H. Jazuli Juwaini, Lc. MA

.

Kamis, 25 Maret 2010

VAKSIN JEMAAH HAJI, Semut-Gajah Berebut Fatwa

Media : Majalah Tempo
Edisi : 22-28 Maret 2010
Rubrik : Politik, Hal : 34 dan 35


LAMAT-lamat suara lelaki dalam bahasa Inggris menerobos keluar dari celah pintu Ruang Nias Hotel Borobudur, Jakarta, Jumat pekan lalu. Ruangan itu penuh orang, sebagian pengunjung tak kebagian kursi. Dilangsungkan secara tertutup, pertemuan bertajuk Meningitis Expert Meeting itu terselip di antara seminar dan pameran medis Kursus Penyegar dan Penambahan Ilmu Kedokteran yang diadakan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. "Oh, itu bukan punya kami," kata Fiona, panitia acara dari UI.

Tak seperti acara lainnya, papan informasi acara itu tak menyebut identitas penyelenggara. Seorang yang mengikuti rapat bercerita bahwa di dalam tengah berlangsung presentasi tentang vaksin meningitis buatan PT Novartis Indonesia. Turut mendengarkan penjelasan itu: utusan dari Majelis Pertimbangan Kesehatan dan Syarak Kementerian Kesehatan, Majelis Ulama Indonesia, serta Badan Pengawas Obat dan Makanan.


Menjelang dimulainya tender pengadaan vaksin meningitis untuk jemaah haji pada April mendatang, perusahaan farmasi gencar menggalang lobi. Salah satunya: rapat diam-diam di Hotel Borobudur itu. Nilai proyek pengadaan vaksin ini, menurut Kepala Pusat Kesehatan Haji Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan Wan Alkadri, sekitar Rp 20 miliar.

Sejak pemerintah Arab Saudi mewajibkan jemaah calon haji disuntik vaksin antiradang selaput otak-sebagai syarat memperoleh visa-pemerintah memang ekstrasibuk. Setiap tahun ada sekitar 200 ribu calon haji. Selain itu, ada 70 ribu orang yang berumrah dan lebih dari 150 ribu tenaga kerja Indonesia yang membutuhkan vaksinasi agar bisa masuk Arab Saudi.

Pada dekade 1990, pemerintah menggunakan vaksin Mencevax ACWY buatan GlaxoSmithKline, sebuah perusahaan asal Belgia. Namun tahun lalu produk ini dianggap haram oleh Majelis Ulama karena proses pembuatannya memakai enzim babi. Namun, karena tak ditemukan vaksin pengganti, Majelis akhirnya menerbitkan fatwa yang membolehkan penggunaan vaksin itu. Syaratnya, vaksin hanya dipakai orang yang berhaji pertama kali atau mereka yang berumrah karena nazar.

Juli mendatang fatwa tersebut mesti diperbarui. Produsen vaksin pun berebut fatwa MUI agar bisa menang tender. "Kami menunggu MUI, kami hanya memilih vaksin yang mendapat fatwa dari mereka," kata Wan Alkadri. Adapun MUI melempar bola panas ke Kementerian Kesehatan. "Kami masih menunggu Kementerian Kesehatan yang menjanjikan akan mencari vaksin yang halal," kata Ketua MUI Amidhan. Tapi, sebulan menjelang tenggat tender pengadaan vaksin, Kementerian Kesehatan belum menemukan vaksin bebas babi.

Tim Majelis Ulama Indonesia yang dipimpin Amidhan pernah mendengar informasi bahwa Tianyuan Bio-Pharmaceutical, perusahaan vaksin terbesar di Cina, tengah membiakkan virus dengan darah kambing. "Darah sifatnya najis tapi halal karena bisa dibersihkan," ujarnya. Juni tahun lalu, serombongan ulama bertandang ke pabrik Tianyuan.

Namun MUI tetap curiga karena ada satu unsur vaksin yang dirahasiakan perusahaan itu. Tak mendapat kejelasan, para kiai pulang dengan tangan hampa. Majelis Ulama akhirnya memutuskan tetap memakai Mencevax ACWY milik Glaxo, tapi diberi embel-embel fatwa darurat.

Hingga kini Amidhan masih berharap Kementerian Kesehatan mau melobi pemerintah Cina agar mengizinkan Majelis Ulama meneliti unsur yang dirahasiakan itu. Kementerian belum bergerak, entah dengan alasan apa. Mereka hanya menyatakan tak menemukan vaksin bebas babi.

Di tengah absennya vaksin bebas babi, Novartis, sebuah perusahaan asal Swiss, mengklaim memiliki Menveo, vaksin berbahan sapi. Perusahaan ini pernah mendapat sertifikat halal dari Islamic Service of Amerika-sebuah lembaga di Amerika Serikat yang mirip MUI. Hanadi Setiarto, Kepala Operasi Komersial Novartis di Indonesia, membenarkan soal pengakuan AS itu.

Menurut Hanadi, medium pengembangbiakan virus bakal vaksin yang dipakai perusahaannya berbahan dasar protein sapi. Penggunaan protein sapi memang lebih mahal dibanding babi. Penyebabnya, hasil pembiakan dengan medium sapi tak sebanyak jika memakai protein babi.

Berbekal klaim bebas babi itu, perusahaan yang baru meluaskan sayap ke bisnis vaksin ini menjajal pasar Indonesia. Novartis-November tahun lalu mengakuisisi 85 persen saham Tianyuan-sebelumnya juga mencoba memasarkan vaksin H1N1. Mereka optimistis meski harus berhadapan dengan Glaxo, yang vaksinnya sudah diakui di 77 negara, termasuk Arab Saudi, Iran, Turki, dan Malaysia.

Penuh percaya diri, November 2009 lalu Novartis menawarkan vaksinnya ke Badan Pengawasan Obat dan Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama. Pada saat hampir bersamaan vaksin yang sama juga diajukan ke Food and Drug Administration di Amerika Serikat. Februari lalu vaksin Novartis dinyatakan lulus di AS. Pekan lalu, "ijazah" kelulusan juga dikeluarkan Uni Eropa. Di Indonesia, nasib Novartis tak jelas. Manajemen Novartis Indonesia enggan berkomentar tentang lambatnya proses perizinan itu.

Sejumlah sumber Tempo mengatakan dokumen Novartis beberapa kali mental. Oleh Kementerian Kesehatan, mereka terus-menerus diminta melengkapi dokumen-termasuk soal sumber bibit vaksin yang dibeli pada 1970-an.

Kementerian Kesehatan tampaknya masih ragu vaksin itu benar-benar bebas babi. "Jangan mengaku halal hanya untuk mematikan industri yang ada," kata Wan. "Kami maunya industri yang ada sekarang memodifikasi saja vaksinnya agar sesuai dengan standar halal."

Sejumlah sumber Tempo menyebut sikap kementerian itu tak lepas dari lobi kencang Glaxo. "Novartis itu semut yang mau melawan gajah," kata seorang sumber di kalangan industri farmasi. Ia bercerita, pada awal Maret lalu Glaxo memboyong pejabat Kementerian Kesehatan dan Majelis Ulama ke pabrik Glaxo di Belgia.
Wan Alkadri membenarkan dirinya diajak menyambangi pabrik Glaxo. Ia beranggapan kunjungan itu diperlukan untuk persiapan pengadaan vaksin. "Lagi pula kami di kementerian hanya user, yang memutuskan kan MUI."

Adapun Amidhan membenarkan adanya perwakilan MUI yang ke Belgia tapi bukan mengunjungi pabrik Glaxo. Amidhan mengaku belum mendengar adanya vaksin bebas babi. Ia menegaskan semua vaksin akan diaudit kembali oleh Lembaga Pengkajian sebelum mendapatkan fatwa MUI.

Manajer Komunikasi Pemasaran Glaxo Indonesia Henny Mansjur tak mau banyak bicara. "Vaksin kan produk etikal, jadi tidak bisa dikomunikasikan secara detail ke publik," ujarnya lewat pesan pendek. Soal kunjungan perwakilan Kementerian Kesehatan dan Majelis Ulama ke Belgia, ia tak menjawab.

Anggota Komisi Agama DPR, Jazuli Juwaini, menyayangkan sikap Kementerian Kesehatan yang menutup pintu. Bagi politikus Partai Keadilan Sejahtera ini, semua alternatif harus ditelusuri tapi tetap hati-hati terhadap klaim sepihak perusahaan farmasi. "Yang jelas, pemerintah harus berusaha lebih keras mencari solusi," katanya. "Masak, tiap tahun umat Islam yang mau berhaji disuntik vaksin babi." Oktamandjaya Wiguna



Selengkapnya...

Selasa, 09 Maret 2010

Bongkar Dugaan Mark Up Anggaran Haji - KOMISI AGAMA DPR BENTUK PANJA HAJI PASCA RESES

Harian Rakyat Merdeka
3 Maret 2010

Komisi VIII DPR tampaknya serius akan membongkar berbagai temuan Indikasi mark up dalam penyelenggaraan Ibadah haji. Sehabis reses Maret ini, Panitia Kerja(Panja) Haji segera akan dlbantuk.

DALAM beberapa kali rapat kerja Komisi VIII DPR, baik dengan Menteri Agama Suryadharma Ali maupun dengan Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh(PHU) Kementerian Agama, soal biaya penyelenggaraan haji terus menerus jadi sorotan.

Selain ongkos naik haji yang terlalu mahal, pelayanan pemerintah dalam menjamu tamu Allah di Tanah Suci juga dinilai minim. Padahal, negeri tetangga bisa menyelenggarakan ibadah haji dengan ongkos murah dan pelayanan prima.


Muhammad Baghowi, anggota Komisi VIII DPR dari Fraksi Demokrat, termasuk yang paling rajin mengkritik kementerian yang dipimpin ketua umum partai berlambang Kabah itu. Menurut dia, ada sejumlah pos anggaran yang masih bisa diefisienkan dan tidak mengurangi kualitas pelayanan dalam penyelenggaraan ibadah haji.

"Beberapa pos yang masih bisa diefisiensi, di antaranya biaya transportasi udara, darat dan biaya catering, Soalnya, ada indikasi duplikasi dan penggelembungan anggaran dari pos-pos tersebut," ungkap Baghowi kepada Rakyat Merdeka di Jakarta, kemarin.

Tak cuma itu, dia juga menemukan sejumlah kejanggalan dalam kontrak kerja antara Kemenag dengan mitra kerja. Untuk itu, sambung dia, berbagai persoalan tersebut harus diusut tuntas dalam Panitia Kerja (panja) Penyelenggaraan Ibadah Haji yang akan dibentuk DPR pasca reses Maret ini.

"Kami akan membentuk panja setelah masa reses, bulan April nanti. Berbagai persoalan ini harus dibongkar dan diperbaiki untuk meningkatkan kualitas pelayanan dalam penyelenggaraan ibadah haji," ujar bekas Dewan Pembina Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) ini.

Terkait ongkos naik haji, fungsionaris DPP Partai Demokrat ini menegaskan, harus ada penurunan biaya. Menurut dia, ongkos naik haji minimal turun Rp 5 juta pada 2010. "Pelaksanaan ibadah haji Malasyia, lebih baik dari Indonesia. Padahal.

Dalam rapat dengar pendapat (RDP) beberapa waktu lalu, Baghowi juga membeberkan alokasi anggaran pada pos haji dinilainya mencurigakan. Yaitu, Sistem Komputerisasi HajiTerpadu (Sis-kohat) yang setiap tahun butuh dana. Pada 2008, sebut dia, Siskohat menghabiskan dana Rp 57 miliar. Pada 2009 menghabiskan anggaran negara Rp 50 miliar. Dan pada 2010 masih membutuhkan dana Rp 15 miliar.

Terkendala Waktu

Hal senada, disampaikan ang¬gota Komisi IX dari Fraksi PKS Jazuli Juwaini, Menurut dia, efisiensi dan evaluasi penyelenggaraan ibadah haji akan diusut tuntas dalam Panja Penyelenggaran Ibadah Haji.

"Kami berniat untuk segera menyelesaikan berbagai persoalan ini, Namun, kami memi-liki kendala waktu sehingga panja baru bisa dibentuk setelah masa reses. Kalau pun dibentuk pekan depan, toh bekerjanya setelah masa reses," ujarnya kepa'da Rak¬yat Merdeka di Jakarta, kemarin.

Terkait efisiensi, Jazuli mengatakan, biaya ibadah haji bisa dikurangi dari pos trnansportasi udara. Pengelola bisa mencari armada alternatif untuk menekan biaya transpottasi ini. Saat ini, kata dia, ada beberapa armada lain yang bisa digunakan untuk me-ngantarkan jamaah ke Tanah Suci.

"Kita tinggal tender ulang dan mengkaji proyek-proyek sebelumnya, Yang penting, efisiensi tidak berdampak terhadap kualitas pelayanan. Bahkan, dengan efisiensi kami berharap pelayanan dapat ditingkatkan," ujarnya.

Sebelumnya, dalam rapat dengar pendapat (RDP) di Gedung DPR/MPR, Jakarta dengan Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh (PHU) Selamet Riyanto, anggota Komisi VIII dari Fraksi PDIP, Adang Ruchiatna Puradiredja menyebutkan dua pos yang penggunaan duitnya mubazir. Pertama, dana untuk sosialisasi dan iklan di media massa yang mencapai Rp. 5 Miliar. Kedua, dana untuk pengolahan data Rp 2 Miliar. ONI

Selengkapnya...

RPP Khusus Pengangkatan Tenaga Honorer Ditarget 1 Bulan

Media : http://myzone.okezone.com
Edisi : 25 Januari 2010

JAKARTA - Rapat Kerja Gabungan Komisi II, VIII, dan X dengan Menpan, Mendiknas, Menag, Menkeu, Mendagri, dan Menkes menyepakati pembentukan Panja Gabungan untuk merinci keputusan politik DPR dan pemerintah, terkait menyelesaikan proses pengangkatan tenaga honorer yang tersisa dan menjadi permasalahan selama ini.

“Keputusan politik DPR yang disetujui semua komisi dan fraksi di DPR adalah, dalam waktu satu bulan, RPP khusus untuk mengakomodir seluruh tenaga honorer harus sudah diselesaikan oleh Pemerintah,” kata Jazuli Juwaini di sela Rapat Gabungan (25/1/2010).


“Untuk proses itu, DPR bersama Pemerintah, sepakat untuk membentuk Panitia Kerja (Panja) yang akan merinci klasifikasi tenaga honorer yang akan diangkat. Namun secara prinsip, DPR menegaskan bahwa seluruh tenaga honorer yang tersisa, termasuk guru honorer di lembaga pendidikan swasta (dibiayai non-APBN/APBD), dengan pertimbangan jasa dan pengabdian, mereka harus diangkat,” lanjut Jazuli menjelaskan.

Menurut Anggota Komisi VIII DPR ini, kebijakan pengangkatan honorer yang berlarut dan menimbulkan masalah dalam pelaksanaannya, sesungguhnya juga karena kelemahan pemerintah.

“Tahun 2005 Pemerintah menggulirkan kebijakan ini. Sekitar 900 ribuan tenaga honorer di berbagai bidang akan diangkat secara bertahap sampai dengan 2009. Namun kebijakan ini tidak didukung dengan database yang baik. BKN mengandalkan data dari BKD dan selalu diperbaiki setiap tahun, sehingga data tenaga honorer menjadi membengkak. Belum lagi perilaku kolutif pejabat yang memasukkan orang-orang dekat dan kerabat. Akumulasi dari semua itu, masih banyak tenaga honorer yang akhirnya tercecer dan tidak terangkat sebagaimana dijanjikan,” papar Jazuli panjang lebar.

Atas permasalahan tersebut, menurut Jazuli, DPR RI mengambil ketetapan dan memerintahkan kepada pemerintah untuk segera menuntaskan pengangkatan seluruh tenaga honorer secepatnya. Kerangka legalnya dalam bentuk PP ditarget harus selesai dalam sebulan.

Menkeu dan Mendagri tidak Hadir
Pembukaan Raker Gabungan yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPR, Priyo Budi Santoso, sempat diwarnai hujan interupsi perihal ketidakhadirian Menkeu, Mendagri, dan Menkes. Sebagian Anggota Dewan meminta penundaan rapat karena pengangkatan tenaga honorer terkait erat dengan anggaran dimana Menkeu yang mengambil keputusan. Namun Jazuli Juwaini menyatakan secara tegas meminta rapat tetap dilanjutkan dan Menteri yang tidak hadir harus mengikuti keputusan Raker Gabungan karena keputusan bersifat mengikat.

Jazuli berpendapat bahwa rapat kerja gabungan seperti ini bukan baru sekali ini, tetapi sudah kesekian kalinya, namun hasilnya belum ada. “Kasihan kalau ribuan tenaga honorer yang menanti kepastian nasibnya harus menunggu-nunggu lagi. Sekarang saja kita lanjutkan Rapatnya dan kita ambil keputusan serta mengikat Menteri yang tidak hadir,” kata Jazuli lantang yang disambut tepuk tangan para penonton sidang yang sebagian besar tenaga honorer.


Selengkapnya...

 

Pemikiran Jazuli

Photobucket
Kerukunan antarumat beragama perlu dirawat. Merawatnya dengan berbagai macam cara, tapi yang terpenting cara itu harus didasari atas kesadaran bersama untuk menjaga segala potensi yang merusak bangunan kerukunan. Oleh karena itu setiap umat beragama harus menyadari bahwa kunci utama merawat bangunan itu adalah dengan saling berinteraksi dan berkomunikasi secara terbuka dan dialogis baik secara informal maupun secara formal.
Baca Selengkapnya ...

Pengunjung

Pilgub Banten 2011

Pilgub Banten 2011

Kalender

Lawan Korupsi

Photobucket