H. Jazuli Juwaini, Lc. MA

.

Jumat, 19 Februari 2010

Pidana Nikah Siri Jadi Polemik

Media : http://www.lampungpost.com/
Edisi : Rabu, 17 Februari 2010
Rubrik : NASIONAL

JAKARTA (Lampost): Pemidanaan pelaku nikah siri ditanggapi pro-kontra.
Pada satu sisi nikah siri dianggap sebagai hak asasi manusia, sementara sejumlah
pihak beranggapan nikah siri justru menindas hak perempuan.

RUU Hukum Materiil Peradilan Agama Bidang Perkawinan yang memuat ketentuan
pidana bagi pelaku nikah siri ditentang. Pernikahan dipandang sebagai hak asasi
manusia, bukan urusan pemerintah.

"Itu kan hak asasi sesorang," ujar pakar hukum J.E. Sahetapy usai
peluncuran buku SETARA institute di Hotel Athlete Senayan, Jakarta, Selasa
(16-2).


Menurut dia, untuk soal seperti ini, agama yang harus melarang, bukan
pemerintah. "Kalau saya tidak sepakat. Itu kan hak seseorang," kata Sahetapy.

Karena urusan agama, kata dia, sanksinya pun bukan pidana berupa denda
atau penjara. "Itu harus agamanya yang mengatur, sanksinya harus dari agama."

Dalam draf RUU yang telah masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas)
tahun 2010 itu memuat ketentuan pidana terkait perkawinan siri, perkawinan
mutah, perkawinan kedua, ketiga, dan keempat. RUU itu juga mengatur mengenai
perceraian yang dilakukan tanpa di muka pengadilan, melakukan perzinaan dan
menolak bertanggung jawab, serta menikahkan atau menjadi wali nikah, padahal
sebetulnya tidak berhak.

Ancaman hukuman untuk tindak pidana itu bervariasi, mulai dari 6 bulan
hingga 3 tahun dan denda mulai dari Rp6 juta hingga Rp12 juta.

Sementara pemerintah membantah ingin ikut campur dalam masalah agama
dengan akan memidanakan pernikahan yang tidak memiliki dokumen resmi. Pernikahan
diatur agar kehidupan masyarakat tidak kacau.

RUU Perkawinan justru untuk memberikan kesadaran kepada masyarakat akan
arti pernikahan. Ada hak dan kewajiban yang harus dipenuhi pria dan wanita.

"Ada hak dan kewajiban. Jadi jangan hanya, maaf ya, dalam tanda kutip
laki-laki jangan sekadar makai saja dong. Tanggung jawabnya di mana dong, lahir
batin dong," ujar Patrialis di sela kunjungan SBY ke LP Perempuan Tangerang,
kemarin.

Tertibkan Penyimpangan

Kemudian anggota legislatif memandang pernikahan tanpa disertai dokumen
resmi seperti nikah siri, kawin kontrak dan sebagainya sudah seharusnya
ditiadakan. RUU Nikah Siri dibuat untuk tertibkan penyimpangan perkawinan.

"Kita perlu minta masukan orang yang ahli, karena aturan ini juga dibuat
untuk menertibkan penyimpangan terjadi selama ini," ujar anggota Komisi VIII
Jazuli Juwaini kepada wartawan di DPR, Jakarta, kemarin.

Aturan mengenai nikah siri ini, menurut dia, bagian undang-undang agama
dan perkawinan di era Presiden Soeharto dulu. "Saya setuju dengan undang-undang
itu, aturan itu boleh dibuat agar tidak ada pihak yang dirugikan," kata dia.

2 Juta Nikah

Tingginya angka perceraian di Indonesia menjadi alasan akan diaturnya
pencatatan pernikahan secara resmi. Setiap tahun 200 ribu orang cerai.

"Dari 2 juta orang nikah setiap tahun se-Indonesia, orang cerai 200 ribu
per tahun se-Indonesia," ujar Dirjen Bimas Islam Kemennag Nasaruddin Umar,
kemarin.

Menurut Nasaruddin, RUU sudah dirancang sebelum tahun 2006. Kemennag juga
sudah berkonsultasi dengan para tokoh. "Ya itu kan baru draf, nanti disepakati,"
kata dia. n DTC/U-


Selengkapnya...

Sanksi Hukum Menanti Pelaku Nikah Siri

Media : http://www.hariansumutpos.com
Edisi : Wednesday, 17 February 2010, 07:38 AM


Tekad pemerintah menggolkan RUU tentang Hukum Materil Peradilan Agama Bidang Perkawinan sudah bulat. UU yang mempidanakan pelaku nikah siri, kawin kontrak dan pernikahan tanpa dokumen resmi tidak terganggu penolakan sejumlah ulama dan ormas Islam.

”Kebijakan yang dibuat pemerintah ini merupakan suatu bentuk perlindungan terhadap warga negara, khususnya kaum perempuan dan anak-anak yang selama ini jadi korban nikah siiri,” ujar Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama Nasaruddin Umar.
Dalam RUU yang baru sampai di meja Setneg ini, nikah siiri dianggap sebagai perbuatan ilegal. Pelakunya bisa dipidanakan dengan sanksi penjara 3 bulan dan denda 5 juta rupiah.


Seperti dijelaskan Nasaruddin Umar, RUU itu akan memperketat pernikahan siiri, kawin kontrak, dan poligami. Pelaku tiga jenis pernikahan ilegal itu akan dipidanakan. Sanksi akan diberlakukan untuk pihak mengawinkan dan dikawinkan secara nikah siiri, poligami, dan kawin kontrak
Tingginya angka perceraian di Indonesia menjadi alasan akan diaturnya pencatatan pernikahan secara resmi. Setiap tahun 200 ribu orang cerai. “Dari 2 juta orang nikah setiap tahun se-Indonesia, orang cerai 200 ribu per tahun se-Indonesia,” ungkap Nasaruddin Umar.

Menurut Nasaruddin, RUU tentang Hukum Materiil Peradilan Agama Bidang Perkawinan sudah dirancang sebelum tahun 2006. Kemenag juga sudah berkonsultasi dengan para tokoh.
Dalam RUU itu, lanjut Nasaruddin, bagi yang melakukan pernikahan tanpa pencatatan resmi, maka akan terancam denda minimal 6 bulan-3 tahun dan pidana maksimal Rp6 juta-12 juta. Namun denda dan pidana itu bisa saja bertambah tergantung kesepakatan DPR dengan Kemenag.

“Ya itu kan baru draf, nanti disepakati,” katanya. Hingga kini, RUU Perkawinan yang mengatur pencatatan pernikahan secara resmi sudah setahun berada di Sekretariat Negara (Setneg). Kementrian Agama (Kemenag) menganggap wajar RUU yang masih bertengger di Setneg.

“Itu (draf RUU setahun di Setneg) normal. Ada yang lima tahun,” kata Nasaruddin.
Menteri Agama Suryadhrama Ali mengatakan RUU Nikah Siiri baru draf awal dari Departemen Agama (Depag) berupa rancangan. Draf tersebut nanti akan dibahas di DPR sehingga akan muncul pandangan-pandangan, alasan-alasan, filosofis yuridis dari persoalan nikah siiri tersebut. “Saya tak tahu akan disetujui atau tidak. Kalau disetujui seperti apa nanti mungkin hukumannya administratif. Misalnya, yang sudah nikah siiri harus mengumumkan ke publik dan denda sekian, jadi belum definitif,” papar dia di sela-sela kunjungan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di LP Anak Tangerang.

Saat ini, DPR telah bersiap membahas RUU Perkawinan yang membahas pernikahan tanpa dokumen resmi tersebut. DPR pun akan mengumpulkan pakar dan ahli untuk membahas itu.
“Kita akan undang para pakar, ahli, antara lain tokoh masyarakat,” ujar Ketua Komisi VIII Abdul Kadir Kading. Kadir mengaku DPR hingga kini belum menerima draf RUU Perkawinan itu. Ia akan terlebih dulu mengecek prolegnas tahun ini.
Kadir belum bisa menilai lebih jauh tentang RUU Perkawinan itu. Namun menurutnya, nikah siiri maupun kawin kontrak itu dimungkinkan dalam hukum agama.

“Karena fakta di masyarakat kawin kontrak banyak terjadi. Tapi di Sukabumi ada suatu kampung di mana turisnya banyak datang untuk kawin kontrak. Itu yang jadi persoalan,” katanya.
Anggota Komisi VIII dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Jazuli Juwaini setuju peraturan tersebut diundangkan. “Saya setuju aturan boleh dibuat agar tidak ada pihak yang dirugikan, tapi nanti jangan ada kesan kriminalisasi orang yang melaksanakan syariat agama tertentu,” ujarnya di Gedung DPR.
Dia mengatakan, aturan itu bagian dari revisi Undang-Undang Agama, termasuk Undang-undang Perkawinan yang dibuat zaman Presiden Soeharto. “Nah sekarang sudah masuk prolegnas dan sedang dibahas,” ungkapnya.

Dalam pembahasannya, kata Jazuli, hal itu perlu penyesuaian seperti meminta masukan dari orang yang memang ahli. “UU itu sudah lama ada dan sudah selayaknya direvisi untuk menyesuaikan dengan perkembangan. Aturan itu dibuat untuk menertibkan beberapa penyimpangan yang ada selama ini,” paparnya.
Soal kriteria pidana, menurut Jazuli, harus dipertegas. Maksudnya jangan asal pidana, namun melihat situasi dan kondisi kenapa seseorang itu memilih nikah siiri.
Sedangkan Guru Besar Fakultas Hukum dan Syariah Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Abdul Gani Abdullah menyatakan, aturan tentang pidana kurungan bagi orang yang menikah siiri harus dielaborasi. Sebab, di satu sisi, menikah itu adalah jalan yang benar, tetapi kenapa dihukum? Di sisi lain, penghukuman dilakukan bagi yang menikah siiri karena ada aturan negara yang dilanggar
Guru besar emeritus Universitas Airlangga JE Sahetapy berpendapat lain, Menurutnya, hukuman pidana yang ditetapkan pemerintah terhadap pelaku nikah siiri melanggar hak asasi manusia.

“Saya tidak setuju, nanti lama-lama orang bohong dipidanakan. Itu kan hak seseorang, kalau sudah suka sama suka tidak bisa dong,” katanya seusai menghadiri peluncuran buku Beragama, Berkeyakinan, dan Berkonstitusi, di Hotel Century, Jakarta.
Dia juga mengatakan, peraturan terhadap pranata perkawinan seharusnya diatur oleh institusi agama bukan pemerintah. “Kalau pemerintahnya larang, berarti agamanya itu sudah impoten, agamanya yang harus larang, bukan pemerintah yang larang,” ujarnya.

MUI: Perempuan Jangan Tertipu
Pernikahan di bawah tangan atau banyak dipahami orang sebagai nikah siiri menjadi wacana dalam pembahasan rancangan Undang-Undang Hukum Materiil Peradilan Agama Bidang Perkawinan. Pembahasan RUU ini terkait dengan Program Legislasi Nasional 2010 yang diinisiasi pemerintah. Dalam RUU disebutkan bahwa pelaku pernikahan siiri akan dikenai sanksi hukuman pidana.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) tidak mengenal nikah siiri atau nikah kontrak, namun lebih menyebutnya sebagai pernikahan di bawah tangan yang tidak dicatatkan di Kantor Urusan Agama. Menurut MUI, penikahan ini bisa menjadi haram apabila menimbulkan korban. Sedangkan Pimpinan Pusat Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) menyetujui adanya sanksi bagi pelaku pernikahan siiri, tetapi bentuknya hukuman perdata bukan pidana.
Terkait kepastian hukum tentang pernikahan siiri, faktanya ikatan pernikahan tanpa legalitas ini lebih banyak merugikan pihak istri dan anak. Banyak kasus yang membuktikan dampak buruk pernikahan siiri dan kontrak, seperti ketidakpastian hak, pengabaian, atau bahkan penelantaran.

EL, seorang pemerhati masalah perempuan, mengatakan perempuan cenderung disepelekan, dan lelaki bertindak semaunya terhadap perempuan yang dinikahinya tanpa catatan legalitas. Kekerasan fisik dan seksual kemudian menjadi dampak yang paling sering terjadi dari pernikahan siiri.
Motifnya bisa beragam. EL menjelaskan tiga faktor yang seringkali melandasi pernikahan siiri. Uang, daya tarik fisik, dan rayuan. Dan, tak hanya perempuan lugu yang kurang akses informasi yang menjadi korban.
Perempuan berpendidikan dengan pengetahuan cukup pun bisa terpedaya, terutama karena faktor uang, kemapanan yang akarnya kembali kepada keinginan untuk hidup nyaman dan mewah. Sementara alasan lelaki menikahi siiri pasangannya lebih banyak karena ketidakpuasan dari istri sahnya. Ketidakpuasan itu umumnya terkait dengan fisik istrinya dan juga seksual.

Dalam pernikahan siiri, baik perempuan (yang cenderung sebagai korban) maupun lelaki menyadari tindakan mereka dan sebagian tahu benar resikonya. Meski begitu, EL mengatakan, perempuan yang sadar resiko nikah siiri akhirnya tak tahan dengan kondisinya. Kemudian mereka melarikan diri dari situasi tersebut. Bagi korban perempuan lain yang tertipu oleh si lelaki (seringkali lelaki mengaku lajang sebelum mengajak nikah siiri), pengacuhan, penelantaran, dan kekerasan kemudian menjadi dampak negatif dari nikah siiri.

“Kebanyakan perempuan yang tertipu dengan pernikahan siiri akan kesulitan mencari pasangan yang menelantarkannya, karena tidak pernah ada informasi yang pasti tentang identitasnya. Korban yang sedang hamil dari pernikahan siiri juga mengalami kekerasan fisik. Dampak seperti ini terjadi setelah pernikahan dengan lama waktu yang tak tentu, dan korban semakin menemukan kejanggalan dalam hubungan mereka. Akhirnya perempuan ditinggalkan atau meninggalkan lelakinya karena sudah tak tahan dengan kondisinya,” papar EL kepada Kompas Female.

Istri dari pernikahan siiri cenderung lebih dijadikan pelampiasan sang suami dari problematika kehidupan kesehariannya. Kekerasan fisik paling sering didapatkan korban, di luar pemenuhan kebutuhan lain atas permintaan dari suami. Kondisi perempuan yang menikah siiri cenderung mengikuti keinginan pasangan lantaran motif awal pernikahan mereka, kata EL.

Perempuan dihadapkan dengan berbagai resiko dan kebanyakan menjadi korban pernikahan siiri. Pemahaman yang mendalam tentang hak perempuan, perubahan mindset tentang hidup dalam kemewahan, serta kultur yang menempatkan perempuan pada posisi subordinan seperti menuruti kata orang lain dan kebergantungan terhadap pasangan, menjadi sebagian akar masalahnya.

Tidak adil jika kemudian dampak negatif dari pernikahan siiri digeneralisasi terjadi kepada semua pelakunya. Namun kasus yang terjadi membuktikan bahwa perempuan cenderung mengalami ketidakadilan. Lebih lagi tak adanya ikatan hukum yang bisa menjadi alat untuk mengadukan dan menyelesaikan kasus di meja hijau.(net/bbs)







Selengkapnya...

PKS Setuju RUU Nikah Siri

Media : http://myzone.okezone.com
Edisi : Selasa, 2/16/2010 3:53 AM


Anggota Komisi VIII dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Jazuli Juwaini angkat bicara soal kontroversi RUU Nikah Siri yang akan mempidanakan para pelakunya.
JAKARTA - Anggota Komisi VIII dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Jazuli Juwaini angkat bicara soal kontroversi RUU Nikah Siri yang akan mempidakan para pelakunya.
"Saya setuju aturan boleh dibuat agar tidak ada pihak yang dirugikan, tapi nanti jangan ada kesan kriminalisasi orang yang melaksanakan syariat agama tertentu," ujarnya di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (16/2/2010).
Dia mengatakan, aturan itu bagian dari revisi Undang-Undang Agama, termasuk Undang-undang Perkawinan yang dibuat zaman Presiden Soeharto. "Nah sekarang sudah masuk prolegnas dan sedang dibahas," ungkapnya.


Dalam pembahasannya, kata Jazuli, hal itu perlu penyesuaian seperti meminta masukan dari orang yang memang ahli. "UU itu sudah lama ada dan sudah selayaknya direvisi untuk menyesuaikan dengan perkembangan. Aturan itu dibuat untuk menertibkan beberapa penyimpangan yang ada selama ini," paparnya.
Soal kriteria pidana, menurut Jazuli, harus dipertegas. Maksudnya jangan asal pidana, namun melihat situasi dan kondisi kenapa seseorang itu memilih nikah siri.
Sebelumnya, Menteri Agama Suryadhrama Ali mengatakan RUU Nikah Siiri baru draf awal dari Departemen Agama (Depag) berupa rancangan. Draf tersebut nanti akan dibahas di DPR sehingga akan muncul pandangan-pandangan, alasan-alasan, filosofis yuridis dari persoalan nikah siri tersebut.
"Saya tak tahu akan disetujui atau tidak. Kalau disetujui seperti apa nanti mungkin hukumannya administratif. Misalnya, yang sudah nikah siri harus mengumumkan ke publik dan denda sekian, jadi belum definitif," papar dia di sela-sela kunjungan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di LP Anak Tangerang.
By muhammad.ramdan


Selengkapnya...

Kamis, 18 Februari 2010

RUU Nikah Siri Untuk Tertibkan Penyimpangan Perkawinan

Media : detiknews.com
Edisi : Selasa, 16 Februari 2010, 17:24 WIB


Jakarta - Pernikahan tanpa disertai dokumen resmi seperti nikah siri, kawin kontrak dan sebagainya sudah seharusnya ditiadakan. RUU nikah siri dibuat untuk tertibkan penyimpangan perkawinan.

"Kita perlu minta masukan orang yang ahli, karena aturan ini juga dibuat untuk menertibkan penyimpangan terjadi selama ini," ujar anggota Komisi VIII Jazuli Juwaini kepada wartawan di gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (16/02/2010).


Aturan mengenai nikah sirih ini, menurutnya bagian undang-undang agama dan perkawinan di era Presiden Soeharto dulu. Sehingga ketika ini mulai dibahas dan menjadi proglenas bukanlah hal yang baru.

"Saya setuju dengan undang-undang itu, aturan itu boleh dibuat agar tidak ada pihak yang dirugikan," tegasnya.

Pembahasan undang-undang diharapkan tidak menimbulkan kesan kriminalisasi bagi masyarakat yang melaksanakan syariat agama tertentu.

"Maka dari itu dalam pembahasannya alangkah lebih baik meminta masukan dari yang ahli dan kriteria pidananya dipertegas," kata anggota dari fraksi PKS ini.






Selengkapnya...

PKS Bicara Nikah Siri

Media : http://vivanews.com
Edisi : Selasa, 16 Februari 2010, 13:55 WIB
Rubrik : Nasional


Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) pada dasarnya setuju dengan usulan peraturan itu.

VIVAnews - Pidana pelaku nikah siri atau nikah di bawah tangan menuai pro dan kontra. Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) pada dasarnya setuju dengan usulan peraturan yang belum disahkan itu.

"Tapi nanti jangan ada kesan kriminalisasi orang yang melaksanakan syariat agama tertentu," kata anggota Komisi VIII DPR Bidang Agama Jazuli Juwaeni di Gedung DPR, Jakarta, Selasa 16 Februari 2010.


Menurut mantan calon gubernur Banten ini, peraturan itu dibuat agar tidak ada satu pun pihak yang dirugikan dalam pelaksanaan nikah siri. Maka itu, PKS setuju bila ada revisi rancangan undang-undang yang dinilai sudah 'jadul' itu.

"Nanti dalam pembahasannya memang perlu menyesuaikan, meminta masukan orang yang memang ahli, misalnya ulama. Memang undang-undang perkawinan itu sudah lama ada, dan sudah selayaknya direvisi," kata anggota DPR dari daerah pemilihan Banten III ini.

Jazuli menilai, revisi itu untuk menyesuaikan dengen perkembangan. Yang perlu diingat, kata dia, peraturan itu dibuat untuk menertibkan beberapa penyimpangan yang ada selama ini.

"Soal kriteria bagaimana pelaku bisa dipidanakan juga perlu diperjelas. Itu memang harus jelas dan tegas," kata dia.

Aturan baru dalam RUU Hukum Materiil Peradilan Agama -- yang bisa memidanakan para pelaku nikah siri alias nikah di bawah tangan, menuai kontroversi. Direktur Jenderal Bimas Islam Departemen Agama, Nazaruddin Umar menjelaskan alasan pemidanaan.

"Kalau tidak dipidana, mungkin tidak ada penjeraan. Maka akan seperti sekarang ini, tidak berubah," kata dia kepada wartawan di Hotel Santika, Selasa 16 Februari 2010.

Sementara, Komisi Nasional untuk Hak Asasi Manusia menilai rencana pemidanaan atas pelaku nikah siri sudah berlebihan. Pemerintah dinilai melanggar batas privasi warga negara.
ismoko.widjaya@vivanews.com
• VIVAnews

Selengkapnya...

Rabu, 10 Februari 2010

Kenaikan Setoran Haji Ditolak DPR

Harian Seputar Indonesia
Kamis, 4 Februari 2010
Berita Utama, Hal : 12

JAKARTA (SI)-DPR menolak rencana Kementerian Agama (Kemenag) menaikkan setoran awal haji tahun 2010 sebesar Rp5 juta dari Rp20 juta tahun lalu menjadi Rp25juta.

Alasan menaikkan untuk menekan waiting list (daftar tunggu) bagi calon jamaah haji agar tidak meningkat secara tajam dinilai bukan cara yang efektif. "Mestinya pemerintah melakukan komunikasi dengan Pemerintah Arab Saudi agar kuota jamaah Indonesia ditambah," tandas anggota Komisi VIII DPR Jazuli Juwaini saat dihubungi Seputar lndonesia kemarin.

Menurut Jazuli, berapa pun kenaikan biaya haji tidak akan berpengaruh terhadap niat calon jamaah untuk menunaikan niatnya beribadah ke Tanah Suci. Saat ini yang paling penting dipikirkan adalah bagaimana uang setoran dari calon jamaah dikelola secara baik dan transparan.


"Bagi jamaah yang sudah punya niat berangkat haji, berapa pun biayanya pasti akan dibayar. Orang yang berangkat haji kan pasti dari kalangan sudah mampu. Jadi, percuma saja Kemenag menaikkan setoran awal haji. Ini jelas tidak akan menyelesaikan masalah, Harusnya Kemenag kelola saja uang setoran yang sudah masuk. Mau diapain uang itu,"katanya.

Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kementerian Agama Slamet Riyanto menegaskan, keinginan Kemenag menaikkan setoran awal haji bukanlah tanpa alasan. Menurut dia, hingga saat ini daftar tunggu calon jamaah sudah mencapai 800.000 orang.

"Langkah ini hanya untuk mengerem jumlah waiting list . Lagi pula haji itu kan bagi orang yang mampu. Memang kenaikan ini baru disampaikan Pak Menteri (Menteri Agama Suryadharma Ali) saat Rakernas kemarin. Rencananya Pak Menteri akan menjelaskan ke DPR melalui rapat dengar pendapat (RDP)," ujar Slamet kemarin.

Sementara itu, Sekretaris Ditjen Penyelenggaraan Haji Kementerian Agama, Abdul Ghofur Djawahir merespons usulan DPR agar pemerintah melakukan komunikasi dengan Pemerintah Arab Saudi terkait menambah kuota jamaah haji. Dia menegaskan, hal itu bukan cara yang gampang.

"Soal kuota penambahan jamaah itu melalui keputusan OKI (Organisasi Konferensi Islam). Jadi, kami tidak bisa asal meminta tambahan kuota. Lagi pula Arafah dan Mina itu kan sempit. Kalau terlalu terbanyak bisa saling berdesakan dan terjepit. Indonesia pernah punya pengalaman soal itu. Bahkan yang meninggal mencapai 631 orang," papar Ghofur kemarin.

Diketahui, Kemenag menetapkan setoran awal biaya haji tahun 2010 naik sebesar Rp5 juta menjadi Rp25juta. Untuk biaya haji khusu juga dinaikkan USD1.000 dari USD3.000 tahun lalu menjadi USD4.000. Kenaikan ini hanya berlaku bagi calon jamaah yang baru mendaftar. Untuk calon jamaah yang sudah membayar setoran awal Rp20juta tidak perlu menambah Rp5 juta. Rencananya jika sudah siap, Maret mendatang ketetapan tersebut akan diberlakukan.

Anggota Komisi VIII DPR Muhammad Arwani Thomafi sebelumnya mengatakan, DPR belum mengetahui rencana kenaikan setoran awal biaya haji tersebut. Komisi VIII,ujar dia, akan meminta penjelasan Menag terkait hal ini.

"Kami akan mencoba minta penjelasan soal ini. Selama ini, evaluasi pelaksanaan haji 2009 juga belum dilakukan. Kami juga akan minta evaluasiini dilakukan," papar Arwani, Menurut dia, kenaikan setoran awal biaya haji harus diimbangi dengan optimalisasi pelayanan yang diberikan terhadap jama'ah. (nurul huda)




Selengkapnya...

17 Juta Anak Terlantar

Harian Seputar Indonesia
Kamis, 28 Januari 2010


JAKARTA (SI)--Sekitar 17 juta anak masuk dalam kategori telantar dan hampir telantar yang belum tertangani secara maksimal. Kondisi tersebut mengakibatkan anak-anak itu rentan mengalami kekerasan, diskriminasi dan eksploitasi.

Direktur Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, Kementerian Sosial, Makmur Sunusi mengatakan anak yang mengalami kasus keterlantaran (anak terlantar) tercatat sebanyak 5.406.400 jiwa atau 6,76 persen dari total jumlah anak. Sedangkan anak hampir terlantar 12.287.600 jiwa atau 15,38 persen. Sehingga total anak terlantar dan hampir terlantar mencapai 17.694.000 atau 22,14 persen.


Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2006 menyebutkan bahwa jumlah anak Indonesia usia dibawah 18 tahun mencapai 79.898.000 orang atau hampir 36 persen dari jumlah penduduk Indonesia.

“Kondisi ini harus kita perhitungkan untuk mendapat prioritas. Kalau tidak maka di masa depan berakibat terjadi ancaman kehilangan generasi. Kemampuan kita dalam keunggulan kompetitif akan berkurang sehingga kita hanya akan mengandalkan pada keunggulan komparatif,” kata Makmur Sanusi saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VIII DPR RI di Jakarta kemarin.

Makmur menambahkan selain anak terlantar, berdasarkan data dari Pusat Data dan Informasi Kementerian Sosial tahun 2008, terdapat anak yang berhadapan dengan hukum sebanyak 189.075 jiwa, anak dengan kecacatan 295.763 jiwa, anak korban kekerasan 182.406 jiwa, anak yang bekerja 5.201.1452 jiwa dan anak jalanan 232.894 jiwa.

Selain itu, berdasarkan data secara nasional yang terlaporkan kepada Komnas Perlindungan Anak menunjukkan selama periode Januari hingga Juni 2008, tercatat sebanyak 21.872 anak yang menjadi korban kekerasan fisik dan psikis di lingkungan sosialnya.

Direktur Pelayanan Sosial Anak Kementerian Sosial, Harry Hikmat mengatakan umumnya pelaku kekerasan terhadap anak, sesuai laporan yang dikumpulkan dari Lembaga Perlindungan Anak yang ada di provinsi dan kabupaten/kota, sebagian besar adalah orang terdekat yakni keluarga atau tetangga, pengasuh dan orang dewasa lainnya.

Harry membeberkan lembaga perlindungan anak di daerah melaporkan selama periode Januari-Juni 2008 sebanyak 12.726 anak menjadi korban kekerasan seksual dari orang terdekat mereka seperti orang tua kandung/tiri/angkat, guru, paman, kakek dan tetangga.

Berdasarkan data dari Komnas Perlindungan Anak, kasus penculikan anak pada 2006 sebanyak 87 kasus, 2007 (40 kasus) dan 2009 meningkat menjadi 102 kasus. Motif penculikan lebih disebabkan perebutan anak dan perdagangan anak karena motif ekonomi.

Terkait data perdagangan anak yang dilansir IOM pada 2009 tercacat sebanyak 859 jiwa menjadi korban, terdiri dari perdagangan anak domestic sebanyak 352 anak dan perdagangan internasional sebanyak 507 anak.

Sementara anggota Komisi VIII DPR, Jazuli Juwaeni mengatakan koordinasi lintas departemen dan kepolisian mutlak diperlukan untuk membongkar sindikat kekerasan dan perdagangan perempuan dan anak.

“Kementerian Sosial harus memiliki data akurat mereka yang rentan terhadap kejahatan, khususnya anak-anak jalanan. Bareskrim Polri juga harus mampu mengendus titik-titik rawan kejahatan, mempelajari modus, dan melakukan penegakan hukum yang serius,” kata Jazuli.

Oleh karena itu, lanjut anggota fraksi PKS DPR ini, dibutuhkan keseriusan, kewaspadaan dan kerja terkoordinasi dan sistematis antara berbagai pihak. “Jangan-jangan ini hanyalah fenomena gunung es. Karena itu mutlak dibutuhkan koordinasi. Inilah pentingnya RDP semacam ini dilakukan secara kontinyu,” katanya. (nurul huda)
Selengkapnya...

 

Pemikiran Jazuli

Photobucket
Kerukunan antarumat beragama perlu dirawat. Merawatnya dengan berbagai macam cara, tapi yang terpenting cara itu harus didasari atas kesadaran bersama untuk menjaga segala potensi yang merusak bangunan kerukunan. Oleh karena itu setiap umat beragama harus menyadari bahwa kunci utama merawat bangunan itu adalah dengan saling berinteraksi dan berkomunikasi secara terbuka dan dialogis baik secara informal maupun secara formal.
Baca Selengkapnya ...

Pengunjung

Pilgub Banten 2011

Pilgub Banten 2011

Kalender

Lawan Korupsi

Photobucket