H. Jazuli Juwaini, Lc. MA

.

Selasa, 28 Juli 2009

KPU Beralasan tidak Ada Dana Bentuk Dewan Kehormatan

Media Indonesia
Rabu, 3 Desember 2008

KOMISI Pemilihan Umum (KPU) mengaku kesulitan membentuk dewan kehormatan karena tidak memiliki anggaran.
Namun, KPU tetap akan mempertimbangkan perlunya dibentuk lembaga itu untuk menangani sejumlah pelanggaran pemilu dan kode etik.
Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary menyampaikan hal itu, di Jakarta, kemarin.
"Segera diplenokan pembentukan dewan kehormatan. Tergantung kasusnya, yang perlu kami bentuk dewan kehormatannya," cetus Hafiz.
Dalam rapat dengar pendapat antara Komisi II DPR dengan KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), DPR meminta KPU dan Bawaslu untuk segera membentuk dewan kehormatan, jika ditemukan adanya dugaan pelanggaran kode etik.



"Ini dalam rangka menegakkan kode etik penyelenggara pemilu dan menjaga kemandirian, integritas, dan profesionalisme KPU dan Bawaslu," tegas Ketua Komisi II DPR EE Mangindaan saat membacakan kesimpulan rapat kemarin.
Anggota Komisi II DPR Jazuli Juwaini (F-PKS) dalam rapat yang membahas tentang persiapan penyelenggaraan Pemilu 2009 itu, juga mempertanyakan waktu pembentukan dewan kehormatan.
Menurut dia, seharusnya dewan kehormatan segera dibentuk sehingga dapat melakukan fungsi kontrol terhadap perilaku anggota KPU.
"Kenapa belum juga dibentuk? Apa sebenarnya kesulitan KPU," katanya.
Pada kesempatan itu, Hafiz mengaku tidak memiliki anggaran untuk pembentukan dewan kehormatan.
''Tidak ada dalam anggaran 2008. Tidak mungkin dewan kehormatan dibentuk kalau tidak ada anggarannya," tegasnya.
Dia menyebutkan dewan kehormatan yang berjumlah lima orang terdiri dari tiga orang anggota KPU, serta dua orang tokoh dari luar itu memerlukan biaya.
"Syarat dewan kehormatan yang dari luar itu kan harus tokoh. Kalau tokoh diminta jadi dewan kehormatan kan butuh biaya. Tapi kalau ada yang mau sukarela boleh-boleh saja," cetusnya.
Karena itulah, kata Hafiz, perlu dipertimbangkan kepentingan riil untuk membentuk lembaga itu.
Dia beralasan dewan itu perlu dibentuk jika ada kasus pelanggaran kode etik yang dilakukan penyelenggara pemilu.
Sementara itu, Ketua Bawaslu Nur Hidayat Sardini menilai pernyataan Hafiz bahwa KPU tidak memiliki anggaran untuk pembentukan dewan kehormatan tidak masuk akal.
Hidayat menyebut pernyataan itu terkait sikap KPU yang tidak memprioritaskan masalah itu.
"Menunjukkan KPU tidak menganggap penanganan pelanggaran pemilu sebagai skala prioritas. Dewan kehormatan itu untuk menangani pelanggaran pemilu dan pelanggaran kode etik yang semata-mata untuk menjaga kemandirian, integritas, dan profesionalisme KPU," katanya.
Karena di sisi lain, kata Hidayat, justru KPU menyediakan anggaran perjalanan dinas ke luar kota maupun ke luar negeri yang cukup besar.
"Sebenarnya, kalau KPU peduli pelaksanaan pemilu yang berkualitas, dana perjalanan dinas itu bisa digunakan untuk pembentukan dewan kehormatan," kata Hidayat.
Hal senada ditegaskan Direktur Centre for Electoral Reform (Cetro) Hadar Nafis Gumay, bahwa masalah anggaran tidak bisa dijadikan alasan untuk tidak membentuk dewan kehormatan.
"KPU harus mencari jalan ke luar. Pemerintah harus bantu. Jangan disengaja membuat alasan tidak ada anggaran untuk menghindar.''
Dia mengingatkan, bila pembentukan dewan kehormatan tidak dilakukan, KPU dapat dikenai sanksi pidana.
Anggota Bawaslu Bambang Eka Cahya Widodo menambahkan, bahwa pihaknya juga pernah mengusulkan agar dua orang dari lima anggota dewan kehormatan tersebut berasal dari anggota Bawaslu. Sehingga, tidak ada lagi alasan biaya. Tapi, usul tersebut ditolak KPU.
"KPU tidak setuju kalau anggota dewan kehormatan ada dari Bawaslu. Padahal kalau dewan kehormatan Bawaslu, itu ada anggotanya dari KPU. Kalau alasannya biaya atau honor dewan kehormatan silakan saja dimasukkan anggota Bawaslu jadi anggota dewan kehormatan," tegasnya. (P-2)

Comments :

0 komentar to “KPU Beralasan tidak Ada Dana Bentuk Dewan Kehormatan”