Rakyat Merdeka
Ahad, 1 Maret 2009
Rubrik Bongkar
Sedikit-sedikit minta duit. Sedikit-sedikit minta tambahan anggaran. Karena sikap ini, KPU dianggap seperti anak kecil.
ANGGOTA Komisi II DPR, Jazuli Juwaeni menilai Komisi Pemilihan Umum (KPU) seperti anak kecil. Bukan apa-apa, sedikit-sedikit, Komisi yang di-pimpin Abdul Hafidz Anshary ini meminta tambahan anggaran ke pemerintah. Padahal seharusnya, dari awal KPU sudah melakukan perhitungan biaya pemilu.
"Apakah anggarannya yang memang kurang, atau mereka mengelola anggarannya tidak beres. Dana Rp 23 miliar itu sa-ngat besar," ujarnya kepada Rak¬yat Merdeka, kemarin.
Politisi Panai Keadilan Sejah-tera (PKS) mcngatakan, seharus¬nya dari awal KPU fokus terhadap persiapan pemilihan presiden dan legislatif. Namun faktanya pada draf anggaran 2009, KPU justru lebih mementingkan pem-bangunan rumah dinas. "Sekarang ini KPU lebih mementingkan sosialisasi keluar negeri," tukasnya.
Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA), Ray Rangkuti menilai, permintaan KPU menggunakan anggaran Departemen yang belum terpakai untuk sosialisasi, sangat aneh.
"Memangnya negara ini negara arisan, bisa dengan mudahnya dapat menggunakan anggaran Departemen untuk menutup se-tiap kekurangan anggaran KPU." ujarnya kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Menurut mantan ketua KIPP ini, secara taktis rencana KPU menggunakan anggaran Depar-temen tidak dapat dilakukan. Pasalnya, setiap Depanemen mempunyai tanggung jawab terhadap pengelolaan anggarannya sen-diri, dan sudah disesuaikan dengan kebutuhannya. "Kelakuan KPU sekarang semakin aneh. Ini hanya memperlihatkan ambisi mercka untuk memenuhi kebutuhan sendiri," tukas mantan aktivis 98 ini.
Ray mengatakan, sering terjadinya kekurangan anggaran di KPU dikarenakan politik ang¬garan dan negosiasinya sangat buruk. Selama ini, KPU selalu membuat anggaran dalam satu pakcm dan seragam di semua daerah. mulai dari distribusi sain-pai sosialisasi. Padahal, beberapa KPU daerah ada yang menilai
anggaran untuk distribusinya di daerahnya terlalu besar.
"Sebaiknya mulai sekarang KPU memperbaiki pos anggaran¬nya yang salah untuk membantu biaya sosialisasi. Dan sebaiknya KPU langsung meminta dana tambahan ke Depanemen keua-ngan (Depkeu), karena Depkeu yang mempunyai wewenang untuk menambah anggaran De-partemen," imbuhnya.
Langgar Disiplin Anggaran
Sementara itu. Ketua Masya-rakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman me¬nilai, permintaan KPU sangat ngawur. Dia bilang, permintaan KPU untuk menambah anggaran¬nya dari sisa Departemen, se-sungguhnya tclah melanggar disiplin anggaran dan mem-perlihatkan ketidakbecusan penyusunan anggaran.
"Seharusnya, KPU dapat memanfaatkan anggaran darurat, dan bukan meminta dari ang¬garan Departemen lain," katanya.
Boyamin menilai, sekarang ini kerja KPU hanya bisa mengeluh dan menyalahkan orang lain. Padahal, dana yang disetujui DPR untuk persiapan pemilu sudah sangafbesar.
"DPR sudah menyetujui anggaran pemilu yang diusulkan oleh KPU sebesar Rp 13 triliun dari Rp 14 triliun yang diusulkannya. Ini kan luar biasa, Departemen saja biasanya yang disetujuinya hanya 50 persen saja dari yang diusulkan," katanya.
Pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI) Andrinof Chaniago meminta KPU meng-optimalkan anggaran sosialisasi yang sudah ada. Pasalnya, sosialisasi yang dilakukan KPU tentang pemilu di media massa minim sekali. Kata Andrinof, anggaran sosialisasi pemilu yang dimiliki KPU cukup untuk membiayai kegiatan sosialisasi jika penggunaannya optimal.
"Anggaran sosialisasi itu sudah ada di KPU. maksimalkan saja anggaran yang ada. Minimnya sosialisasi pemilu dari KPU dapat dimanfaatkan oleh peserta pemilu dalam membuat iklan liar. Bentuknya iklan layanan masya-rakat tentang pemilu, namun isinya menyerang parpoi lain," tandasnva. • DIT/ZK
Comments :
0 komentar to “Minta Tambahan Anggaran Melulu : KPU Seperti Anak Kecil”
Posting Komentar