H. Jazuli Juwaini, Lc. MA

.

Kamis, 30 Juli 2009

Pendidikan Untuk Semua

Oleh:
H. Jazuli Juwaini, MA
Anggota DPR RI dari Fraksi PKS


Realitas pendidikan Indonesia hari ini belum menunjukkan prestasi yang menggembirakan. Hal ini bisa dilihat dari segi pemerataan akses pendidikan dan dari kualitas mutu pendidikan yang berdampak pada daya saing sdm hasil pendidikan.

Dari segi pemerataan, kenyataannya, mayoritas rakyat belum bisa terlayani atau terjangkau pemerataan pendidikan secara baik khususnya di kalangan ekonomi menengah dan miskin. Bahkan, kalau dicermati, pendidikan di Indonesia masih berpihak pada orang-orang yang secara ekonomi tergolong mampu untuk menikmati fasilitas pendidikan berkualitas tinggi.



Pihak-pihak yang mendapatkan kesempatan menikmati sekolah unggulan atau favorit mulai tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi (PT), mereka adalah anak-anak dari golongan keluarga kaya. Sedangkan anak-anak dari keluarga miskin sulit menjangkau pendidikan bermutu.

Dari segi mutu pendidikan dan kualitas sdm hasil pendidikan, posisi Indonesia masih jauh dari ideal. Hal ini bisa dilihat dari peringkat Indek Pembangunan Manusia (IPM) yang dirilis oleh United Nations Development Program (UNDP). Menurut laporan tersebut memang ada kemajuan dalam pembangunan manusia (human development) di Indonesia dari tahun ke tahun. IPM tahun 1975 sebesar 0,471, tahun 1985 (0,585), tahun 1995 (0,670), dan tahun 2005 (0,728). Namun, kenaikan itu masih kalah dibandingkan dengan negara lain, setidaknya dengan sesama Negara ASEAN.

Peringkat IPM Indonesia tahun 2007 berada di urutan 107 dari 177 negara. Selain semakin jauh tertinggal oleh Singapura (peringkat 25), Brunei Darussalam (30), Malaysia (63), Thailand (78), dan Filipina (90), peringkat Indonesia juga sudah terkejar oleh Vietnam (105) yang pada tahun 2006 berada di peringkat 109.

Capaian yang tergambar melalui IPM tersebut berkorelasi dengan dimensi kesejahteraan. Indikator pokok IPM menggambarkan tiga indikator yang merupakan indikator kualitas hidup manusia. Ketiganya adalah (1) Indikator angka harapan hidup menunjukkan dimensi umur panjang dan sehat; (2) Indikator angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah memperlihatkan keluaran dari dimensi pengetahuan; dan (3) indikator kemampuan daya beli mempresentasikan dimensi hidup layak. Dengan demikian, rendahnya peringkat IPM Indonesia menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan manusia Indonesia masih berada di tingkat bawah.

Berkaitan dengan itu, hingga saat ini, jumlah orang miskin di Indonesia masih sangat besar. Berdasarkan data Biro Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2007, jumlah penduduk miskin adalah 37,17 juta orang atau 16,58% dari total penduduk Indonesia. Satu tahun sebelumnya, jumlah penduduk miskin Indonesia sebanyak 39,30 juta atau sebesar 17,75% dari total jumlah penduduk Indonesia tahun tersebut (TKPK, 2007). Ini berarti jumlah orang miskin turun sebesar 2,13 juta jiwa. Meskipun terjadi penurunan, secara absolut angka ini tetap saja besar dan melampaui keseluruhan jumlah penduduk Selandia Baru (4 juta), Australia (12 juta), dan Malaysia (25 juta).

Angka kemiskinan tersebut menggunakan poverty line dari BPS sekitar Rp.5.500 per kapita per hari. Jika menggunakan poverty line dari Bank Dunia sebesar US$2 per kapita per hari, diperkirakan jumlah orang miskin di Indonesia berkisar antara 50-60% dari total penduduk.

Berdasarkan data-data di atas nampak jelas, program peningkatan mutu pendidikan dan pemerataan akses pendidikan harus menjadi prioritas utama khususnya keberpihakan kebijakan pemerintah pada kelompok miskin. Karenanya pendidikan murah atau bahkan pendidikan gratis harus menjadi konsen kebijkaan publik.

Pendidikan Untuk Semua
Kesadaran akan pentingnya pendidikan sesungguhnya telah menjadi komitmen bersama. Konstitusi telah mengamanatkan pendidikan merupakan hak warga Negara dan menjadi tanggung jawab pemerintah. Konstitusi hasil amandemen telah pula mewajibkan pemerintah untuk mengalokasi minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk pendidikan. Meskipun demikian, pemerintah tak kunjung mampu memenuhi amanat tersebut karena cekaknya dana APBN sampai akhirnya, di tahun 2009, 20% anggaran pendidikan terpenuhi dengan memasukkan komponen gaji guru dan dosen.

Strategi pemenuhan anggaran pendidikan minimal 20% dari APBN terus dilakukan oleh pemerintah mengingat Mahkamah Konstitusi melalui Putusan No. 026/PUU-III/2005 tertanggal 22 Maret 2006 menyatakan bahwa selama anggaran pendidikan belum mencapai 20% sebagaimana ditentukan dalam UUD 1945, maka APBN akan selalu bertentangan dengan UUD 1945.

Amanat konstitusi yang diperkuat dengan Putusan MK tersebut sesungguhnya memberikan pesan yang kuat bagi setiap pengambil kebijakan tentang pentingnya pendidikan yang secara implementatif semestinya dapat diwujudkan melalui kemudahan setiap warga negara untuk mengenyam pendidikan dengan dana yang ditanggung negara.

Sejalan dengan hal tersebut, program pendidikan gratis telah menjadi tema penting sejalan dengan konsep pendidikan untuk semua (education for all). UUD 1945 dan UU tentang Sistem Pendidikan Nasional telah mengamanatkan wajib belajar 9 tahun dan bersamaan dengan itu mewajibkan penggratisan biayanya. Sejumlah daerah telah menggratiskan biaya pendidikan SD dan SMP sebagaimana amanat UUD dan UU tersebut, sebut saja seperti: Kabupaten Musi Banyu Asin, Kabupaten Jembrana, dan Kota Yogjakarta. Namun sebagian yang lain belum bisa memenuhi dengan dalih keterbatasan anggaran. Kita yakin pendidikan gratis 9 tahun bukan sesuatu yang mustahil untuk dilakukan jika pemerintah pusat dan setiap pemda memiliki komitmen terhadap dunia pendidikan.

Langkah-langkah strategis bisa dilakukan antara lain dengan upaya peningkatan pendapatan asli daerah, pengetatan anggaran, dan pemangkasan anggaran departemen/dinas sehingga benar-benar efektif menunjang program pendidikan gratis.

Bersamaan dengan komitmen pemerintah tersebut, peran partisipatif warga masyarakat melalui kemadirian lokal dan komunitas harus terus didukung. Lahirnya inisiatif sekolah rakyat, sekolah komunitas, dan lain sebagainya sangat membantu mewujudkan tujuan pendidikan untuk semua, sekaligus membantu mengatasi ketaksanggupan pendanaan pemerintah.

Comments :

0 komentar to “Pendidikan Untuk Semua”