnya peringkat IPM Indonesia menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan manusia Indonesia masih berada di tingkat bawah.

Berkaitan dengan itu, hingga saat ini, jumlah orang miskin di Indonesia masih sangat besar. Berdasarkan data Biro Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2007, jumlah penduduk miskin adalah 37,17 juta orang atau 16,58% dari total penduduk Indonesia. Satu tahun sebelumnya, jumlah penduduk miskin Indonesia sebanyak 39,30 juta atau sebesar 17,75% dari total jumlah penduduk Indonesia tahun tersebut (TKPK, 2007). Ini berarti jumlah orang miskin turun sebesar 2,13 juta jiwa. Meskipun terjadi penurunan, secara absolut angka ini tetap saja besar dan melampaui keseluruhan jumlah penduduk Selandia Baru (4 juta), Australia (12 juta), dan Malaysia (25 juta).

Angka kemiskinan tersebut menggunakan poverty line dari BPS sekitar Rp.5.500 per kapita per hari. Jika menggunakan poverty line dari Bank Dunia sebesar US$2 per kapita per hari, diperkirakan jumlah orang miskin di Indonesia berkisar antara 50-60% dari total penduduk.

Berdasarkan data-data di atas nampak jelas, program peningkatan mutu pendidikan dan pemerataan akses pendidikan harus menjadi prioritas utama khususnya keberpihakan kebijakan pemerintah pada kelompok miskin. Karenanya pendidikan murah atau bahkan pendidikan gratis harus menjadi konsen kebijkaan publik.

Pendidikan Untuk Semua
Kesadaran akan pentingnya pendidikan sesungguhnya telah menjadi komitmen bersama. Konstitusi telah mengamanatkan pendidikan merupakan hak warga Negara dan menjadi tanggung jawab pemerintah. Konstitusi hasil amandemen telah pula mewajibkan pemerintah untuk mengalokasi minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk pendidikan. Meskipun demikian, pemerintah tak kunjung mampu memenuhi amanat tersebut karena cekaknya dana APBN sampai akhirnya, di tahun 2009, 20% anggaran pendidikan terpenuhi dengan memasukkan komponen gaji guru dan dosen.

Strategi pemenuhan anggaran pendidikan minimal 20% dari APBN terus dilakukan oleh pemerintah mengingat Mahkamah Konstitusi melalui Putusan No. 026/PUU-III/2005 tertanggal 22 Maret 2006 menyatakan bahwa selama anggaran pendidikan belum mencapai 20% sebagaimana ditentukan dalam UUD 1945, maka APBN akan selalu bertentangan dengan UUD 1945.

Amanat konstitusi yang diperkuat dengan Putusan MK tersebut sesungguhnya memberikan pesan yang kuat bagi setiap pengambil kebijakan tentang pentingnya pendidikan yang secara implementatif semestinya dapat diwujudkan melalui kemudahan setiap warga negara untuk mengenyam pendidikan dengan dana yang ditanggung negara.

Sejalan dengan hal tersebut, program pendidikan gratis telah menjadi tema penting sejalan dengan konsep pendidikan untuk semua (education for all). UUD 1945 dan UU tentang Sistem Pendidikan Nasional telah mengamanatkan wajib belajar 9 tahun dan bersamaan dengan itu mewajibkan penggratisan biayanya. Sejumlah daerah telah menggratiskan biaya pendidikan SD dan SMP sebagaimana amanat UUD dan UU tersebut, sebut saja seperti: Kabupaten Musi Banyu Asin, Kabupaten Jembrana, dan Kota Yogjakarta. Namun sebagian yang lain belum bisa memenuhi dengan dalih keterbatasan anggaran. Kita yakin pendidikan gratis 9 tahun bukan sesuatu yang mustahil untuk dilakukan jika pemerintah pusat dan setiap pemda memiliki komitmen terhadap dunia pendidikan.

Langkah-langkah strategis bisa dilakukan antara lain dengan upaya peningkatan pendapatan asli daerah, pengetatan anggaran, dan pemangkasan anggaran departemen/dinas sehingga benar-benar efektif menunjang program pendidikan gratis.

Bersamaan dengan komitmen pemerintah tersebut, peran partisipatif warga masyarakat melalui kemadirian lokal dan komunitas harus terus didukung. Lahirnya inisiatif sekolah rakyat, sekolah komunitas, dan lain sebagainya sangat membantu mewujudkan tujuan pendidikan untuk semua, sekaligus membantu mengatasi ketaksanggupan pendanaan pemerintah.

Selengkapnya...

Indikator Sukses Pembangunan Kota (Baru) Tangsel

Oleh:
H. Jazuli Juwaini, MA
Anggota DPR RI/Tim Perumus UU Pembentukan Kota Tangsel


Sebagai daerah otonom baru hasil pemekaran, Kota Tangerang Selatan (Tangsel) memiliki potensi ideal ditinjau dari berbagai aspek, baik secara ekonomi, sosial politik, kemandirian, manajemen, tata pemerintahan, maupun dari segi kesiapan sdm aparatur dan masyarakat. Dengan potensi ideal tersebut semestinya pemerintahan kota dapat melaksanakan pembangunan secara cepat, tepat sasaran, dan lebih memfokuskan diri pada pelayanan publik dan mengatasi disparitas yang ada.

Dalam rangka ikut memberikan sumbangan pemikiran terhadap proses pembangunan Kota Tangsel, dimana penulis dalam kapasitas sebagai Anggota Komisi Pemerintahan DPR RI ikut mendorong dan membahas UU Pembentukan Kota Tangsel, berikut diulas sejumlah parameter/indikator pokok agar pembentukan daerah otonom, khususnya Kota Tangsel, dapat memenuhi tujuan utama peningkatan kesejahteraan masyarakat.



Pertama, indikator ekonomi. Status otonomi yang diberikan kepada Tangsel harus memberikan dampak langsung pada peningkatan perkapita dan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Hak otonomi yang dimiliki sangat memungkinkan daerah untuk berkreasi dalam pembangunan dengan memperhitungkan secara cermat potensi ekonomi. Pemerintah Kota Tangsel harus melakukan perencanaan pembangunan secara bertahap dengan parameter yang tepat. Prioritas pembangunan harus disusun secara cermat mulai dari pembangunan infrastruktur dasar dan seterusnya.

Kedua, indikator sosial politik. Harus dipahami betul bahwa aspirasi pembentukan Tangsel bukan hanya dimonopoli oleh sekelompok elit tertentu, akan tetapi muncul sebagai kesadaran sosial politik seluruh warga dalam rangka membangun dan mensejahterakan daerah. Sehingga siapapun pemimpin Tangsel harus bekerja keras untuk mewujudkan aspirasi kolektif warga masyarakat tersebut. Dengan pemahaman ini, status otonomi Tangsel harus mendorong semakin kuatnya kohesi sosial politik diantara masyarakat. Di sejumlah daerah otonom baru, status otonomi justru menyebabkan perpecahan bahkan berujung konflik horizontal. Hal ini terjadi karena aspirasi otonomi dimaknai sekadar kepentingan politik kekuasaan.

Ketiga, indikator kemandirian. Dalam UU pembentukan daerah otonom baru selalu dimandatkan masa transisi, dimana secara finansial dan administrasi, setiap daerah otonom, termasuk Kota Tangsel, mendapatkan subsidi dari daerah dan/atau provinsi induk. Dalam jangka tertentu, daerah otonom baru harus semakin mantap dan kuat dalam melepaskan diri dari ketergantungan terhadap daerah induk maupun pemerintah pusat. Kemandirian dimaksud bukan hanya secara finansial dan dukungan administrasi pemerintahan akan tetapi tercermin dalam tiga hal yaitu: (1) menyelesaikan masalah sendiri/orientasi masyarakat setempat; (2) dengan inisiatif dan prakarsa solutif masyarakat setempat; serta (3) dengan memanfaat potensi sumber daya setempat.

Keempat indikator organisasi dan manajemen. Status otonomi harus berdampak pada peningkatan dan pertumbuhan organisasi dan manajemen daerah yang berdampak langsung pada kualitas pembangunan. Dengan otonomi seharusnya manajemen daerah harus menjadi semakin efektif dan efisien dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat. Berbagai potensi sumber daya: sumber daya masyarakat, sumber daya aparatur, sumber daya finansial, sumber daya organisasi perangkat, serta prasarana dasar harus semakin tertata dan menghasilkan perbaikan dari waktu ke waktu. Di beberapa daerah pemekaran, keterbatasan SDM Aparatur, Finansial, Organisasi perangkat, dan sarana-prasarana dasar seringkali menjadi masalah besar dan tidak menunjukkan adanya perbaikan dari waktu ke waktu. Patut disyukuri segala potensi sumber daya dimaksud insya Allah tidak ada kendala di Kota Tangsel.

Kelima, indikator jangkauan dan pelayanan. Salah satu alasan utama pembentukan daerah otonom adalah adanya realitas tidak efektif dan efisiennya pelayanan publik, terutama karena jauhnya jarak pemerintahan. Status otonomi harus menjadikan jangkauan pelayanan kepada masyarakat semakin efisien dan efektif karena masyarakat dapat langsung mendapatkan layanan oleh aparat setempat (di daerahnya). Artinya, masyarakat semakin mudah dan murah memenuhi kebutuhannya, khususnya dalam pemenuhan kebutuhan dasarnya. Pemkot Tangsel harus memantapkan tujuan dasar pemerintahan dalam era otonomi yaitu pelayanan. Pemerintah adalah pelayanan masyarakat (civil servant), bukan abdi negara (yang cenderung melayani penguasa) sebagaimana langgam yang selama ini terjadi.

Keenam, indikator kualitas pelayanan publik. Setelah jangkauan pelayanan semakin dekat, maka kualitas pelayanan harus meningkat sejalan dengan penguatan hak otonomi yang dimiliki daerah otonom baru. Ketersediaan pelayanan dasar seperti sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, peningkatan daya beli masyarakat, transportasi dan komunikasi, kependudukan dan lainnya harus secara kualitatif dan kuantitatif mengalami peningkatan. Status otonomi yang tidak berdampak pada peningkatan kualitas pelayanan publik kepada masyarakat harus menjadi tanda tanya besar bagi indikator keberhasilan pembentukan daerah otonom. Pemkot Tangsel dituntut untuk dapat mewujudkan pelayanan dasar seperti kesehatan dan pendidikan. Bahkan, bila menghitung potensi PAD yang dimiliki Kota Tangsel, semestinya kebutuhan dasar tersebut dapat digratiskan.

Ketujuh, indikator good local governance. Musuh utama kewenangan (otonomi) yang melimpah adalah kecenderungan korupsi oleh aparatur pemerintahannya. Oleh karena itu, status otonomi harus membawa efek pada perwujudan tata pemerintahan yang bersih dan baik, bukan sebaliknya justru menyebabkan semakin suburnya korupsi. Good local governance terbentuk jika akuntabilitas pemerintahan daerah semakin baik, transparansi semakin tinggi, prinsip rule of law semakin dapat ditegakkan, partisipasi masyarakat semakin meningkat, pemerintahan yang semakin efisien dan efektif, konflik kepentingan dalam birokrasi dapat dikurangi, dan pengisian jabatan-jabatan karir tidak dipenuhi dengan praktek KKN. Pemkot Tangsel harus mampu menjadi pioner pemerintahan yang bersih, minimal terukur dari kinerja pelaporan keuangan yang setiap tahun diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Dan terakhir, kedelapan, indikator responsiveness pemerintahan. Status otonomi harus mendorong pemerintahan daerah yang memiliki daya tanggap dalam merumuskan kebutuhan dan potensi daerah. Hal tersebut dapat dilihat dari rencana strategis, program dan implementasi program-program pembangunan. Jika tidak terdapat rencana strategis, program dan implementasi program yang inovatif, maka pembentukan daerah otonom tidak menumbuhkan daya tanggap daerah terhadap potensi dan kebutuhan daerah.

Kedelapan indikator sukses pembangunan daerah otonom baru di atas diharapkan dapat menjadi tolak ukur pembangunan Kota Tangsel yang sama-sama kita cintai. Berkah otonomi sudah sewajarnya tidak berhenti pada euforia pembentukannya semata, melainkan harus diisi dengan kerja-kerja nyata bagi peningkatan kualitas kesejahteraan masyarakat Tangsel.

(dimuat di Satelit News, 21/3, Kolom Interupsi)

Selengkapnya...

Suara Terbanyak dan Antisipasi Money Politics

Oleh:
H. Jazuli Juwaini, MA
Anggota Pansus Pemilu DPR RI dari Fraksi PKS

Pada 23 Desember 2008 yang lalu, Mahkamah Konstitusi (MK) menghapuskan sistem nomor urut dalam menentukan anggota legislatif terpilih seperti yang sebelumnya diatur dalam Pasal 214 huruf a, b, c, d, e UU No 10/2008 tentang Pemilu DPR,DPD,dan DPRD. Dengan dihapusnya sistem nomor urut tersebut, MK menegaskan keberlakuan sistem suara terbanyak dalam penentuan calon terpilih pada Pemilu Legislatif 2009 dan Pemilu-Pemilu setelahnya.

Putusan MK tersebut mengubah kontestasi persaingan antar caleg di internal partai politik. Di satu sisi hal ini dinilai mengancam soliditas partai dan pada saat yang sama meningkatkan potensi konflik di dalam parpol. Namun di sisi yang lain, hal ini mencerminkan keadilan bagi setiap calon.



Mengingat Putusan MK bersifat final dan tidak ada upaya hukum lain, maka sikap yang paling tepat adalah melaksanakan secara konsekuen, menegaskan nilai positifnya, sambil mengantisipasi potensi negatit yang akan muncul.

Persaingan Makin ketat, Potensi Politik Uang Makin Tinggi
Secara postif, sistem suara terbanyak hasil Putusan MK dapat menegakkan keadilan baik bagi rakyat pemilih maupun bagi calon anggota legislatif (caleg). Dalam perspektif rakyat pemilih, suara terbanyak menjamin afirmasi suara mayoritas rakyat sebagai yang terpilih. Hal ini menegakkan prinsip demokrasi sebagaimana ditegaskan dalam konstitusi bahwa kedaulatan ada di tangan rakyat.

Putusan MK memangkas kewenangan parpol untuk menentukan calon terpilih, dan pada saat yang sama mengembalikan kewenangan itu kepada rakyat. Parpol cukup memiliki kewenangan dalam menominasikan seseorang menjadi calon, dan di sinilah domain parpol, sementara penentuan calon terpilih adalah domain rakyat.

Bagi caleg, siapapun dia dan dalam posisi atau di nomor berapa pun, dia memiliki potensi yang sama untuk meraih kepercayaan rakyat sebagai anggota DPR/DPRD. Desain sistem ini positif karena kompetisi didasarkan pada prinsip keadilan. Selanjutnya tinggal diatur agar kompetisi berlangsung secara adil (fair). Hal ini penting agar semangat keadilan yang dijadikan basis argumentasi konstitusional sistem suara terbanyak tidak sia-sia. Apalagi paska putusan MK sudah muncul geliat persaingan yang mengkhwatiran di antara caleg. Hal yang harus dicermati serius adalah soal kecenderungan menguatnya politik uang (money politics).

Potensi money politics diprediksi kian besar karena politik pemilihan kita masih mendasarkan pada hal-hal yang bersifat pragmatis. Calon anggota legislatif belum sepenuhnya dilihat berdasarkan kualitas dan komitmennya dalam memperjuangkan kepentingan rakyat. Caleg-nya sendiri acapkali memanfaat segala hal untuk meraih elektabilitas, termasuk dalam hal ini penggunaan uang sebagai alat untuk merayu pemilih.
Rakyat cukup diberi uang dalam jumlah tertentu untuk memilih sebuah nama. Semakin besar uang yang digelontorkan, kian besar pula meraih suara terbanyak. Dalam hal ini, suara terbanyak adalah uang terbanyak. Seorang aktivis parpol tetapi tak punya uang, ia akan tersisih oleh “muka baru” tetapi pundi-pundi kekayaannya sangatlah banyak.
Suara terbanyak belum tentu identik dengan kualitas politisi yang terpilih duduk di DPR/DPRD. Dari sisi sirkulasi elite, sistem suara terbanyak memang sangat baik, namun dari sisi kualitas belum tentu ini menjamin kualitas parlemen kita mendatang. Dalam rangka penguatan demokrasi, tentu saja kita berharap agar sistem suara terbanyak dapat mendorong rakyat untuk memilih pemimpin yang berkualitas.
Barangkali sisi-sisi negatif ini yang patut dicermati KPU maupun Bawaslu/Panwaslu sebagai penyelenggara Pemilu. Pengawasan harus diperketat, daya cium terhadap pelanggaran ditingkatkan, dan pada akhirnya sanksi patut ditegakkan. Setidaknya orang akan berpikir panjang untuk meraih suara sebanyak-banyaknya dengan cara tak patut.

Penyelenggara dan pengawas pemilu harus mengantisipasi dan dapat mencegah kemungkinan praktik jual-beli suara oleh para calon anggota legislatif yang merasa tidak populer. Sekadar antisipasi, belajar dari pengalaman pemilu sebelumnya, tempat yang dinilai rawan terjadinya jual-beli suara adalah di tingkat Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), dimana caleg yang curang dimungkinkan dapat mengotak-atik hasil pemilihan dengan ‘membeli’ petugas pemilu di lapangan. Dalam hal ini peran pengawas, saksi parpol, pemantau pemilu, dan masyarakat perlu diberdayakan untuk selalu mendorong transparansi dalam proses pemilihan dan penghitungan suara.

Keputusan di Tangan Rakyat
Eesensi Putusan MK adalah menegakkan prinsip bahwa keputusan penting di negeri ini ada di tangan rakyat. Suara terbanyak yang dipilih rakyat secara otomatis akan menjadi wakil rakyat. Oleh karena itu upaya untuk meyakinkan rakyat agar memilih yang terbaik menjadi sangat penting. Kita berharap agar rakyat memberikan pilihan sesuai hati nurani dan mementingkan rekam jejak (track record) kualitas calon. Jangan memilih semata-mata karena popularitas, apalagi karena uang. Karena pilihan pada bulan April mendatang akan menentukan masa depan rakyat, minimal dalam lima tahun ke depan.

Dalam konteks tersebut, penerapan sistem suara terbanyak menuntut pendidikan politik publik yang lebih agresif dan penyediaan informasi yang lebih baik. Hal ini harus menjadi perhatian serius dari KPU selaku penyelenggara pemilu. KPU selama ini dikirik belum melakukan sosialisasi secara optimal. Paska Putusan MK, KPU harus segera menerbitkan aturan teknis pelaksanaan dan mendorong publik untuk memilih calon berdasarkan kualitas.

Pendidikan politik dan penyediaan informasi ini penting untuk menghindari terpilihnya caleg-caleg dengan kualitas seadanya. Dengan publik yang lebih terdidik dan memiliki informasi yang lebih banyak mengenai alternatif-alternatif yang tersedia dalam pemilu, pemilih akan membuat keputusan yang lebih baik dan bijak dalam menentukan pilihannya dalam pemilu mendatang.

Bagi para caleg, komitemen untuk tidak melakukan money politics harus menjadi kesadaran utama. Rasanya masih banyak cara lain dan legal untuk meraup suara rakyat itu. Jika seseorang punya rekam jejak bagus di mata rakyat, sekaligus punyak komitmen untuk memperbaiki nasib rakyat, agaknya punya peluang untuk meraup suara rakyat sebanyak-banyaknya. Sekarang tinggal mengkomunikasikan rekam jejak itu dan menegaskan komitmen kepada rakyat.

Tidak Bisa Berdiri Sendiri
Diterapkannya sistem suara terbanyak tidak serta-merta membawa perubahan positif bagi demokrasi Indonesia. Potensi-potensi positif yang ada dalam penerapan sistem ini baru akan terealisasi jika penerapan sistem suara terbanyak ini diikuti kebijakan-kebijakan lain.

Pertama, parpol sebagai pelaksana fungsi rekrutmen elit ke depan harus serius menominasikan calon yang benar-benar berkualitas, memiliki rekam jejak yang positif, dan memiliki pengabdian kepada masyarakat lewat aktivitas yang selama ini mereka lakukan di tengah-tengah masyarakat. Hal ini sekaligus mengikis kecenderungan berlakunya praktik money politics dalam meraih dukungan pemilih.

Kedua, pendidikan politik harus terus-menerus dilakukan dalam rangka mendorong rakyat untuk memberikan pilihan politik yang lebih objektif dan rasional. Hal ini bukan saja menjadi tanggung jawab penyelenggara atau lembaga swadaya masyarakat, namun yang jauh lebih penting hal ini sebenarnya menjadi tanggung jawab partai politik. Dalam UU tentang Partai Politik jelas ditegaskan bahwa salah satu fungsi parpol adalah melakukan pendidikan politik.

Jika dua hal ini dilakukan secara serius dan konsisten, kita akan mendapati sistem suara terbanyak akan kondusif meningkatkan derajat demokrasi menjadi lebih baik, berkualitas, dan bertanggung jawab.

Selengkapnya...

Profil H. Jazuli Juwaini, MA

“MENUNAIKAN AMANAH UMAT”


Jazuli Juwaini lahir di Bekasi pada tanggal 2 Maret 1965. Sejak tahun 1990 sampai saat ini tinggal dan menjadi warga Ciputat Banten (Kakek/Nenek berasal dari Kronjo Tangerang). Sejak tahun 2004, Ia menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dari daerah pemilihan Banten II (Kabupaten/Kota Tangerang). Hadir di Senayan sebagai anggota legislatif dari Partai Keadilan Sejahtera.

Sejak dilantik menjadi anggota dewan, Jazuli Juwaini memilih tetap tinggal di rumah pribadinya di Tangerang ketimbang tinggal di rumah dinas Kalibata. Hal ini dilakukan karena ia ingin lebih dekat dengan masyarakat dan konstituen. Untuk itu Jazuli senantiasa mebuka pintu rumahnya bagi setiap aspirasi masyarakat. Setiap hari, di luar aktivitas kedewanan, jadwalnya selalu padat berinteraksi dengan masyarakat yang berkunjung ke rumah maupun memenuhi undangan khutbah, pengajian, majelis taklim dan lain sebagainya di Dapilnya. Dengan modal tersebut Jazuli memiliki pemahaman yang baik dan dapat berempati terhadap aspirasi dan kebutuhan masyarakat.



Jika orang pada umumnya memiliki banyak waktu bersama keluarga, hari-hari Jazuli justru banyak diisi dengan aktivitas bersama warga masyarakat, meskipun di hari-hari libur (Sabtu-Minggu). Menyoal keadaan ini, Jazuli memberikan pemahaman kepada keluarga khususnya kepada anak-anak bahwa dirinya bukan hanya milik keluarga tetapi juga milik umat. Namun demikian, jika ada di rumah, Jazuli selalu menghadirkan kebersamaan dan kehangatan keluarga serta menghidupkan shalat jamaah.

Di DPR RI, Jazuli duduk di Komisi II yang membidangi Politik dan Pemerintahan. Komisi ini dianggap sebagai ujung tombak reformasi yang sejak 1997/98 disuarakan oleh rakyat Indonesia karena berhubungan langsung dengan penciptaan tata pemerintahan yang baik dan bersih (good governance and clean government). Fraksi PKS memberikan kepercayaan kepada Jazuli untuk memimpin komisi ini di tingkat Fraksi. Sehingga otomatis ia menjadi rujukan dan juru bicara Fraksi terkait dengan pelbagai persoalan dalam lingkup tugas komisi II di DPR RI.

Di Komisi ini, ia aktif dalam pembahasan beberapa Undang-Undang, antara lain: UU Penyelenggara Pemilu (sebagai Wakil Ketua), UU Administrasi dan Kependudukan, UU Ibu Kota Negara, UU Pajak dan Retribusi Daerah, UU Perubahan Kedua UU 32/2004, UU Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD dan UU Pemilu Presiden-Wapres, UU Pembentukan Kota Tangerang Selatan, RUU Pelayanan Publik, juga aktif mendorong disahkannya UU tentang Pornografi dan UU tentang Perbankan Syariah, dan saat ini dipercaya menjadi Ketua Tim Kerja (Timja) Pertanahan DPR RI. Di luar komisi II, Jazuli diutus Fraksi untuk duduk menjadi anggota Panitia Anggaran DPR-RI.

Meski sibuk sebagai anggota dewan, karakternya sebagai da’i tidak pernah luntur. Bahkan, parlemen dijadikannya mimbar dakwah yang lebih luas, sehingga ditengah-tengah kesibukannya sebagai anggota dewan ia tetap memberikan tausyiah baik secara langsung maupun melalui media televisi, dan kerap pula diundang ke manca negara dalam rangka muhibah dakwah.

Tak ingin menyiakan amanah masyarakat, dengan mengucap bismillah, ia mematok sebuah komitmen ingin menjadi wakil rakyat yang amanah, profesional, dan menghadirkan perubahan. Anggota FPKS yang sempat dipercaya menjadi calon Bupati Tangerang pada pilkada Januari 2008 lalu ini, acapkali menjadi rujukan media massa atas persoalan-persoalan komisi II, termasuk sering diundang sebagai narasumber berbagai seminar terkait pemilu-pilkada, otda, dan pemerintahan. Jazuli juga produktif menuangkan gagasan dan pemikiran dalam bentuk buku sehingga konsepsinya terhadap berbagai hal lebih utuh dan komprehensif dipahami oleh masyarakat.

Komitmenya terhadap implementasi otonomi yang lebih baik dan reformasi birokrasi telah ia tuangkan dalam sejumlah artikel opini dan banyak wawancara di media massa. Kumpulan opini dan wawancaranya itu sempat ia kumpulkan dalam sebuah buku Pertanggungjawaban Konstituen berjudul “Menunaikan Amanah Umat” (2006).

Dalam pengantar buku ini, Ketua MPR RI Dr. H. M. Hidayat Nurwahid, MA mengapresiasi Jazuli Juwaini sebagai da’i yang giat berdakwah bahkan hingga ke berbagai pelosok daerah dan ke luar negeri. Staminanya luar biasa. Hingga kini, ketika beliau telah menjadi anggota DPR, aktivitas dakwah ke masyarakat tak pernah surut beliau lakukan di sela-sela tugas kedewanan.

Sementara Ketua Fraksi PKS DPR RI Drs. Mahfudz Siddiq, M.Si menyebut Jazuli Juwaini sebagai “The Rising Star” di Senayan. Menurut beliau, Jazuli merupakan salah satu anggota legislatif FPKS yang dalam waktu cepat mampu membangun performance-nya secara baik. Dalam parameter komunikasi publik, hal itu terlihat jelas dari bobot tampilannya di media massa. Jika banyak anggota DPR masih dalam posisi mengejar wartawan, wakil rakyat dari Banten yang satu ini justru telah menempati posisi dikejar wartawan. Pernyataan-pernyataannya di berbagai media selalu lugas, cerdas dan jelas. Hal ini bukan saja meningkatnya leverage-nya sebagai politisi, tetapi juga mengangkat leverage FPKS sebagai salah satu fraksi yang diperhitungkan di DPR RI.

Khusus mengenai persoalan dan perkembangan pelaksanaan otonomi daerah, Jazuli Juwaini memiliki perhatian yang amat serius. Banyak sekali lontaran pemikirannya di media massa soal ini. Dan untuk membingkai pokok-pokok pikirannya itu, Jazuli menulis buku berjudul “Otonomi Sepenuh Hati: Catatan Perbaikan Implementasi Otonomi Daerah” (2007).

Dalam buku ini Jazuli menegaskan bahwa otonomi harus diberikan pusat ke daerah dengan sepenuh hati dan daerah harus melaksanakan otonomi secara bertanggung jawab. Sehingga pasca otonomi tidak ada lagi upaya tarik-menarik kepentingan (resentralisasi) antara pusat dan daerah. Jazuli juga menekankankan pentingnya makna otonomi sebagai otonomisasi masyarakat, bukan sekadar otonomi administratif.

Atas konsepsi pemikirannya tersebut, Mantan Menteri Otda Prof. Muhammad Ryaas Rasyid, MA, PhD, dalam pengantarnya menilai Jazuli memiliki komitmen yang kuat untuk memberdayakan dan membangun masyarakat. Prof. Ryaas juga mendukung kritik yang disampaikan terhadap adanya gejala resentralisasi kewenangan yang berlindung di balik fungsi pengawasan dan pembinaan oleh pemerintah pusat. Menurut Prof. Ryaas penilaian ini sangatlah tepat dan seyogianya menjadi alasan untuk menilai kembali perjalanan otonomi daerah.

Buku Jazuli yang paling akhir berjudul “Memimpin Perubahan di Parlemen” (2009). Buku ini berisi informasi ringkas mengenai DPR RI dan memuat catatan sederhana bagaimana seharusnya lembaga DPR dan anggotanya memaknai kehadirannya dalam kerangka politik perubahan. Guru Besar Hukum Tata Negara UI Prof. Dr. Satya Arinanto, SH, MH mengapresiasi upaya Jazuli Juwaini menulis buku ini karena didasarkan pada pengalaman-pengalaman dalam praktek-praktek ketatanegaraan. Menurutnya, hal ini niscaya akan semakin memperkaya kepustakaan ilmu hukum tata negara dan ilmu politik di Indonesia.

Atas berbagai karya dan kiprahnya selama di DPR RI periode 2004-2009 dan kepercayaan masyarakat, saat ini Jazuli Juwaini kembali diberikan amanah oleh PKS untuk menjadi Caleg DPR RI dari daerah pemilihan Banten III (Kabupaten/Kota Tangerang), nomor urut 2.

Selengkapnya...

Bukan Milik Keluarga Tapi Milik Umat

Profil Media
Radar Banten, 16 Februari 2006


Diakui H Jazuli Juwaini, waktu untuk keluarganya sangat sedikit. Di gedung rakyat pusat, lebih dari separo waktunya dihabiskan untuk mengemban amanah rakyat. Sejak pukul 09.00 wib hingga 24.00 wib Jazuli Juwaini harus bekerja keras sebagai wakil rakyat di DPR RI. Ditambah dengan aktivitas lain.

Di tengah seabrek aktivitas di luar rumah itu, politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dari daerah pemilihan Banten II tidak pernah mengesampingkan keluarganya. Padahal, waktu luang untuk keluarga sangat minim. Namun Jazuli berusaha mengefektifkan pertemuan dengan keluarganya. Sehingga hubungan antar anggota keluarga dapat terjalin harmonis.


“Dari awal, saya membangun konsolidasi dengan keluarga. Kepada keluarga, saya tekankan kalau saya ini bukan milik keluarga. Tapi milik umat. Kepada keluarga, saya juga tanamkan agar tidak merasa bangga dengan aktivitas saya sebagai anggota DPR. Meskipun pertemuan saya dengan keluarga hanya sebentar, namun pertemuan itu berkualitas. Bahkan saya bersama keluarga sering beribadah berjamaah. Alhamdulillah, keluarga dapat menerima,” kata Jazuli menceritakan kehidupan keluarganya.

Dalam kesehariannya, Jazuli beserta keluarga lebih memilih tempat tinggal di rumah pribadinya di Ciputat, Tangerang-Banten. Padahal, sebagai anggota DPR RI, dia juga mendapatkan fasilitas rumah dinas dengan segala kemewahan dan kelengkapan fasilitasnya. Sebagai pengemban amanah rakyat, Jazuli tidak mempunyai keinginan jauh dari rakyat. Dia mengaku, merasa takut rakyat terluka akibat aspirasinya tidak tersalurkan gara-gara wakil rakyat yang dipilihnya jauh. Kata dia, di rumah pribadinya, kendati tidak semewah dan selengkap rumah dinas yang tersedia, Jazuli beserta keluarga merasakan kenyamanan. Dia merasa dekat dengan masyarakat sehingga aspirasi masyarakat yang akan disampaikan gampang tersalurkan.

Dalam menjalin hubungannya dengan masyarakat, Jazuli tidak meninggalkan kegiatan lamanya yaitu memberikan ceramah keagamaan di berbagai tempat. Hanya saja, setelah menjadi anggota dewan pusat, salah satu kegiatan ibadah itu mulai menurun.

“Dulu saya sering ceramah ke beberapa negara Eropa, seperti Belanda, Jerman, dan Belgia. Namun sekarang, kegiatan tersebut mulai jarang, hanya ketika tidak ada rapat atau masa reses saya gunakan untuk ceramah. Kalau dulu, ketika diundang ceramah saya dapat honor. Sekarang tidak ada honornya. Kalaupun ada, saya tolak,” katanya sembari tersenyum.

Segudang kegiatan yang menyita banyak waktunya itu ternyata tidak membuat Jazuli berhenti olah raga. Secara rutin, Jazuli menyempatkan diri untuk bermain bulu tangkis. Dan biasa dilakukan setiap hari Jumat, habis Ashar atau habis Maghrib. Sementara setiap hari Rabu sore, keliling menggunakan sepeda.

Akan tetapi, dari semua kegiatan itu, satu hal yang membuat perasaan Jazuli tentram tinggal di rumah pribadinya karena kesibukannya mengelola Pondok Pendidikan Yatim/Dhuafa Al Ummah. Pondok yang terletak di depan rumahnya itu menampung 85 anak-anak yatim korban kerusuhan Ambon, beberapa tahun silam. Anak-anak yang tidak mempunyai keluarga itu, dia tampung dan diberikan pendidikan agam dan pendidikan formal. Untuk itu, setiap bulannya, Jazuli merogoh kocek pribadinya sekitar Rp 10 juta. “Untuk tingkat nasional, sedikit. Pondok ini saya bangun karena sejak kecil saya sudah yatim. Saya merasakan betul bagaimana menjadi anak yatim,” kenangnya.

Selengkapnya...

Profil KH. Jazuli Juwaini, Lc, MA

Jazuli Juwaini lahir di Bekasi pada tanggal 2 Maret 1965. Sejak tahun 1990 sampai saat ini tinggal dan menjadi warga Ciputat Banten (Kakek/Nenek berasal dari Kronjo Tangerang). Sejak tahun 2004, Ia menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dari daerah pemilihan Banten II (Kabupaten/Kota Tangerang). Hadir di Senayan sebagai anggota legislatif dari Partai Keadilan Sejahtera.

Di DPR RI, Jazuli duduk di Komisi II yang membidangi Politik dan Pemerintahan. Komisi ini dianggap sebagai ujung tombak reformasi yang sejak 1997/98 disuarakan oleh rakyat Indonesia karena berhubungan langsung dengan penciptaan tata pemerintahan yang baik dan bersih (good governance and clean government). Fraksi PKS memberikan kepercayaan kepada Jazuli untuk memimpin komisi ini di tingkat Fraksi. Sehingga otomatis ia menjadi rujukan dan juru bicara Fraksi terkait dengan pelbagai persoalan dalam lingkup tugas komisi II di DPR RI.


Di Komisi ini, ia aktif dalam pembahasan beberapa Undang-Undang, antara lain: UU Penyelenggara Pemilu (sebagai Wakil Ketua), UU Administrasi dan Kependudukan, UU Ibu Kota Negara, UU Pajak dan Retribusi Daerah, UU Perubahan Kedua UU 32/2004, UU Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD dan UU Pemilu Presiden-Wapres, UU Pemekaran Wilayah, RUU Pelayanan Publik, juga aktif mendorong disahkannya UU tentang Pornografi dan UU tentang Perbankan Syariah, dan saat ini dipercaya menjadi Ketua Tim Kerja (Timja) Pertanahan DPR RI. Di luar komisi II, Jazuli diutus Fraksi untuk duduk menjadi anggota Panitia Anggaran DPR-RI.

Meski sibuk sebagai anggota dewan, karakternya sebagai da’i tidak pernah luntur. Bahkan, parlemen dijadikannya mimbar dakwah yang lebih luas, sehingga ditengah-tengah kesibukannya sebagai anggota dewan ia tetap memberikan tausyiah baik secara langsung maupun melalui media televisi, dan kerap pula diundang ke manca negara dalam rangka muhibah dakwah.

Tak ingin menyiakan amanah masyarakat, dengan mengucap bismillah, ia mematok sebuah komitmen ingin menjadi wakil rakyat yang amanah, profesional, dan menghadirkan perubahan. Anggota FPKS yang sempat dipercaya menjadi calon Bupati Tangerang pada pilkada Januari 2008 lalu ini, acapkali menjadi rujukan media massa atas persoalan-persoalan komisi II, termasuk sering diundang sebagai narasumber berbagai seminar terkait pemilu-pilkada, otda, dan pemerintahan.

Komitmenya terhadap implementasi otonomi yang lebih baik dan reformasi birokrasi telah ia tuangkan dalam sejumlah artikel opini dan banyak wawancara di media massa. Kumpulan opini dan wawancaranya itu sempat ia kumpulkan dalam sebuah buku Pertanggungjawaban Konstituen berjudul “Menunaikan Amanah Umat” (2006).

Khusus mengenai persoalan dan perkembangan pelaksanaan otonomi daerah, Jazuli Juwaini memiliki perhatian yang amat serius. Banyak sekali lontaran pemikirannya di media massa soal ini. Dan untuk membingkai pokok-pokok pikirannya itu, buku berjudul “Otonomi Sepenuh Hati: Catatan Perbaikan Implementasi Otonomi Daerah” (2007).

Bukunya yang paling akhir berjudul “Memimpin Perubahan di Parlemen”. Buku ini berisi informasi ringkas mengenai DPR RI dan memuat catatan sederhana bagaimana seharusnya lembaga DPR dan anggotanya memaknai kehadirannya dalam kerangka politik perubahan.


Selengkapnya...

Rabu, 29 Juli 2009

Jaminan Kualitas Pelayanan Publik

Oleh: Jazuli Juwaini, MA
Anggota Komisi II DPR RI dari FPKS
Anggota Panja RUU Pelayanan Publik


Rapat Paripurna DPR RI (Selasa, 23/6) akhirnya mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pelayanan Publik menjadi Undang-Undang (UU). Dari sejumlah UU yang telah disahkan oleh DPR RI periode 2004-2009 mungkin inilah UU yang benar-benar bersentuhan langsung dengan hajat hidup rakyat banyak karena berkaitan erat dengan pemenuhan hak-hak dasar warga negara.

Hadirnya negara dengan segala instrumennya pada prinsipnya adalah untuk melayani warganya karena negara dibangun di atas kesepakatan (kontrak) warga negara untuk mengatur hajat hidup bersama berdasarkan prinsip keadilan dan pemerataan.


Namun sayangnya, realitas pelayanan publik yang dilakukan birokrasi dan korporasi penyelenggara pelayanan publik masih jauh panggang dari api. Rendahnya kualitas pelayanan publik, mengakibatkan masyarakat sebagai pengguna jasa harus membayar biaya yang mahal (high cost economy) untuk pelayanan publik. Ketidakpastian (uncertainty) waktu, dan ketidakpastian biaya membuat masyarakat malas dan jengkel berhubungan dengan birokrasi.

Hasil Riset lembaga The Political and Economic Risk Consultancy (PERC) masih menempatkan Indonesia, disusul Thailand, sebagai negara terkorup di Asia. Indonesia mendapatkan skor 8,32, dari skor terburuk 10. Sementara Thailand memperoleh skor 7,63, disusul Kamboja dengan skor 7,25, India 7,21 and Vietnam 7,11.

Sedangkan Filipina yang menjadi negara terkorup tahun 2008 mendapatkan skor 7,0, atau menempati rangking enam sebagai negara terkorup di Asia. Sementara Singapura (1,07) , Hongkong (1,89), dan Australia (2,4) menempati tiga besar negara terbersih, meskipun ada dugaan kecurangan sektor privat. Sementara Amerika Serikat menempati urutan keempat dengan skor 2,89. Nyatanya korupsi di sektor publik dan sektor privat masih tinggi di Indonesia. Fakta ini menjadi tantangan tersendiri bagi upaya reformasi birokrasi di Indonesia.

Buruknya kinerja birokrasi pemerintahan di Indonesia menjadi penentu rendahnya minat masyarakat maupun perusahaan untuk melakukan investasi. Investasi yang rendah akan berdampak pada rendahnya lapangan kerja, banyaknya pengangguran dan tidak menutup kemungkinan berdampak pula pada tingkat kriminalitas yang tinggi di daerah.

Berkaca pada realitas tersebut, dibutuhkan upaya struktural untuk mereformasi birokrasi melalui perbaikan birokrasi di lini terdepan: lini pelayanan publik. Malpraktek birokrasi pelayanan publik tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. Birokrasi harus memiliki mind-set (pola pikir) dan culture-set (budaya kerja) yang produktif, efisien dan efektif, transparan, dan akuntabel serta responsif dalam memberikan pelayanan publik. Dan, inilah alasan utama (raison d’ etre) lahirnya UU Pelayanan Publik.

Langkah Awal
Salama ini produk kebijakan di sektor pelayanan publik masih berada pada tingkat keputusan menteri, belum menjadi undang-undang. Padahal idealnya, pelayanan publik merupakan kewajiban pemerintah terhadap rakyat maka sudah seharusnya diurus secara serius dan bertanggung jawab. Pelayanan publik berikut standar pelaksanaannya hanya dipayungi oleh Keputusan MENPAN Nomor 63 tahun 2003 yang operasionalnya diserahkan kepada departemen, lembaga pemerintahan, serta pemerintah daerah.

Persoalannya masing-masing departemen/lembaga dan pemda belum memiliki kesadaran dan komitmen (good will dan political will) kolektif yang ‘memaksa’ mereka untuk memberikan layanan yang terbaik. Selain itu belum ada instrumen reward and punishment yang kuat serta memberikan efek jera.

Akibatnya, secara umum pelayanan publik di Indonesia belum menampakkan perbaikan yang berarti. Memang ada beberapa contoh baik (best practice) dalam pelayanan publik dari sejumlah daerah seperti Kota Sragen, Kabupaten Jembrana, atau Kota Tarakan, namun jumlahnya tidak seberapa dibanding contoh buruk (bad practice) birokrasi pelayanan kita.

UU Pelayanan Publik hadir untuk mengisi celah kekosongan aturan hukum yang bersifat nasional dalam rangka membangun kesadaran dan komitmen kolektif yang kuat, sistemik, dan komprehensif. Namun demikian, UU ini barulah langkah awal dari grand design reformasi birokrasi yang komponennya bukan hanya meliputi struktur tata aturan hukum tetapi juga kultur birokrasi, penegakan hukum (law enforcement) dan kemauan politik para pemimpin dan penyelenggara pelayanan publik.

Aturan dalam UU Pelayanan Publik yang baru disahkan memberikan optimisme bagi kita. Paling kurang UU ini memberikan satu dorongan (endorsement) yang kuat dan komprehensif terkait penyelenggaraan pelayanan publik dan berlaku nasional. UU ini memberikan panduan - baik bagi penyelenggara pelayanan publik maupun bagi masyarakat penerima pelayanan publik - tentang hak, kewajiban, etika, dan larangan dalam penyelenggaraan pelayanan publik.

UU juga menjamin pemberian pelayanan (delivery service) yang professional, akuntabel, efektif, dan efisien. Sebaliknya memberikan sanksi yang tegas dan terukur atas pelanggaran dan/atau penyalahgunaan pelayanan publik. Jenis-jenis sanksi berupa teguran tertulis, penurunan gaji, penurunan pangkat, pembebasan dari jabatan, hingga pemberhentian dari jababatan baik dengan hormat maupun tidak hormat sesuai tingkat pelanggaran yang dilakukan.

Bagi instansi penyelenggara pelayanan publik bisa dikenakan sanksi pembekuan misi dan/atau izin hingga pencabutan izin yang diterbitkan oleh instansi pemerintah. Sebaliknya, bagi penerima layanan terdapat ketentuan mendapatkan ganti rugi jika terdapat kerugian sebagaimana diatur dalam UU ini. Diharapkan dengan sanksi tegas diatur tersebut dapat memberikan efek jera dan dorongan untuk senantiasa memperbaiki kualitas pelayanan.

Singkat kata, UU Pelayanan Publik telah memberikan panduan dan standar pelaksanaan pelayanan publik yang baik dan berkualitas. Namun sekali lagi keluarnya UU ini baru langkah awal dari proses reformasi birokrasi pelayanan publik. Langkah selanjutnya adalah komitmen para pemimpin, aparatur negara, dan pelaksana pelayanan publik untuk melaksanakannya secara konsekuen.

Selengkapnya...

PERLU PRIORITAS ANGGARAN

Rakyat Merdeka,
Rabu, 1 Juli 2009,
Rubrik Bongkar.


Anggota Komisi II DPR, Jazuli Juwaini justru gregetan mendengar permintaan Bawaslu menambah anggaran lagi. Dia menandaskan, pihaknya tidak akan mengabulkan permintaan tambahan anggaran lagi.
“DPR sudah mengabulkan permintaan anggaran dia (Bawaslu-Red). Memang, mereka minta dana Rp. 1 triliun, namun yang kami setujui Rp. 572 Miliar yang kita sepakati itu saja. Katanya pada Rakyat Merdeka di Jakarta, kemarin.


Menurut politikus PKS ini, anggaran R. 572 Miliar yang telah disetujui itu merupakan anggaran yang dianggap penting. Bawaslu harus dapat melakukan pengelolaan dana dengan baik sesuai prioritas.
“Kalau bicara cukup, dana sebesar apapun juga tidak akan cukup,” katanya.
Jazuli justru heran dengan polah anggota Bawaslu. Dia bilang di tengah kekurangan dana, anggota Bawaslu malah ramai-ramai pergi ke luar negeri.
“Seharusnya mereka lebih mementingkan dana pengawasan dan diklat, “ imbuhnya.
Dia menanyakan, kenapa dari dana Rp. 572 Miliar, kenapa yang baru terealisasi hanya 17 persen. Ini menandakan kemampuan menyerap anggaran mereka sangat rendah. “Jadi tidak usah diberikan banyak-banyak.” Tukasnya.
Dia menandaskan, banyaknya anggota Panwaslu yang belum menerima gaji, bukan karena kekurangan anggaran melainkan, hanya persoalan teknis dalam pencairan, sebut dia, Bawaslu memang masih harus melakukan koordinasi dengan Depkeu. DIT

Selengkapnya...

Pengincar" Kursi Tangsel Merapat ke Jazuli

Harian Satelit News,
Edisi 16 Juni 2009,
Rubrik Kota Tangsel

KONSTELASI politik memperebutkan kursi Walikota Tangsel 2010 mulai menggeliat. Bahkan, kabarnya, sejumlah orang yang berkepentingan dalam hajat Pilkada Kota Tangsel mendatang, mulai merapat ke tokoh masyarakat maupun orang yang berpengaruh di kota otonom baru itu.

Hal tersebut diakui anggota DPR RI Jazuli Juwaeni kepada Satelit News, kemarin. "Ya, memang sejumlah orang yang berkepentingan mulai sowan ke saya. Tapi yang namanya bersilaturahmi tidak ada salahnya. Silahkan saja," kata Jazuli yang terpilih kembali mewakili Banten di panggung Senayan.


Pada prinsipnya, sambung Jazuli, dia mendukung siapapun baik putra pribumi Tangsel maupun dari luar untuk maju dalam Pilkada mendatang, asalkan niatnya lurus yakni membangun Kota Tangsel. "Ada dua agenda penting yang harus diwujudkan oleh Walikota terpilih nanti yakni, meningkatkan kesejahteraan rakyat dan pelayanan publik," tambah mantan Panja Pembahasan Pembentukan UU Kota Tangsel DPR RI Ini. (Susilo)



Selengkapnya...

DPR: Bawaslu Jangan Nyaring di Atas, Damai di Bawah


detik.com - Agar kisruh daftar pemilih tetap di Pileg tidak terulang, DPR meminta Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) memiliki strategi untuk mengamankan Pilpres 2009.

"Jangan sampai nyaring di atas tetapi damai di bawah. Saya ingin nyaringnya Pak Ketua sejalan dengan yang di bawah. Masih mending masuk angin daripada masuk uang. Kalau masuk uang nggak bisa dikerok, nggak bisa minum tolak angin, nggak bisa keluar uangnya. Jadi lanjutkan itu Pak," kata anggota Komisi II DPR, Jazuli Juwaini.


Hal ini disampaikan dia saat rapat dengar pendapat Komisi II DPR dengan Bawaslu tentang persiapan Pilpres 2009 di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (10/6/2009).

Ketua Bawaslu Nur Hidayat Sardini sebelumnya menegaskan telah menindak jajaran KPU yang "masuk angin" alias nakal.

Rinciannya di tingkat KPU pusat ada 3 orang. Tingkat KPU provinsi 7 orang, tingkat kabupaten/kota 19 orang. Sedang asalnya, dari Sumsel 1 orang, Sumbar 4 orang, Lampung 5 orang, Gorontalo 1 orang, Papua 5 orang, Aceh 5 orang, dan Sulawesi Utara 5 orang.

Hidayat juga menindak jajaran pengawas pemilu yang nakal. "Kami menindak kepada aparat kami yang 'masuk angin'. Ada 39 orang aparat Bawaslu di Riau, Sumsel, Papua dan seterusnya. Kami tidak mungkin jadi lap yang bersih kalau kami tidak membersihkan diri dulu," kata Hidayat. ( aan / nrl )

Selengkapnya...

DPR : PEMILU 2004 LEBIH BAIK


Kamis, 9 April 2009

TANGERANGNEWS-Anggota DPR Komisi II Jazuli Juwaini mengatakan, Pemilu tahun 2004 lebih baik jika dibandingkan 2009 ini. Menurut Jazuli yang juga menjadi calon legislatif dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu, pada tahun ini daftar pemilih tetap (DPT) tidak cermat jika dibandingkan tahun lalu, selain itu banyak logiktik Pemilu yang terlamat datang sampai ke TPS. Bahkan dalam penentua hari pencontrengan juga kurang cermat karena dekat dengan hari keagamaan. "Persoalan ini harus segera dibenahi, terutama untuk Pilpres yang tidak lama lagi," katanya Kamis(9/4) siang.


Persoalan DPT menurutnya, tidak terlepas dari data yang diserahkan oleh Departemen Dalam Negeri. "Kalau boleh jujur, yang protes saat ini itu jumlahnya lebih kecil, karena yang muncul itu yang mau memperjuangkan haknya. Sedangkan banyak orang yang tidak mau perduli dengan hak pilihnya," kata Jazuli seusai mencontreng. (den)

Selengkapnya...

Kampanye Terakhir PKS Kab/Kota Tangerang “Dukung PKS Untuk DPR/DPRD Bersih”



Serpong BSD, Sabtu (4/4).

Kampanye terakhir PKS Kabupaten/Kota Tangerang dipusatkan di Lapangan Cilenggang Bumi Serpong Damai (BSD) (Sabtu, 4/4) dihadiri lebih dari 60 ribu kader dan simpatisan PKS. Kampanye menghadirkan jurkamnas Ketua MPR dan Mantan Presiden PKS Dr. H. M. Hidayat Nurwahid, Presiden PKS Ir. Tifatul Sembiring, Dubes RI Untuk Arab Saudi Habib Dr. Salim Segaf Al-Jufri, Anggota DPR RI Dra. Yoyoh Yusroh dan H. Jazuli Juwaini, MA, Ketua DPW PKS Banten Irfan Mauludi, serta seluruh Caleg PKS se-Provinsi Banten dan Kabupaten/Kota Tangerang.


Sebagaimana tema nasional kampanye PKS, kampanye PKS Banten mengangkat tema “Dukung PKS Untuk DPR/DPRD Bersih.” Menurut H. Jazuli Juwaini, MA, Anggota Komisi II DPR RI yang juga Celeg DPR Nomor Urut 2 Dapil Kab/Kota Tangerang, tema tersebut sesuai dengan karakter yang melekat pada PKS selama ini.

“Jadi ini bukan sekadar janji atau slogan kampanye, tetapi PKS telah membuktikan melalui kiprah seluruh anggota legislatif PKS di semua tingkat, tidak ada satupun yang menjadi tersangka kasus korupsi,” ungkap Jazuli.

Jazuli melanjutkan bahwa PKS mempertahankan citra bersih kadernya bukan tanpa godaan dan rintangan. “Godaannya sangat besar,” kata Jazuli. “Namun setiap Aleg PKS menyadari nilai amanah dan pentingnya menghadirkan optimisme di tengah kondisi masyarakat yang miskin keteladanan,” demikian kata Jazuli.

“Inilah yang mendorong PKS mengembalikan 2 Milyar uang gratifikasi ke KPK. Hal ini semata-mata untuk memberikan optimisme bahwa masih ada partai yang mempertahankan prinsip bersih dan antikorupsi,” lanjut Jazuli.

Lebih jauh Jazuli mengatakan bahwa pintu utama korupsi berasal dari mekanisme penganggaran di DPR. “Jika DPR bersih, saya yakin korupsi bisa ditekan. Anggaran Negara bisa optimal untuk peningkatan kesejahteraan rakyat” kata Jazuli. Oleh karena Jazuli berpesan agar rakyat benar-benar memilih wakil rakyat yang terbukti antikorupsi.

Soal target perolehan suara, Jazuli optimis PKS mampu melampaui perolehan suara Pemilu 2004. “Hari ini saja saya tidak menyangka massa PKS yang datang demikian banyak,” ungkapnya.

Menurut mantan cabup Tangerang ini PKS berusaha meraih target 20 persen suara sebagaimana telah dicanangkan. Menurutnya target tersebut menjadi syarat PKS mencalonkan presiden-wapres sendiri. “Dengan 20 persen sekaligus PKS ingin meperbaiki dan mereformasi DPR/DPRD,” kata Jazuli.

Pertama, PKS ingin mewujudkan DPR yang bersih, bermartabat, dan mengikis budaya korupsi yang terjadi selama ini. “Fungsi anggaran DPR sangat rentan korupsi, oleh karena itu penting menghadirkan anggota dewan yang bersih,” kata Jazuli.

“Kalau DPR bersih, maka pemerintahan akan bersih. Pembersihan harus dilakukan lewat DPR. Ibarat mengepel lantai, tidak akan bersih jika atapnya bocor sehingga kotoran turun lagi,” Jazuli menegaskan.

Kedua, dalam aspek legislasi hal ini memungkinkan PKS untuk menyusun UU yang mereformasi birokrasi dan pelayanan publik bagi rakyat.

Ketiga, dalam aspek pengawasan, PKS ingin mewujudkan pengawasan yang sesungguhnya bukan sekadar alat tawar (bargain) terhadap pemerintah. “Selama ini fungsi pengawasan lebih menonjol sebagai alat tawar terhadap kebijakan pemerintah sehingga muncul praktek kolusi dan korupsi,” ungkapnya.

Jazuli berharap target 20 persen suara bisa terpenuhi sehingga PKS mampu menghailkan perubahan dan perbaikan negeri.

Selengkapnya...

HIDAYAT NUR WAHID SANGAT MUNGKIN JADI PRESIDEN


Sabtu, 04 April 2009

TANGERANGNEWS.COM-Soal adanya komentar Presiden PKS yang akan mencalonkan Hidayat Nur Wahid sebagai calon presiden bukan cawapres untuk mendampingi presiden SBY. Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PKS Jazuli Juwaini mengatakan, sangat mungkin PKS mengajuka Hidayat Nur Wahid menjadi capres. Jika belajar dari Pilkada Jawa Barat, siapa yang sangka PKS bisa menang di sana.“Jadi tidak ada yang tidak mungkin,” ucapnya seusai berkampanye di Cilenggang, sore ini.




Selain menanggapi itu Jazuli juga mengatakan, dirinya mendukung upaya pihak kepolisian mencari penyebab jebolnya tanggul Situ Gintung. Sebab, kata dia, perlu dikaji sebenarnya siapa yang bertanggung jawab atas kepengurusan situ. Yang terjadi saat ini, kata dia, ketika terjadi masalah daerah menolak bertanggung jawab dengan alasan kepengurusan situ adalah tanggung jawab pemerintah pusat. “Padahal daerah yang mengizinkan masyarakat mendirikan bangunan. Sekarang aja saling tuding dan saling merasa benar, saya setuju pejabat daerah diperiksa,” tandasnya. (den)

Selengkapnya...

Peduli Korban Bencana Situ Gintung


H. Jazuli Juwaini, MA, Anggota DPR RI FPKS Dapil Kab/Kota Tangerang sedang menyaksikan lingkungan porak-poranda akibat bencana tanggul Situ Gintung yang jebol (Jumat, 27/3). Jazuli bersama PKS langsung menginstruksikan pendirian posko bantuan sesaat setelah kejadian. Hingga berita ini diturunkan, PKS telah membentuk 4 posko bantuan yang menghimpuan bantuan berupa tenaga evakuasi, tenaga medis, obat-obatan, pakaian layak pakai, dan tentu saja bahan makanan bagi para korban dan pengungsi.



Selengkapnya...

Jazuli Tegaskan Tiga Komitmen PKS


Senin, 30 Maret 2009

TANGERANGNEWS.COM-Kampanye putaran kedua PKS Kota Tangerang di Lapangan Rawa Kambing, Ciledung Minggu, 29/3) dihadiri oleh H. Jazuli Juwaini, MA, celeg DPR RI Nomor Urut 2. Dalam orasinya, Jazuli kembali menekankan komitmen PKS jika menang akan memperjuangkan tiga hal pokok.

Pertama, membangun moral dan akhlak bangsa. Jazuli mengatakan, “Bangsa besar
adalah bangsa yang berakhlak, oleh karena itu PKS berkomitmen menampilkan
keteladanan sebagai parpol yang antikorupsi dan mendukung penuh UU
Pornografi.”

Jazuli menambahkan, “Alhamdulillah tidak ada satupun anggota DPR dari PKS
yang menjadi tersangka korupsi, di tengah banyaknya penangkapan terhadap
anggota dewan.”


Kedua, Jazuli menegaskan komitmen PKS untuk memperbaiki pelayanan publik
bidang kesehatan. “Bagaimana orang bisa bekerja, kalau badan ‘bengek’?.”
Mengapa Ponari laris, kata Jazuli, karena rakyat kecewa dengan pelayanan
kesehatan.

Ketiga, soal pendidikan, Jazuli kembali menegaskan, “Dengan anggaran
pendidikan 20% semestinya seluruh daerah bisa menggratiskan biaya pendidikan
dasar 9 tahun hingga SMP.” Jazuli menambahkan, “Setiap Kabupaten/Kota dan
Provinsi, saya yakin seyakin-yakinnya, pasti bisa mengadakan pendidikan
gratis jika pemdanya memiliki kepedulian terhadap pendidikan.”(den)

Selengkapnya...

Bencana Situ Gintung: PKS Kerahkan Bantuan


Jumat, 27 Maret 2009

Fraksi-PKS Online: Partai Keadilan Sejahtera mendirikan posko untuk membantu para korban bencana jebolnya tanggul Situ Gintung pada Jumat dini hari (27/3). "Posko ini berdiri sejak pagi," kata Anggota Fraksi PKS DPR, Jazuli Juwaeni saat berkunjung ke daerah lokasi.

Tanggul Situ Gintung jebol pada Jumat dini hari (27/3) karena hujan lebat sehari sebelumnya. Jebolnya tanggul tersebut menyebabkan banjir bandang berkilo-kilometer jauhnya dan meninggalkan kerusakan parah pada pemukiman padat yang terletak lebih rendah dari tanggul. Hingga berita ini diturunkan telah lebih dari 52 korban meninggal dunia karena tak sempat menyelamatkan diri saat tanggul jebol. Sementara dilaporkan ratusan lainnya masih hilang.


Posko Penanggulangan Bencana (P2B) PKS langsung didirikan di kampus salah satu perguruan tinggi dekat lokasi musibah. Posko kesehatan sekaligus dapur umum itu antara lain menyediakan makanan matang, obat-obatan, dan selimut.

Jazuli mengungkapkan rasa bela sungkawa yang mendalam bagi para keluarga meninggal maupun mereka yang kehilangan rumah dan harta benda. "Kader PKS seperti biasanya siap membantu semaksimal mungkin," kata dia di sela pemberian bantuan kepada para warga. Jazuli ditemani puluhan kader PKS Ciputat Timur yang ikut bahu membahu mengevakuasi para korban meninggal.

Di samping itu, Jazuli meminta keseriusan pemerintah, baik di pusat maupun daerah untuk memberi bantuan berupa evakuasi korban, menyediakan pengungsian yang aman, dan rehabilitasi bagi mereka yang rumahnya rusak atau hanyut .

Jazuli juga mempertanyakan perencanaan dan tata ruang di daerah tersebut yang sebenarnya berbahaya bagi pemukiman karena letaknya berada di bawah permukaan danau/ situ. "Sewaktu-waktu bisa longsor dan jebol saat situ penuh, pemerintah daerah harus bisa menjelaskan ini," katanya.

Selengkapnya...

Jargon PKS Telah Terbukti


Senin, 23 Maret 2009

TANGERANGNEWS.COM-Jazuli Juwaini menyampaikan orasi pada masa kampenye terbuka di lapangan Tiga Raksa Kabupaten Tangerang pada Minggu, 22 Maret dihadapan ribuan orang massa PKS. Dalam orasinya, ia menegaskan bahwa jargon PKS Bersih, Peduli, dan Professional telah dibuktikan oleh seluruh anggota DPR dari PKS selama hampir lima tahun mengabdi di DPR.

Anggota DPR dari PKS telah mengembalikkan uang gratifikasi kepada Negara
dengan nilai lebih dari Rp2 miliar. Dia mengatakan kasus yang ramai dibicarakan
oleh media massa akhir-akhir ini tentang salah seorang Anggota DPR fraksi
PKS adalah fitnah untuk menjatuhkan citra PKS.



Dia menegaskan keyakinannya bahwa Rama Pratama tidak terlibat dalam kasus
suap yang menyeret nama Abdul Hadi Jamal. "Yang dilakukan Rama adalah
bagian dari Pengabdian terhadap tugas yang diemban sebagai Ketua Poksi
(Kelompok Fraksi) di Panitia Anggaran. Semua kebijakan-kebijakan yang
diambil adalah persetujuan dari Pimpinan dan semua anggota Panitia Anggaran
dari tiap-tiap fraksi dan Rama Pratama tidak menerima suap seperti yang
dituduhkan Hadi Jamal."

Jazuli melanjutkan, bahwa salah satu perjuangan PKS telah membuahkan hasil,
yaitu dengan disahkannya Undang-undang Pornografi yang pembahasannya
sudah berlangsung sejak lama. "Kami dari Fraksi PKS pada periode 2004-2009, telah berjuang dan berhasil mensyahkan UU Pornografi yang pembahasannya sejak masa pemerintahan Presiden Habibi."tandasnya. (den)

Selengkapnya...

Jazuli Berharap Pesantren Bangkit Melalui Lomba Musabaqoh Kitab Fathul Mu'In

Selasa, 17 Maret 2009

TANGERANGNEWS.COM-Di dorong oleh semangat membangkitkan gairah dunia pendidikan pesantren di Kabupaten dan Kota Tangerang, maka Pesantren Al-Halimiyah, Kronjo bekerjasama dengan PKS menggelar Lomba Musabaqoh Kitab Fathul Mu'in bagi masyarakat umum di dua wilayah ini. Acara yang berlangsung dari tanggal 12 Maret ini, kemarin pada hari Minggu (15/3) sore resmi di tutup.

Pada acara penutupan yang bertempat di Lapangan Perempatan Kronjo ini berlangsung sangat meriah. Tidak heran acara ini menyedot perhatian masyarakat luas dikarenakan hadiah yang ditawarkannya sangat menggiurkan. Sebut saja Hadiah Umroh Gratis bagi Juara 1, Rp7. 500.000 bagi Juara 2, dan Rp. 5.000.000 untuk Juara 3 nya. Itu pun masih ditambah dengan masing Rp1.000.000 bagi Juara Harapan 1, 2, dan 3. Maka, sore hari itu masyarakat pun tumpah ruah memenuhi lokasi acara untuk menyaksikan langsung penentuan pemenangnya.


Sebagai bagian dari acara puncaknya adalah kehadiran H. Jazuli Juwaini, MA, Anggota DPR RI dari PKS yang bertindak sebagai Juri Kehormatan. Kehadiran beliau semakin menambah bobot acara ini, terutama dengan adanya sesi pengujian langsung terhadap para pemenang oleh H. Jazuli Juwaini, MA yang memang sebagai promotor utama kegiatan ini.

Maka dengan disaksikan oleh ratusan pasang mata penonton, MC pun membacakan keputusan pemenang lomba dari Dewan Juri yang terdiri dari KH. Danubi Halimi (Pimpinan Ponpes Al-Halimiyah, Kronjo), KH. Yusuf (Pimpinan Ponpes Al-Hidayah, Sepatan) dan KH. Sahri Alipiddin (Ketua MUI Sukamulya). Adapun para pemenangnya adalah M. Abdul Hakim asal Kecamatan Mekar Baru sebagai Juara 1 yang berhak atas hadiah utama Umroh Gratis yang diserahkan langsung oleh H. Jazuli juwaini, MA. Selain itu Juara 2 di peroleh Zanubi asal Kecamatan Kronjo dan Juara 3 di peroleh Drs. Imaduddin asala Kecamatan Kresek.

Setelah para pemenang diketahui, secara bergiliran para pemenang lomba diuji langsung kemampuan penguasaan Kitab Fathul Mu'in nya oleh Jazuli. Dalam kesempatan sambutannya, Jazuli mengharapkan kegiatan Lomba Fathul Muin ini menjadi stimulus bagi bangkitnya dunia pendidikan pesantren, khususnya di wilayah Kabupaten dan Kota Tangerang. "Semakin hari kita perhatikan, perhatian masyarakat semakin minim terhadap dunia pesantren. Karena itulah, kegiatan Lomba ini saya harapkan dapat menjadi pemicu bagi bangkitnya gairah dan semangat kalangan dunia pesantren. Bahwa dunia pesantren merupakan aset umat, masyarakat dan negeri ini. Maka marilah kita tingkatkan kepedulian dan apresiasi kita terhadap pesantren. Mudah-mudahan kegiatan positif semacam ini dapat diadakan setiap tahun", ungkap Jazuli yang juga merupakan Caleg PKS untuk DPR RI Dapil 3 Kab/Kota Tangerang no. urut 2 ini.

Pada acara penutupan ini, juga hadir Drs. H. Abdhi Sumaithi, Calon Anggota DPD RI Propinsi Banten, Ir. Miptahudin, Msi, Sekretaris Umum DPW PKS Propinsi Banten, para pimpinan pesantren, tokoh masyarakat serta pengurus PKS.(den)

Selengkapnya...

Jazuli Rangkul Pesantren

Satelit News
Rabu, 18 Maret 2009

KRONJO,SN—Caleg PKS untuk DPR RI nomor urut 2, Jazuli Juwaini pekan lalu hadir di tengah acara Lomba Musabaqoh Kitab Fathul Mu'in di Ponpes Al- Halimiyah, Kronjo, Kabupaten Tangerang. Anggota Komisi II DPR RI yang menjadi juri kehormatan dalam ajang itu mengharapkan lomba fathul mu'in menjadi stimulus bagi bangkitnya dunia pesantren, di Kabupaten dan Kota Tangerang. "Lomba ini saya harapkan dapal menjadi pemicu bagi bangkitnya gairah dan senumgat kalangan dunia pesantren. Marilah kita tingkatkan kepedulian dan apresiasi kita terhadap pesantren," ungkap Jazuli.


Lomba yang berlangsung sejak 12-15 Maret ilu, berhasil melahirkan qori dan qoriah bermutu. Juara pertama diraih oleh M. Abdul Hakim asal Kecamatan Mekar Baru, dan berhak atas hadiah utama umroh gratis yang diserahkan langsung oleh Jazuli Juwaini, MA. Sclain itu juara2 ditempati oleh Zanubi asal Kecamatan Kronjo dan Juara 3 disandang oleh Drs. Imaduddin asal Kecamatan Kresek.
Secara bergiliran para pemenang lomba diuji langsung kemampuan penguasaan kitab fathul mu'in oleh Jazuli. Pada acara penutupan, tampak hadir sejumlah fungsionaris DPW PKS Banten salali satunya Ir. Miptahudin, Msi, sekretaris umum, pimpinan pondok pesantren, tokoh masyarakat serta pengurus PKS.(susilo/ikhsan tamara) •

Selengkapnya...

Prihatin, Pesantren Tidak Diperhatikan

Tangsel Pos
Rabu. 18 Maret 2009

ANGGOTA DPR RI yang juga Caleg asal PKS, Jazuli Juwaini, ternyata tidak hanya pandai memberikan siraman rohani.
Jazuli juga ternyata menguasai kitab Fathul Mu'in. Hal itu terlihat jelas saat Lomba Musabaqoh Kitab Fathul Mu'in, di Kronjo
Setelah para pemenang diketahui, secara bergiliran para pemenang lomba diuji langsung kemampuan penguasaan Kitab Fathul Mu'in nya oleh Jazuli. Dalam kesempatan sambutannya, Jazuli mengharapkan kegiatan Lomba Fathul Muin ini menjadi stimulus bagi bangkitnya dunia pendidikan pesantren, khususnya di wilayah Kabupaten dan Kota Tangerang.


"Semakin hari kita perhatikan, perhatian masyarakat semakin minim terhadap dunia pesantren," katanya.
Karena itulah, lanjut Jazuli, kegiatan Lomba ini di harapkan dapat menjadi pemicu bagi bangkitnya gairah dan semangat kalangan dunia pesantren.
la juga menegaskan dunia pesantren meru-pakan aset umat, masyarakat dan negeri ini.
"Maka marilah kita tingkatkan kepedulian dan apresiasi kita terhadap pesantren. Mudah-mudahan kegiatan positif semacam ini dapat diadakan setiap tahun", ungkap Jazuli yang juga merupakah Caleg PKS untuk DPR RI Dapil 3 Kab/Kota Tangerang no. urut 2 ini.
Pada acara penutupan tersebut, juga hadir Drs. H. Abdhi Sumaithi, Calon Anggota DPD RI Propinsi Banten, Ir. Miptahudin, Msi, Sekretaris Umum DPW PKS Propinsi Banten, para pimpinan pesantren, tokoh masyarakat serta pengurus PKS.
Para pemenang mendapatkan hadiah Umroh Gratis bagi Juara 1, Rp. 7,5 Juta, Juara 2, dan 3 Rp. 5 Lima Juta. Sedangkan bagi Juara Harapan 1, 2, dan 3 masing-masing mendapatkan RP 1 juta.(az/sam)

Selengkapnya...

KPU Tetapkan DPT tanpa Tahu Perubahannya

Republika
Sabtu, 7 Maret 2009

JAKARTA — Komisi Pe-milihan Umum (KPU) sudah menetapkan daftar pemilih tetap (DPT) terbaru usai penyesuaian data pemilih. Namun, hingga kini, KPU belum tahu perubahan jumlah pemilih yang ada dalam DPT terbaru tersebut.
"DPT sudah ditetapkan, tapi angkanya masih dirapikan," kata Ketua KPU, Abdul Hafiz Anshary, Jumat (6/3). Penetapan DPT dilakukan pada Kamis (5/3) malam.
Biarpun sudah ditetapkan KPU, jumlah pemilihnya belum bisa dipastikan. Hingga kemarin siang, KPU masih melakukan proses memasukkan data. Di tengah proses pemasukan data itu, komisioner KPU sudah melakukan pleno untuk menetapkan DPT terbaru.


Anggota KPU, Abdul Aziz, menjelaskan bahwa sudah ada 20 provinsi yang memasukkan data pemilih terbaru. Dijelas-kannya, secara keseluruhan, ada sebanyak 200 ribu orang. Namun, ia juga belum bisa memas-tikan jumlah pastinya.
Sejauh ini masih ada ketidakpastian jumlah pemilih. Anggota KPU, Sri Nuryanti, mengatakan, pemilih di sejumlah negara mengalami penam-bahan. ''Ada tambahan 50 ribu di Malaysia." Ini terjadi karena kedatangan TKI.
Selain itu, lanjutnya, beberapa hari menjelang pemilu akan ada 3000 orang pekerja proyek yang datang dari Tripoli, Libya. Mereka tetap bisa memilih jika membawa formulir pindah TPS dari daerah asalnya.
Awasi kecurangan
Sementara itu, temuan kecurangan melalui DPT membuat DPP Partai Hanura meng-ingatkan KPU. Ketua DPP Hanura, Wiranto. mengatakan. persoalan DPT menjadi ancaman serius bagi pelaksanaan pemilu yang akuntabel.
Hanura akan menjalin komunikasi dengan parpol lain untuk menyikapi persoalan DPT. Hanura bersama parpol-parpol peserta Pemilu 2009 akan menyamakan visi dan mengeluarkan sikap guna menyelamatkan penyelenggaraan pemilu.
Fungsionaris DPP Hanura, AS Hikam, mengingatkan KPU agar tidak bermainmain dengan DPT. Berdasarkan pemantauan yang dilakukan Hanura di tingkat bawah. lanjut AS Hikam. masih banyak nomor induk kependudukan dan nama-nama yang dikloning sebagai daftar pemilih di TPS-TPS.
Menurut AS Hikam. sudah tidak mungkin bagi KPU untuk menjelaskan alasan munculnya nomor induk kependudukan dan nama-nama pemilih di masing-masing TPS. Hal yang paling
mungkin dilakukan KPU adalah menyusun resolusi dengan parpol-parpol untuk turut menyosialisasikan permasalahan DPT yang akhirnya dikoreksi setelah keluarnya Perppu no 1/2009.
Anggota Fraksi PKS, Jazuli Juwaini mengakui. kalau betul ada upaya kecurangan DPT akan sulit untuk terlacak. Hal itu hanya akan bisa diantisipasi kalau parpol-parpol proaktif melakukan pengecekan DPT. "Panwaslu juga harus serius memerhatikan persoalan ini," kata Jazuli. Modus kecurangan dari DPT harus diantisipasi semua pihak.

Selengkapnya...

Pertarungan Kedua Mantan Calon Bupati

Republika
Rabu, 11 Maret 2009

Kurang dari tiga tahun, Jazuli Juwaini sudah harus kembali ter-libatdalam pertarungan politik yang akan sangat menentukan 'warna' dirinya ataupun Partai Keadilan Sejahtera.
Pertarungan politik pertamanya ada-lah ketika ia maju sebagai calon bupati Tangerang yang diusung PKS. Sayang-nya, daiam pertarungan itu, Jazuli yang berpasangan dengan Airin harus kalah dari incumbent. Dalam setahun ke depan, Jazuli sudah harus kembali tampil di pertarungan politik nasional dengan maju sebagai calon anggota legislatif (caleg) DPR RI dari PKS.
Jazuli maju sebagai caleg nomor dua di Daerah Pemilihan Banten III (meliputi Kabupatan Tangerang dan Kota Tangerang) yang jumlah pemilihnya mencapai lebih dari tiga juta orang. Jazuli beruntung karena ditempatkan di daerah pe-milihan (dapil) lamanya di Pemilu 2004.


"Saya tinggal di Ciputat dan keluarga besar saya banyak yang tinggal di Tangerang," paparnya. Meski demikian. Jazuli menganggap bahwa tantangannya tidak-lah mudah.
Berbeda dengan pemilu sebelumnya, Jazuli kali ini mendapatkan nomor urut dua. Padahal, sebelumnya, ia mendapat nomor urut satu. Menurut Jazuli, persoalan nomor urut sudah tidakjadi masalah.
Berkaca pada Pemilu -2004, pesaing yang kuat di . Banten III adalah Partai Golkar. Ini dilihat dari perolehan kursi DPRDII Kabupaten Tangerang yang mendapat delapan kursi, sedangkan PKS juga delapan kursi. Sementara itu, untuk Kota Tangerang, PG delapan, PDIP tujuh, dan PKS delapan kursi.
Kunci untuk bisa sukses adalah dengan bekerja maksimal. Tak kalah penting adalah tidak menganggap remeh parpol lain. "Setelah bekerja
keras, kita harap masyarakat cerdas memilih orang-orang yang bisa memperbaiki republik ini."
Salah satu 'senjata' yang dimilikinya adalah popularitas dirinya ketika maju sebagai calon bupati Tangerang. Walaupun wak-tu itu Jazuli yang berpasangan dengan Airin kalah dari incumbent, popularitas Jazuli cukup terdongkrak.
"Saya berharap,masyarakat mengingat saya. Meskipun waktu pemilihan bupati, orang memilih saya tidak serta-merta karena faktor saya, juga karena faktor Airin dan koalisi parpol pendukung," kata Jazuli.
Sekalipun pada pilkada mereka memilih Jazuli, bisa saja pada Pemilu 2009 mereka akan memilih parpol basis mereka lagi. "Mejki demikian, saya berharap, ada ikatan emosional masyarakat yang memilih saya," ujar dia. Bdwo

Selengkapnya...

Etika Birokrasi

Warta Kota
Kamis, 5 Februari 2009

Sebagian masyarakat Indonesia masih sulit memenuhi kebutuhan dasar hidupnya, yakni kebutuhan sandang, pangan, dan papan. Kondisi itu baru bisa diatasi jika anggaran yang dialokasikan untuk mengatasi masalah itu lebih besar dan tepat sasaran.
Jazuli, caleg DPR nomor urut 2 dari Partai Keadilan Sejahtera akan bertarung di dapil Banten III (Kabupaten dan Kota Tangerang) mengatakan hal itu pada Warta Kota, Rabu (4/2) malam. Menurutnya, penaik anggaran untuk sektor itu bisa mendongkrak kesejahteraan masyarakat. Hal itulah yang diperjuangkan Jazuli jika kembali menjadi anggota DPR Periode mendatang.



Hal lain yang disorotinya adalah kebijakan pemerintah yang mengatur birokrasi dalam kaitannya dengan pelayanan publik. Jazuli berjanji akan mendesak dikeluarkannnya kebijakan mengenai etika birokrasi dan pemerintah agar sistem-nya tak memberi peluang untuk korupsi dan manipulasi.
Jazuli juga akan berjuarig mengatasi masalah-masalah yang dihadapi masyarakat di Kabupaten dan Kota Tangerang. Menurutnya masyarakat atau warga Tangerang masih didominasi oleh petani, pedagang, nelayan, dan buruh, yang belum mendapat perhatian pemerintah sepenuhnya.
Hal lain yang disorotinya adalah kebijakan pemerintah yang mengatur birokrasi dalam kaitannya dengan pelayanan publik. Jazuli berjanji akan mendesak dikeluarkannya kebijakan mengenai etika birokrasi dan pemerintah agar sistemnya tak memberi peluang untuk korupsi dan manipulasi.
Jazuli juga akan berjuang mengatasi masalah-masalah yang dihadapi masyarakat di Kabupaten dan Kota Tangerang. Menurutnya masyarakat atau warga Tangerang masih didominasi oleh petani, pedagang, nelayan, dan buruh, yang belum mendapat perhatian pemerintah sepenuhnya.
"Para petani saat ini tidak bangga dengan pekerjaannya. Itu disebabkan karena penghasilan mereka tak dapat menu-tupi kebutuhan dasar. Ini harus menjadi tugas pemerintah, dan saya akan kembali mendesak pemerintah untuk lebih memperhatikan petani dengan sarana dan prasarana serta teknologi baru yang rnemungkinkan mereka memiliki penghasilan lebih besar," ujar Jazuli.
Hal yang sama juga akan dilakukannya terhadap kaum pedagang dan nelayan. Kebijakan pemerintah yang ternyata menyulitkan para pedagang dan nelayan dalam mencari nafkah akan dijegalnya lewat parlemen dl Senayan.
la juga berjanji1 akan mendesak dan merevisi undang-undang ketenagakerjaan untuk menghilangkan sistem kontrak kerja dan sistem outsourching yang banyak merugikan para buruh. "Peraturan dan perundangannya semestinya direvisi agar hubungan buruh dan

Selengkapnya...

Bukan Paduan Suara

Photobucket

Arsip Blog

 

Pemikiran Jazuli

Photobucket
Kerukunan antarumat beragama perlu dirawat. Merawatnya dengan berbagai macam cara, tapi yang terpenting cara itu harus didasari atas kesadaran bersama untuk menjaga segala potensi yang merusak bangunan kerukunan. Oleh karena itu setiap umat beragama harus menyadari bahwa kunci utama merawat bangunan itu adalah dengan saling berinteraksi dan berkomunikasi secara terbuka dan dialogis baik secara informal maupun secara formal.
Baca Selengkapnya ...

Pengunjung

Pilgub Banten 2011

Pilgub Banten 2011

Kalender

Lawan Korupsi

Photobucket