H. Jazuli Juwaini, Lc. MA

.

Jumat, 29 Januari 2010

Komisi VIII Minta Pemerintah Serius Tangani Kekerasan dan Kejahatan Terhadap Perempuan dan Anak

Media : http://myzone.okezone.com
Edisi : Kamis, 28 Januari 2010


JAKARTA - Seiring dengan merebaknya kasus kejahatan terhadap perempuan dan anak, Komisi VII DPR RI meminta departemen terkait beserta jajaran kepolisian untuk meningkatkan kesiapsiagaan dan keseriusan dalam upaya perlindungan terhadap mereka. Hal ini mengemuka dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi VIII dengan Dirjen Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial, Deputi Perlindungan Anak KPP dan PA, Kementerian Sosial, Komisi Perlindungan Anak Indonesia, dan Bareskrim Mabes Polri (Kamis, 28/1/2010).


Jazuli Juwaini di sela-sela rapat tersebut menyatakan bahwa koordinasi lintas departemen dan kepolisian mutlak diperlukan untuk membongkar sindikat kekerasan dan perdagangan perempuan dan anak. “Departemen Sosial harus memiliki data akurat mereka yang rentan terhadap kejahatan, khususnya anak-anak jalanan. Sementara Bareskrim Polri harus mampu mengendus titik-titik rawan kejahatan, mempelajari modus, dan melakukan penegakan hukum yang serius,” kata Jazuli.

Jazuli menyayangkan maraknya kejahatan, khususnya terhadap anak, yang terungkap setelah korbannya demikian banyak. “Kasus Babe membelalakkan mata betapa lemahnya upaya pencegahan yang dilakukan aparat. Setelah korbannya mencapai 12 orang baru ketahuan,” ungkap Jazuli miris.

Apa yang bisa dipelajari dari kasus tersebut, menurut Anggota FPKS ini, bahwa dibutuhkan keseriusan, kewaspadaan, dan kerja terkoordinasi dan sistematis antara berbagai pihak. “Jangan-jangan ini hanyalah fenomena gunung es. Karena itu mutlak dibutuhkan koordinasi. Inilah pentingnya RDP semacam ini dilakukan secara kontinyu,” ungkap Jazuli.

Jazuli Juwaini mendukung program Departemen Sosial yang mentargetkan pada 2011 bebas anak jalanan. Harus tercermin di dalam program tersebut upaya pendataan, perlindungan, dan pemberdayaan anak-anak jalanan sehingga mereka tidak kembali ke habitatnya di jalanan yang menjadikan mereka rentan terhadap kejahatan dan kekerasan. Kepada Bareskrim Polri, Jazuli berpesan, agar serius melakukan upaya pencegahan sebelum rantai kejahatan terhadap anak-anak semakin merajalela.


Selengkapnya...

Rabu, 27 Januari 2010

Komisi VIII: Depag Harus Susun Grand Design Pendidikan Islam

Media : http://myzone.okezone.com
Edisi : Selasa, 26 Januari 2010


JAKARTA - Komisi VIII DPR RI menekankan pentingnya grand design pendidikan Islam yang komprehensif dan berkesinambungan. Hal itu mengemuka pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VIII dengan Dirjen Pendidikan Islam Depag RI (Selasa, 26/1/2010).

Jazuli Juwaini, Anggota Komisi VIII (FPKS) mempertanyakan evaluasi dan capaian program dari Dirjen Pendidikan Islam Depag mengingat lonjakan anggaran direktorat ini yang mencapai Rp. 22,970 Trilyun dari tahun 2006 yang hanya mencapai Rp. 4,783 Trilyun.


“Apa yang dicapai oleh pendidikan Islam dengan kenaikan anggaran yang demikian fantastis. Dirjen harus memaparkan prestasi yang sudah diraih, seperti dari aspek pengentasan dikdas 9 tahun, peningkatan kualitas madrasah dan pesantren, peningkatan kualitas pendidikan tinggi Islam, utamanya dalam aspek kurikulum dan daya saing,” kata Jazuli dalam forum RDP tersebut.

Sayangnya, menurut Jazuli, kondisi madrasah, pesantren, dan perguruan tinggi Islam hari ini masih memprihatinkan, baik dari segi infrastruktur dan fasilitas maupun dari segi kurikulum, kualitas pengajar, dan daya saing. “Mayoritas lembaga pendidikan Islam masih kalah jauh bersaing dengan lembaga pendidikan umum di bawah Diknas. Ini realitas,” kata Jazuli menegaskan.

Oleh karena itu, Jazuli menegaskan pentingnya evaluasi komprehensif capaian dan prestasi pendidikan Islam dan selanjutnya dirumuskan satu grand design: arah pembangunan pendidikan Islam selama 5 tahun, 10 tahun, hingga 25 tahun yang akan datang.

“Grand design ini penting dibuat dan dijalankan secara berkesinambungan agar bangsa yang mayoritas muslim ini optimis menatap masa depan pendidikan Islam yang fundamental bagi pembentukan karakter bangsa,” ungkap Jazuli optimistis.

Selengkapnya...

Selasa, 26 Januari 2010

DPR Bentuk Panja Honorer

Harian Seputar Indonesia
Selasa, 26 Januari 2010
Rubrik Nasional, Hal 4


(SI)-DPR membentuk panitia kerja (panja) tenaga honorer untuk mendalami tersendatnya pengangkatan ribuan tenaga honorer menjadi calon pegawai negeri sipil (CPNS). Padahal, pemerintah dan DPR telah sepakat pada 2009 seluruh tenaga honorer sudah diangkat menjadi pegawai negeri.
Ketua Komisi II DPR Burhanuddin Napitupulu mengatakan panja tersebut nantinya berasal dari lintas komisi terkait penanganan tenaga honorer.
"Terhitung hari ini (kemarin), panja akan bertugas selama satu bulan. Kami berharap bisa maksimal kerjanya," kata Burhanudin Napitupulu yang juga pimpinan rapat gabungan Komisi II, VIII, dan X dengan Menag,Mendiknas,Menkeu. Menpan, Mendagri, Menkes, dan Kepala BKN di ruang KK E Gedung Nusantara DPR Jakarta kemarin.
Menurut Burhanudin, hasii kesepakatan pembentukan panja tenaga honorer tersebut rencana-nya akan mengakomodasi CPNS yang teranulir. Selanjutnya, panja juga akan membahas mengenai kesejahteraan guru yang perlu melibatkan gubernur. bupati/wali
kota serta perlunya mengakomodasi guru non APBN/APBD baik pada satuan pendidikan negeri dan swasta.


Sebagaimana diketahui, pemerintah sebelumnya telah menyetujui tuntutan DPR untuk mengangkat tenaga honorer yang mencapai 900.000 menjadi CPNS. Bahkan pemerintah telah menerbitkan PP No 43/2007 yang mengatur pengangkatan tenaga honorer. Dalam PP tersebut yang dimaksud tenaga honorer adalah Tenaga guru, tenaga kesehatan, tenaga penyuluh, dan tenaga teknis lainnya yang sangat dibutuhkan pemerintah.
Sementara Wakil Ketua Rapat Gabungan, Abdul Kadir Karding, menambahkan setidaknya ada empat agenda penting yang akan dibahas oleh panja ini. Di antaranya Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pengangkatan CPNS dari tenaga honorer yang tertinggal.
Ketua Komisi VIII DPR ini menambahkan poin penting lain juga terkait pengangkatan CPNS untuk mengakomodasi hasil keputusan DPR RI pada pertemuan Juli 2008 dan Februari 2009, akomodasi guru swasta yang tidak dibayar oleh APBN/APBD di sekolah negeri maupun swasta. serta masalah peningkatan kesejahteraan guru.
Anggota Komisi VIII DPR Jazuli Juwaeni mengatakan rapat kerja gabungan Komisi II, VII, dan X dengan Menpan,Mendiknas,Menag, Menkeu, Mendagri, dan Menkes menyepakatai pembentukan panja gabungan untuk merinci keputusan politik DPR dan pemerintah untuk menyelesaikan proses pengangkatan tenaga honorer yang tersisa dan menjadi permasalahan selama ini.
"RPP khusus untuk mengakomodasi seluruh tenaga honorer harus sudah diselesaikan pemerintah," kata Jazuli Juwaini di sela-sela rapat gabungan tersebut.
Menurut Jazuli. nantinya panja akan memerinci klasifikasi tenaga honorer yang akan diangkat. Namun, secara prinsip, DPR menegaskan bahwa seluruh tenaga honorer yang tersisa, termasuk guru honorer di lembaga pendidikan swasta (dibiayai non APBN/APBD}, dengan pertimbangan jasa dan pengabdian, mereka harus secepatnya diangkat.
Jazuli menilai kebijakan pengangkatan honorer yang berlarut sehingga menimbulkan masalah dalam pelaksanaannya lebih disebabkan oleh kelemahan pemrintah. Sebelumnya pada tahun 2005 pemerintah menggulirkan kebijakan akan mengangkat secara bertahap sekitar 920.702 sampai dengan tahun 2009.
Hanya saja lanjut Jazuli kebijakan ini tidak didukung dengan database yang baik. "BKN mengandalkan data dari BKD dan selalu diperbaiki setiap tahun sehingga data tenaga honorer menjadi membengkak. Belum lagi perilaku kolutif pejabat yang memasukkan orang-orang dekat dan kerabat. Akumulasi dari semua itu, masih banyak tenaga honorer yang akhirnya tercecer dan tidak terangkat sebagaimana dijanjikan," katanya.
Atas permasalahan tersebut, menurut Jazuli, DPR RI mengambil ketetapan dan memerintahkan kepada pemerintah untuk segera menuntaskan pengangkatan seluruh tenaga honorer secepatnya. Kerangka legalnya dalam bentuk PP ditarget harus selesai dalam sebulan.
Menanggapi pembentukan panja tersebut, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi EE Mangindaan mengatakan bahwa pihaknya akan mengkoordinasikan hal itu dengan kementerian serta lembaga terkait. (nurul huda)

Selengkapnya...

Pemerintah Dinilai Tak Serius Tuntaskan Masalah Guru Honorer

http://www.tempointeraktif.com
Senin, 25 Januari 2010 | 11:31 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta -Pemerintah dinilai tidak serius menuntaskan permasalahan status guru honorer.

Pasalnya, dalam rapat gabungan tiga komisi Dewan Perwakilan Rakyat hari ini (25/1), tiga menteri Kabinet Indonesia Bersatu jilid II yakni Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, dan Menteri Kesehatan tak menghadiri undangan.

“Ini memang mengundang pertanyaan mengapa para Menteri tersebut tak datang, padahal rapat ini sangat penting,” kata ketua rapat gabungan, Priyo Budi Santoso di ruang Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat, Senin (25/1).


Rapat gabungan ini mempertemukan komisi II, VIII, dan X Dewan Perwakilan Rakyat dengan para menteri yang terkait dengan penyelesaian nasib guru honorer.

Selain tiga menteri yang tak hadir, rapat juga memanggil Menteri Pendidikan Nasional, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara, Menteri Agama, Kepala Badan Pusat Statistik, dan Kepala Badan Kepegawaian Nasional.

Tampak di antara peserta rapat Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, Anny Ratnawati, serta perwakilan Menteri Keuangan, Direktur Jenderal Kekayaan Negara, Hadiyanto.

Anggota Komisi VIII DPR, Zulkarnaen Jabar mengatakan persoalan guru honorer sudah lama terkatung-katung. “Tapi sangat disayangkan Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri tak hadir, tentu ini akan membawa konsekuensi keputusan rapat kita hari ini dipertanyakan,” ujarnya.

Dia mendesak rapat ditunda karena tanpa Menteri Keuangan, rapat ini tak akan menghasilkan apapun. “Rapat hari ini adalah memutuskan berapa guru honorer yang bisa diangkat, itu terkait anggarannya.”

Anggota Komisi VII dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Jazuli Juwaeni menilai sebaliknya. Nasib guru honorer justru akan terkatung-katung kalau rapat ini ditunda.

“Ada atau tidak menterinya, kita harus putuskan hari ini nasib guru honorer. Kalau perlu, jika ada menteri yang mengelak keputusan hari ini kita usulkan saja agar diresuffle/copot jabatan,” katanya.

Hingga berita ini diturunkan, rapat belum berhasil memutuskan apakah pembahasan agenda hari ini dilanjutkan atau tidak.

AGOENG WIJAYA | DIAH NURMALA

Selengkapnya...

Senin, 25 Januari 2010

Pergeseran Kiblat Masjid Tak Perlu Diresahkan

Minggu, 24 Januari 2010 - 06:30 wib
http://news.okezone.com

JAKARTA (SI) - Komisi VIII (bidang agama,sosial,dan pemberdayaan perempuan) DPR berharap masalah pergeseran arah kiblat ribuan masjid di Tanah Air tidak meresahkan umat muslim.

DPR meminta Kementerian Agama merespons cepat fenomena ini. Ketua Komisi VIII DPR Abdul Kadir Karding membenarkan adanya arah kiblat masjid mengalami pergeseran.Pergeseran arah kiblat ini terjadi karena ada temuan dengan metode ukur satelit (Teodolip). Karding meminta Kementerian Agama menurunkan tim untuk mengecek dan membenarkan informasi tersebut. ”Memang sedang terjadi pergeseran arah kiblat beberapa masjid di Indonesia. Rata-rata terjadi pergeseran 0,7 sampai dengan 1 derajat,” papar Karding saat dihubungi Seputar Indonesia kemarin.


Salah satu ketua DPP PKB ini meminta umat Islam tidak resah dengan adanya informasi tersebut. Anggota Komisi VIII DPR Jazuli Juwaeni mengatakan,Komisi VIII sudah minta Dirjen Bimas Islam untuk melakukan langkah-langkah pendataan dan perbaikan.Hal ini sangat penting agar tidak menimbulkan keragu-raguan di masyarakat.“ Karena ini menyangkut arah salatnya umat muslim, Kementerian Agama harus cepat merespons ini,”tandasnya. Menurut Jazuli banyaknya arah kiblat masjid yang salah atau bergeser lebih disebabkan karena cara tradisional yang sering digunakan untuk menentukannya.“Bisa juga karena akibat seringnya gempa bumi, lalu jadi bergeser.Tapi saya kira karena cara-cara tradisional yang dipakai untuk menentukan arah kiblat masjid itu sehingga banyak terjadi kesalahan,” ujar Jazuli.

Diberitakan sebelumnya,sebanyak 320.000 atau 40% dari 800.000 jumlah masjid seluruh Indonesia mengalami pergeseran arah kiblat. Salah satu penyebabnya adalah bergesernya lempeng bumi dan musibah gempa bumi bertubi-tubi yang melanda Tanah Air. Direktur Urusan Agama Islam Kementerian Agama Rohadi Abdul Fatah mengatakan, angka tersebut diperoleh dari hasil penelitian Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo yang menunjukkan adanya pergeseran arah kiblat dari ratusan ribu masjid tersebut.

Namun,Kepala Pusat Pemanfaatan Sains Atmosfer dan Iklim Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) Thomas Djamaludin membantah informasi itu.“Informasi itu tidak benar.Kalaupun memang arah kiblat salah, kemungkinan disebabkan dari penentuan saf di dalam masjid yang tidak sesuai dengan kiblat,” ujarnya. (nurul huda/khusnul huda)(Koran SI/Koran SI/hri)

Selengkapnya...

Diprotes, Razia Dubur Batal

Media http://www.harian-global.com
Friday, 22 January 2010 10:29

Rencana razia yang akan dilakukan oleh Dinas Sosial (Dinsos) Jakarta, dibantu Kepolisian RI dan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) terhadap anak jalanan, dalam hal ini khususnya (bagian) dubur mereka, memunculkan gelombang protes. Setelah para aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), protes serupa juga datang dari kalangan wakil rakyat di Senayan. "Apalagi ustilahnya itu, razia dubur. Ini kan sudah tidak etis dan justru mendiskreditkan korban," kata anggota Komisi VIII DPR RI, Jazuli Juwaini di Jakarta, Kamis (21/1).


Jazuli menilai, realitas anak jalanan tidak bisa disikapi dengan kebijakan razia. Lebih umum lagi, istilah razia pun semestinya juga jangan dipakai lagi. Menurutnya, harus ada kebijakan pemberdayaan yang efektif untuk mengentaskan anak jalanan yang rentan terhadap kejahatan, termasuk kejahatan seksual. "Jangan hanya ditangkap, didata, lalu dilepas lagi dan kembali menjadi anak jalanan. Kalau seperti itu mereka tetap saja rentan terhadap kejahatan. Harusnya didata, dibina, dan diberdayakan dengan diberikan pendidikan atau pelatihan sehingga tumbuh motivasi untuk berprestasi," sebutnya.


Protes-protes ini akhirnya membuat Departeman Sosial (Depsos) RI memerintahkan Dinsos Jakarta membatalkan program itu. Namun pemeriksaan tetap dilakukan. "Bukan dalam konteks razia, melainkan pemeriksaan kesehatan. Kami mengirim 24 relawan dan pekerja sosial yang disebar di delapan," ujar Direktur Pelayanan Sosial Anak dan Rehabilitasi Depsos Harry Hikmat di Jakarta, kemarin. Menurut Harry, relawan sosial itu akan mendata dan mengidentifikasi anak jalanan melalui teknik wawancara persuasif. Dengan cara itu, diharapkan anak jalanan akan lebih menerimanya dan tidak melanggar HAM. "Mereka bisa menceritakan kondisi mereka termasuk apakah mereka pernah menjadi korban kekerasan seksual atau tidak. Jika ada, kita periksa kondisi kesehatan yang bersangkutan."


Dikemukakan Harry lebih lanjut, Depsos akan melapor polisi jika ada pemeriksaan tersebut didapati pengakuan perihal kekerasan seksual. "Jika dalam wawancara ada anak yang menyebut dirinya pernah menjadi korban tindak kekerasan seksual, itu akan kita laporkan ke polisi. Jadi sekarang polisi bertindak di belakang saja, tidak ikut turun ke lapangan," tandasnya.


Pengakuan Babe


Dari perkembangan kasus sodomi yang dirangkai pembunuhan dan mutilasi oleh Baekuni alias Babe (49), penyelidik mengungkap dua korban lain psikopat ini.


Kepala Satuan Kejahatan dan Kekerasan Polda Metro Jaya, AKBP Nico Afinta di Jakarta, kemarin, menjelaskan, setelah menyodomi, membunuh dan memutilasi Irwan Imran di Kampung Bayan, Kutoarjo, Purworejo, Jawa Tengah, Babe membawa potongan kepala bocah 12 tahun itu ke Terminal Kampung Rambutan, Jakarta Timur. "Korban Irwan dibunuh dengan cara dicekik, kemudian dimutilasi menjadi 3 bagian. Potongan badan dan pinggang korban, diletakkan Babe di bawah pohon di desa tersebut. Tubuh Irwan ditemukan pada 1999 lalu," paparnya.


Sedangkan korban lain, Ardi, juga 12 tahun, diakui Babe dihabisi dan dimutilasi lantas ditanam di sawah milik keluarganya di Magelang. "Tubuh Ardi dipotong menjadi 3 bagian yakni kepala, pinggang dan tubuh," kata AKBP Nico Afinta. Ardi, yang dibunuh pada tahun 2004 silam, adalah anak jalanan yang dibawa Babe dari Stasiun Manggarai ke Magelang. "Kita masih akan menyelidiki. Sejauh ini korban Babe 10 orang."

Selengkapnya...

Razia Anak Jalanan Tidak Etis & Bukan Solusi

http://myzone.okezone.com
Kamis, 21 Januari 2010

JAKARTA - Pro kontra razia terhadap anak jalanan mendapatkan tanggapan dari Komisi VIII DPR RI yang menangani masalah kesejahteraan social termasuk masalah anak jalanan.

Jazuli Juwaini, anggota Komisi VIII (FPKS) menilai langkah razia tersebut tidak tepat dan sama sekali bukan solusi yang baik.

“Apalagi ada istilah razia dubur, hal ini tidak etis dan justru mendeskriditkan korban, sehingga bisa dikategorikan melanggar hak-hak anak jalanan,” ungkap Jazuli dalam siaran pers, Kamis (21/1/2010).


Jazuli menegaskan bahwa realitas anak jalanan tidak bisa disikapi dengan kebijakan razia.

“Istilah razia jangan dipakai lah, apalagi razia dubur, sangat tidak etis,” kata Jazuli. Menurutnya kesejahteraan anak-anak jalanan merupakan tanggung jawab negara dan mereka dilindungi oleh konstitusi. “Jadi istilah razia haram dipakai untuk anak jalanan. Lebih tepat pakai istilah edukasi atau pemberdayaan,” Jazuli berargumen.

Lebih lanjut Jazuli mengungkapkan bahwa harus ada kebijakan pemberdayaan yang efektif untuk mengentaskan anak jalanan yang rentan terhadap kejahatan, termasuk kejahatan seksual. “Jangan seperti razia, kesannya hanya ditangkap, didata, lalu dilepas lagi dan kembali menjadi anak jalanan. Kalau seperti itu mereka tetap saja rentan terhadap kejahatan,” ungkap Jazuli.

“Model razia seperti itu sama sekali bukan solusi dan pemerintah bisa dikatakan sengaja menelantarkan anak jalanan. Harusnya didata, dibina, dan diberdayakan dengan diberikan pendidikan atau pelatihan sehingga tumbuh motivasi untuk berprestasi,” ungkap Jazuli panjang lebar.

Jazuli Juwaini mengatakan dengan tegas agar jangan sampai anggaran negara untuk kesejahteraan rakyat menguap begitu saja tanpa ada perubahan status masyarakat miskin, termasuk anak jalanan. “Harusnya kan setiap tahun bisa kita evaluasi. Berapa data anak jalanan, berapa anggaran untuk memberdayakan mereka, dan berapa yang statusnya berubah tidak lagi menjadi anak jalanan,” lanjut Jazuli.

Oleh karena itu, Jazuli meminta ada kerjasama sinergis antar-departemen termasuk aparat kepolisian dan pemda dalam menangani masalah anak jalanan. “Jangan sampai polisi menangkap-nangkapi anak jalanan dengan razianya. Padahal ada program pemerintah melalui Depsos atau Diknas untuk memberdayakan mereka. Sekali lagi program pemberdayaan harus dikedepankan ketimbang kriminalisasi terhadap mereka,” kata Jazuli menegaskan pendapatnya.


Selengkapnya...

Media : http://myzone.okezone.com
Rabu, 20 Januari 2010


JAKARTA - Keprihatinan terkait minimnya anggaran menyeruak saat RDP Komisi VIII dengan Dirjen Bimbingan Agama Islam (Bimas Islam). Hal ini merupakan tanggapan atas presentasi Dirjen Bimas Islam Prof. Dr. Nasarudin Umar dalam RDP dengan agenda evaluasi program dan anggaran 2009/2010, Rabu (20/1/2010).

Jazuli Juwaini, Anggota Komisi VIII (FPKS), menyoroti dukungan anggaran Dirjen Bimas Islam yang hanya sekitar 143 Milyar atau 0,5 persen dari total anggaran Depag. “Saya setuju peningkatan anggaran, khususnya untuk bantuan sarana ibadah,” kata Jazuli.


“Muara dari masalah moral, korupsi dan kejahatan, adalah pada kedekatan seseorang dengan Tuhannya. Oleh karena itu harus difasilitasi dengan sarana ibadah yang memadai,” imbuh Jazuli.

Namun demikian Jazuli memberikan penekanan agar bantuan jangan sekadar aspek fisiknya melainkan juga meliputi pembinaan dan pengelolaan sarana ibadah.

Optimalisasi Potensi Zakat
Pada kesempatan tersebut, Jazuli juga mempertanyakan jumlah potensi zakat yang terhimpun selama ini, berapa trilyun, dan bagaimana pengelolaannya.

“Potensi zakat dan filantropi umat Islam sangat besar. Yang ditunggu hari ini dari pengelola zakat baik lembaga pemerintah maupun NGO adalah program pemberdayaannya,’ kata Jazuli.

“Dirjen Bimas Islam harus mempelopori program pemberdayaan zakat yang lebih efektif dalam rangka merubah status kaum duafa (mustahiq) menjadi sejahtera. Bimas Islam harus menjadi ‘imam’ bagi lembaga-lembaga zakat agar potensi zakat yang dihimpun dapat dikelola bagi pemberdayaan umat,” imbuh Jazuli.

Jazuli Juwaini berharap Dirjen Bimas Islam membuat program-program yang atraktif dan menarik sekaligus menggugah kesadar umat. “Sekadar ilustrasi, Dirjen Bimas Islam dapat mencanangkan program satu hari dalam sebulan stop merokok bagi umat Islam. Jika umat Islam yang merokok ada 50 juta, sehari mengkonsumsi rokok Rp. 5.000,- saja, maka efektif bisa terkumpul Rp. 250 Milyar,” kata Jazuli.

“Dengan program yang atraktif sekaligus efektif, saya yakin Bimas Islam bisa menghimpun potensi dana umat untuk mensubsidi kebutuhan dana bantuan bagi kepentingan umat. Sehingga tidak harus bergantung pada APBN karena APBN kita juga terbatas,” kata Jazuli. “Dengan begitu dana pembangunan sarana ibadah bisa di-cover. Tidak perlu lah umat ini ngecrek di pinggir jalan untuk membangun masjid mereka.”

Jazuli Juwaini juga mempertanyakan besar dana yang dihimpun dari proses administrasi pernikahan yang besarnya sekitar Rp. 30 ribu per-berkas. “Bagaimana pengelolaan dana Penerimaan Negara Bukan Pajak tersebut?, tanya Jazuli.

Jazuli berpendapat bahwa biaya tersebut dapat ditingkatkan. “Katakanlah, Rp. 50 ribu atau Rp. 75 ribu, tetapi tegas tidak ada dana lain yang dikeluarkan mereka yang mau menikah, misalnya tidak perlu memberi amplop bagi petugas KUA. Implikasinya kesejahteraan petugas KUA juga ditingkatkan. Sementara dana yang dihimpun dapat digunakan untuk meningkatkan program bantuan yang dikelola Bimas Islam termasuk bantuan sarana ibadah” imbuh Jazuli.


Selengkapnya...

Program Pelayanan Sosial Depsos Harus Kreatif & Inovatif

Media : http://myzone.okezone.com
Selasa, 18 Januari 2010


JAKARTA - Komisi VIII DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan jajaran Direktur Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial (Yahrensos) Departemen Sosial guna membahas capaian dan evaluasi program, kebijakan, dan anggaran Dirjen Yahrensos Depsos.

Dalam kesempatan tersebut, Dirjen Yahrensos Makmur Sunusi, Ph.D menjelaskan pentingnya dukungan anggaran dan komitmen bersama DPR untuk merealisasikan program-program pelayanan dan rehabilitasi sosial mengingat hal ini menyentuh jantung persoalan yang menghimpit masyarakat lemah.


Dirjen Yahrensos menyayangkan kecilnya dukungan anggaran selama ini, pada menurutnya, dari 21 isu yang ditangani Depsos, 14 isu digarap langsung oleh Dirjen Yahrensos, tetapi anggaran untuk Dirjen ini justru yang paling kecil. Dirjen juga mengeluhkan dikuranginya anggaran Dirjen Yahrensos 2010 menjadi Rp697 miliar dari tahun sebelumnya sebesar Rp698 miliar.

Menanggapi hal tersebut, Jazuli Juwaini, MA dalam Rapat tersebut mengatakan bahwa soal penurunan anggaran itu harus ditanyakan pada intern Depsos, karena terkait penyerapan anggaran di tahun sebelumnya. “Jika penyerapan rendah, maka jangan salahkan Dewan jika anggaran akan dikurangi,” katanya.

Namun lebih lanjut Jazuli menyakinkan jajaran Dirjen Yahrensos, “Persoalan penambahan anggaran itu sangat mungkin asal Pak Dirjen dapat menyakinkan Komisi VIII terkait program-programnya. Saya yakin jika program pemberdayaan sosial itu genuine, kreatif, inovatif, dan memiliki dampak besar bagi pemberdayaan masyarakat kurang mampu, dukungan anggaran akan optimal.”

Jazuli Juwaini menekankan pentingnya pendidikan dan pelatihan bagi para penyandang masalah social. Menurutnya, dengan pendidikan dan pelatihan mereka dapat mandiri sehingga terberdaya dan keluar dari permasalahannya.

“Misalnya, anak-anak cacat, mereka harus terus didik dan dilatih keterampilannya dalam melukis, menyanyi, dan lain-lain. Lalu hasil karya mereka diapresiasi dan diekspose. Pasti orang-orang kaya akan tersentuh hatinya dan membeli karya-karya mereka yang luar biasa di tengah keterbatasan fisik mereka,” terang Jazuli.

“Demikian juga dengan penangan anak jalanan dan gelandangan. Harusnya mereka tidak sekadar ditangkap lalu dilepas lagi. Pasti jadi gelandangan lagi. Mereka harus didik dan dilatih, dan Depsos harus bekerja lintas Departemen bekerjasama dengan Diknas misalnya, melalui Program Pendidikan Luar Sekolah,” terang Jazuli.

Persoalan modal usah juga menjadi catatan Jazuli, “Setelah memperoleh pendidikan dan pelatihan, kasih mereka modal untuk mandiri. Dengan 2 juta rupiah, 1 juta untuk bikin gerobak, 1 juta lagi untuk modal awal, saya yakin kehidupan mereka akan lebih baik.”

Hanya dengan program yang kreatif dan inovatif seperti yang ia contohnya tersebut, menurut Jazuli, program-program Depsos akan dapat menyejahterakan masyarakat dalam arti sesungguhnya, dan tidak sekadar lip service. “Dukungan anggaran pun akan sangat mudah diberikan DPR. Saya yakin itu,” tutup Jazuli.


Selengkapnya...

Rabu, 20 Januari 2010

Anggaran untuk Rakyat Jangan Kalah dengan Dana Century

http://fpks-dpr.or.id
Rabu, 20/01/2010 13:41:11

Fraksi-PKS Online: Anggota Komisi VIII DPR, Jazuli Juwaeni mendukung seratus persen peningkatan anggaran untuk Program Keluarga Harapan (PKH) dalam rangka pengentasan keluarga sangat-sangat miskin (SSM) di Indonesia. “Masa’ anggaran untuk rakyat banyak kalah dengan dana Century,” selorohnya dalam dengar pendapat dengan Direktorat Jenderal Bantuan dan Penjaminan Sosial Departemen Sosial di gedung DPR, Rabu (20/1).


PKH merupakan program yang dicanangkan pemerintah dengan realisasi dana pada 2009 saja mencapai Rp. 1,3 triliun. "Jangankan naik 5 kali lipat, kalau perlu 10 kali lipat kita naikkan anggaran yang 1,3 Trilyun itu," tambah Jazuli.

"Jelas-jelas program ini untuk untuk pengentasan keluarga SSM (sangat-sangat miskin). Bandingkan dengan dana talangan Century yang 6,7 Trilyun, atau anggaran pengadaan mobil baru pejabat. Lalu kenapa untuk rakyat miskin kita tolak atau kurangi," tutur dia berargumen.
Namun demikian Jazuli Juwaini memberikan syarat dan catatan krusial terhadap pelaksanaan PKH. Pertama, soal data harus diperbaiki sehingga benar-benar akurat. "Di republik ini sudah biasa, giliran data indikator pembangunan data kemiskinan turun, tapi giliran pengajuan anggaran data orang miskin mendadak naik," sindirnya.

Kedua, PKH harus tepat sasaran dan berfungsi secara produktif untuk tujuan pemberdayaan. "Dirjen Banjamsos harus memiliki database lengkap nama dan alamat penerima PKH yang dapat dipertanggung jawabkan kepada publik."

Ketiga, PKH tidak boleh tumpang tindih dengan program departemen lain. "PKH harus fokus dan sinergis dengan program departemen lain, misal dengan bantuan pendidikan yang ditangai Diknas atau bantuan kesehatan yang ditangani Depkes."

Keempat, PKS harus terukur keberhasilannya. "Harus ada indikator yang jelas, yaitu harus dapat merubah status masyarakat penerima dari sangat-sangat miskin menjadi sejahtera dalam jangka waktu yang telah ditentukan."

Dengan demikian PKH benar-benar dirasakan manfaatnya oleh masyarakat dan menjadi program andalan pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan. "Saya yakin kalau syarat tersebut dipenuhi, tidak ada satu pun dewan yang menolak kenaikan anggaran PKH," pungkas Jazuli.

Selengkapnya...

Program Pelayanan Sosial Depsos Harus Kreatif dan Inovatif

http://fpks-dpr.or.id
Selasa, 19/01/2010 13:40:11

Fraksi-PKS Online: Anggota Komisi VIII DPR RI, Jazuli Juwaeni meminta Direktorat Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial (YANREHSOS) Departemen Sosial mengadakan program pemberdayaan sosial yang orisional, kreatif, inovatif, dan memiliki dampak besar bagi pemberdayaan masyarakat kurang mampu agar dukungan anggaran dari DPR dapat optimal.

"Persoalan penambahan anggaran itu sangat mungkin asal Pak Dirjen dapat meyakinkan Komisi VIII terkait program-programnya," kata Jazuli dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Dirjen Yanrehsos Depsos, Makmur Sunusi beserta jajajarannya di gedung dewan, Senin (18/1).


Makmur Sunusi dalam kesempatan itu menjelaskan pentingnya dukungan anggaran dan komitmen bersama DPR untuk merealisasikan program-program pelayanan dan rehabilitasi sosial mengingat hal ini menyentuh jantung persoalan yang menghimpit masyarakat lemah.

Namun, Makmur juga menyayangkan kecilnya dukungan anggaran selama ini. Dia mengatakan , dari 21 isu yang ditangani Depsos, 14 isu digarap langsung oleh Dirjen Yanrehsos, tetapi anggaran untuk Dirjen ini justru yang paling kecil. Dia pun mengeluhkan dikuranginya anggaran Dirjen Yanrehsos tahun 2010 menjadi Rp. 697 Milyar dari tahun sebelumnya sebesar Rp. 698 Milyar.

Menanggapi hal tersebut, Jazuli mengatakan bahwa terjadinya penurunan anggaran Yanrehsos harus ditanyakan pada internal Depsos, karena terkait penyerapan anggaran di tahun sebelumnya. "Jika penyerapan rendah, maka jangan salahkan Dewan jika anggaran akan dikurangi," imbuhnya.

Disamping hal itu, terkait program, Jazuli menekankan pentingnya pendidikan dan pelatihan bagi para penyandang masalah sosial. Menurutnya, dengan pendidikan dan pelatihan mereka dapat mandiri sehingga terberdaya dan keluar dari permasalahannya.

"Misalnya, anak-anak cacat, mereka harus terus didik dan dilatih keterampilannya dalam melukis, menyanyi, dan lain-lain. Lalu hasil karya mereka diapresiasi dan diekspose. Pasti orang-orang kaya akan tersentuh hatinya dan membeli karya-karya mereka yang luar biasa di tengah keterbatasan fisik mereka," terang Jazuli.

"Demikian juga dengan penangan anak jalanan dan gelandangan. Harusnya mereka tidak sekadar ditangkap lalu dilepas lagi. Pasti jadi gelandangan lagi. Mereka harus didik dan dilatih, dan Depsos harus bekerja lintas Departemen bekerjasama dengan Diknas misalnya, melalui Program Pendidikan Luar Sekolah," paparnya.

Persoalan modal usaha juga menjadi catatan Jazuli, "Setelah memperoleh pendidikan dan pelatihan, kasih mereka modal untuk mandiri. Dengan 2 juta rupiah, 1 juta untuk bikin gerobak, 1 juta lagi untuk modal awal, saya yakin kehidupan mereka akan lebih baik," usul dia.

Hanya dengan program yang kreatif dan inovatif seperti yang disebutkan, Jazuli menambahkan, program-program Depsos akan dapat menyejahterakan masyarakat dalam arti sesungguhnya, dan tidak sekadar lip service. "Dukungan anggaran pun akan sangat mudah diberikan DPR. Saya yakin itu," tandas dia.

Selengkapnya...

Program Pelayanan Sosial Depsos Harus Kreatif & Inovatif

http://myzone.okezone.com
Selasa, 18 Januari 2010


JAKARTA - Komisi VIII DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan jajaran Direktur Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial (Yahrensos) Departemen Sosial guna membahas capaian dan evaluasi program, kebijakan, dan anggaran Dirjen Yahrensos Depsos.

Dalam kesempatan tersebut, Dirjen Yahrensos Makmur Sunusi, Ph.D menjelaskan pentingnya dukungan anggaran dan komitmen bersama DPR untuk merealisasikan program-program pelayanan dan rehabilitasi sosial mengingat hal ini menyentuh jantung persoalan yang menghimpit masyarakat lemah.


Dirjen Yahrensos menyayangkan kecilnya dukungan anggaran selama ini, pada menurutnya, dari 21 isu yang ditangani Depsos, 14 isu digarap langsung oleh Dirjen Yahrensos, tetapi anggaran untuk Dirjen ini justru yang paling kecil. Dirjen juga mengeluhkan dikuranginya anggaran Dirjen Yahrensos 2010 menjadi Rp697 miliar dari tahun sebelumnya sebesar Rp698 miliar.

Menanggapi hal tersebut, Jazuli Juwaini, MA dalam Rapat tersebut mengatakan bahwa soal penurunan anggaran itu harus ditanyakan pada intern Depsos, karena terkait penyerapan anggaran di tahun sebelumnya. “Jika penyerapan rendah, maka jangan salahkan Dewan jika anggaran akan dikurangi,” katanya.

Namun lebih lanjut Jazuli menyakinkan jajaran Dirjen Yahrensos, “Persoalan penambahan anggaran itu sangat mungkin asal Pak Dirjen dapat menyakinkan Komisi VIII terkait program-programnya. Saya yakin jika program pemberdayaan sosial itu genuine, kreatif, inovatif, dan memiliki dampak besar bagi pemberdayaan masyarakat kurang mampu, dukungan anggaran akan optimal.”

Jazuli Juwaini menekankan pentingnya pendidikan dan pelatihan bagi para penyandang masalah social. Menurutnya, dengan pendidikan dan pelatihan mereka dapat mandiri sehingga terberdaya dan keluar dari permasalahannya.

“Misalnya, anak-anak cacat, mereka harus terus didik dan dilatih keterampilannya dalam melukis, menyanyi, dan lain-lain. Lalu hasil karya mereka diapresiasi dan diekspose. Pasti orang-orang kaya akan tersentuh hatinya dan membeli karya-karya mereka yang luar biasa di tengah keterbatasan fisik mereka,” terang Jazuli.

“Demikian juga dengan penangan anak jalanan dan gelandangan. Harusnya mereka tidak sekadar ditangkap lalu dilepas lagi. Pasti jadi gelandangan lagi. Mereka harus didik dan dilatih, dan Depsos harus bekerja lintas Departemen bekerjasama dengan Diknas misalnya, melalui Program Pendidikan Luar Sekolah,” terang Jazuli.

Persoalan modal usah juga menjadi catatan Jazuli, “Setelah memperoleh pendidikan dan pelatihan, kasih mereka modal untuk mandiri. Dengan 2 juta rupiah, 1 juta untuk bikin gerobak, 1 juta lagi untuk modal awal, saya yakin kehidupan mereka akan lebih baik.”

Hanya dengan program yang kreatif dan inovatif seperti yang ia contohnya tersebut, menurut Jazuli, program-program Depsos akan dapat menyejahterakan masyarakat dalam arti sesungguhnya, dan tidak sekadar lip service. “Dukungan anggaran pun akan sangat mudah diberikan DPR. Saya yakin itu,” tutup Jazuli.


Selengkapnya...

Kamis, 07 Januari 2010

Program Depsos Jangan Basa-basi

Harian Seputar Indonesia
Sabtu, 2 Januari 2010
Kolom Nasional, Halaman 2

JAKARTA (SI)-Anggota Komisi VIII DPR Jazuli Juwaini meminta program Departemen Sosial (Depsos) tidak sekadar basa-basi dalam menyelesaikan masalah sosial masyarakat.
Namun, hingga saat ini DPR menilai kinerja Depsos dibawah Menteri Sosial Salim Segaf Aljufri dalam program 100 hari cukup bagus dan sukses. Depsos dinilai banyak melakukan terobosan program terkait kesejahteraan rakyat.


" Saya kira cukup bagus dan perlu diapresiasi. Ke depan diharapkan program Depsos tidak sekadar basa-basi, tapi harus betul-betul bisa menyelesaikan masalah sosial yang saat ini ada," katanya. (nurul huda)

Selengkapnya...

Dana Abadi Umat Akan Diatur Undang-undang

Sumber Koran Tempo
Senin, 4 Januari 2010
Kolom Nasional, Hal A7


JAKARTA — Komisi Agama, Sosial dan Pemberdayaan Perempuan Dewan Perwakilan Rakyat segera membahas Rancangan Undang-Undang Pengelolaan Dana Abadi Umat. "Kami memutuskan lembaga keuangan haji dan pengelolaan Dana Abadi Umat dibuat undang-undang," kata Ketua Komisi Agama, Sosial, dan Pemberdayaan Perempuan DPR Abdul Kadir Karding kemarin.
Tujuannya, kata Karding, untuk memperjelas penggunaan dana di lembaga keuangan haji dan Dana Abadi Umat. la juga memastikan bahwa itu akan dibahas dalam DPR periode ini. "Sudah masuk Program Legislasi Nasional, kok," kata dia. Pembahasannya ada kemungkinan akan dibahas setelah masa reses DPR.
Komisi Pemberantasan Korupsi juga mendesak Departemen Agama memperbaiki pengelolaan Dana Abadi Umat. Komisi menemukan sembilan "bolong" dalam pengelolaan dana senilai Rp 1,7 triliun tersebut. Salah satunya adalah pemanfaatan dana yang tanpa dasar hukum.
Anggota Komisi Agama DPR, Jazuli Juwaini, juga menilai pengelolaan Dana Abadi Umat memang perlu diatur dalam undang-undang. Tujuannya supaya penggunaan dana lebih mudah dikontrol. Selain itu, fungsi dana bisa lebih dirasakan oleh umat Islam. Selama ini, kata Jazuli, penggunaan dana itu masih belum jelas.


la mencontohkan mantan Menteri Agama Said Agil Husein al Munawar, yang ditahan karena menggunakan dana tersebut. Selain itu, dia menilai Dana Abadi Umat sering digunakan untuk kondangan para pejabat Departemen Agama. "Dana Abadi milik umat, bukan milik pejabat," ujar Jazuli kemarin.
Jazuli juga menilai Dana Abadi Umat tak dikelola dengan baik karena ada ketakutan mengalami nasib seperti yang menimpa Said Agil. Padahal dana itu bisa digunakan dengan lebih baik, misalnya me-ningkatkan perekonomian dan kesejahteraan umat. "Sangat sayang kalau dana besar ini diendapkan begitu saja," ujar politikus Partai Keadilan Sejahtera ini.
Undang-undang, kata dia, harus mengatur sejauh mana Dana Abadi Umat bisa digunakan. Bisa saja uang itu diinvestasikan, tapi harus ada jaminan jumlah pokoknya tak boleh berkurang. "Perlindungan ini harus ada dalam undang-undang," katanya.
Menurut dia, undang-undang nantinya juga perlu mengatur pembentukan semacam badan pengawas pengelolaan dana abadi. Badan pengawas ini bisa terdiri atas berbagai unsur, seperti pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dan organisasi massa. Badan ini akan mengawasi dan mengevaluasi penggunaan dana. "Supaya penggunaan dana itu tak semaunya sendiri," ujarya.*DIANING
Selengkapnya...

Gus Dur Layak Pahlawan

Sumber Koran Tempo
Sabtu, 2 Januari 2010
Headline, Halaman 1

Golkar mendukung, dengan syarat Soeharto juga diberi.

JAKARTA — Dorongan agar pemerintah segera memberikan gelar pahlawan nasional kepada raendiang Abdurrahman Wahid terus mengalir. Dua partai politik, yakni Partai Kebangkitan Bangsa dan Partai Persatuan Pembangunan, memelopori dukungan itu.
Dewan Pimpinan Pusat PKB bahkan akan raengajukan surat resmi pengusulan itu pada Senin pekan depan. "Kami akan rumuskan suratnya, lalu segera mengirimnya secara resmi kepada pemerintah," kata Wakil Sekretaris Jenderal PKB Marwan Jafar kemarin.
Menurut Marwan, pemerintah harus menyematkan gelar pahlawan nasional kepada Presiden RI keempat itu atas sumbangsihnya yang besar kepada bangsa. "Beliau peletak dasar pluralisme, humanisme, dan demokrasi," kata Marwan tentang tokoh yang akrab dipanggil Gus Dur itu.


Mantan Ketua Umum Nahdlatul Ulama itu dinilai tak hanya milik satu kelom-pok masyarakat tertentu. "Gus Dur milik rakyat."
Selain sumbangan pemikiran dan jasanya sebagai mantan presiden, Marwan melanjutkan, dorongan dari masyarakat luas yang menginginkan Gus Dur (almarhum) diberi gelar pahlawan sangat besar. "Gerakan dari Facebooker juga menginginkan hal yang sama," Marwan menyebut salah satu dorongan itu.
Di jejaring Facebook juga muncul usulan untuk mengabadikan nama Abdurrahman Wahid sebagai nama jalan, bandar udara, atau stadion olahraga.
Wakil Sekretaris Jenderal PPP Roma hurmuziy mengatakan Gus Dur telah berperan besar dalam membangun fondasi masyarakat sipil dan toleransi kehidupan beragama. "Gus Dur juga mendorong ter-binanya multikulturalisme dan perda-maian atas dasar humanisme universal," katanya lewat siaran pers. "PPP meng-usulkan kepada pemerintah untuk mem¬berikan gelar pahlawan nasional atas peran Gus Dur."
Usulan itu didukung pula oleh anggota Komisi Sosial Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Jazuli Juwaini. la menyatakan akan mencoba membawa usulan itu dalam rapat kerja dengan Menteri Sosial. "Nanti saya coba sampaikan," katanya.
Jazuli menilai Gus Dur layak diusulkan diberi gelar pahlawan atas perjuangannya yang keras mempertahankan kesatuan negara. Jazuli mencontohkan, dalam konflik Poso, Gus Dur herusaha mencari titik kesamaan antarpihak yang bertikai. "Kalau dilihat Kiprahnya, dia memang layak." Dukungan serupa datang dari PDI Perjuangan, Partai Demokrat, dan Partai Gerindra.
Pendapat agak lain disampaikan Ketua Fraksi Golkar di DPR, Setya Novanto. "Secara pribadi saya mengapresiasi, tapi usulan itu harus dievaluasi dulu oleh partai," ujamya. la lalu menyebutkan peran Gus Dur yang ia anggap telah menzalimi partainya, yang hendak dibubarkan.
Setya melanjutkan, jika nanti Gus Dur ditetapkan sebagai pahlawan, Golkar menginginkan mantan presiden Soeharto juga dijadikan pahlawan. "Seharusnya begitu," katanya. "Lepas dari segala kekurangannya, alangkah baiknya apa pun yang sudah dilakukan oleh mantan presiden bisa jadi tonggak sejarah."
Direktur Kepahlawanan, Keperintisan, dan Kesetiakawanan Sosial Departemen Sosial Muchsis Malik mengatakan pihak-nya siap rnemproses usulan gelar pahlawan nasional untuk Gus Dur. "Selama memenuhi syarat," katanya. Syarat itu antara lain harus mendapat rekomendasi dari pemerintah daerah dan diusulkan oleh perorangan atau organisasi. Peran tokoh yang diusulkan juga telah diseminarkan. Dwi Riyanto/Pramono/Amirullah/Tomi

Selengkapnya...

 

Pemikiran Jazuli

Photobucket
Kerukunan antarumat beragama perlu dirawat. Merawatnya dengan berbagai macam cara, tapi yang terpenting cara itu harus didasari atas kesadaran bersama untuk menjaga segala potensi yang merusak bangunan kerukunan. Oleh karena itu setiap umat beragama harus menyadari bahwa kunci utama merawat bangunan itu adalah dengan saling berinteraksi dan berkomunikasi secara terbuka dan dialogis baik secara informal maupun secara formal.
Baca Selengkapnya ...

Pengunjung

Pilgub Banten 2011

Pilgub Banten 2011

Kalender

Lawan Korupsi

Photobucket