H. Jazuli Juwaini, Lc. MA

.

Selasa, 28 Juli 2009

Revisi UUD Pemilu Legislatif penuh kepentingan politik

Republika Online
3 September 2008

JAKARTA -- Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyatakan siap mendukung revisi terbatas asalkan ketentuannya baru di UU yang direvisi berlaku mutlak.Pernyataan ini disampaikan Ketua Fraksi PPP, Lukman Hakim Saifuddin, menanggapi pertanyaan sikap PPP atas usulan revisi terbatas UU No 10/2008. ''Kalau mau suara terbanyak, ya, ditegaskan suara terbanyak. Jangan ada opsi lain,'' kata Lukman di sela-sela sidang paripurna DPR, di Jakarta, Selasa (2/9).

Dijelaskannya, PPP bisa menyepakati kalau dalam revisi terbatas yang diusulkan Partai Golkar dan sejumlah partai, itu memberikan pengaturan tegas. Jangan sampai revisi terbatas hanya dijadikan ajang mengakomodasi kepentingan partai tertentu.
Jika PPP sepakat dengan syarat, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) dan BPD (Bintang Pelopor Demokrasi) masih menegaskan penolakannya.



Anggota Fraksi PKS, Jazuli Juwaini, mengatakan bahwa hingga kemarin, sikap partainya tetap tidak mendukung revisi terbatas. ''Kita tidak ingin melakukan revisi terbatas,'' jelas Jazuli.

Alasannya, substansi yang dimunculkan atas revisi terbatas ini sudah muncul sejak pembahasan RUU No 10/2008. Waktu itu, lanjut dia, PKS termasuk yang mengusulkan agar diterapkan suara terbanyak. ''Ini bukan hal yang terlewatkan. Tapi, sudah dibahas berhari-hari dalam pansus, yang diganjal oleh Partai Golkar serta sejumlah partai lainnya,'' paparnya.

Proses yang sudah disepakati harus dihargai. Ini untuk mendidik anak bangsa agar menghargai produk peraturan yang dibuat lembaga berwenang. ''Jika dipaksakan melakukan revisi, akan makin menunjukkan ke publik kalau DPR membuat undang-undang bukan demi kemaslahatan masyarakat, tapi kepentingan politik praktis mereka,'' papar Jazuli.

Persoalan lain, revisi terbatas makin membuktikan bahwa penyusun undang-undang tidak mempunyai desain untuk membangun demokrasi secara gradual. Secara gradual sebenarnya perubahan dari 100 persen BPP, lalu turun menjadi 30 persen dan pada Pemilu 2014 menjadi suara terbanyak, cukup bagus tahapannya.

Ketua Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi (FBPD), Jamaluddin Karim, mengatakan bahwa partai yang meminta revisi UU No 10/2008, adalah partai 'banci'. Seharusnya, keinginan menerapkan suara terbanyak dilakukan sejak dulu. Jika kemudian secara mendadak minta revisi, lanjut dia, ini menunjukkan kepentingan partai masih mendominasi dibanding kepentingan bersama.

Ketua Fraksi Partai Demokrat (PD), Syarif Hasan, mengatakan, UU No 10/2008 sudah memutuskan ketentuan penetapan caleg terpilih dengan nomor urut. Kecuali, mereka yang bisa mencapai 30 persen bilangan pembagi pemilih.''Nomor urut sudah diputuskan, kalau bisa itu jangan dianulir. Di situ ada klausul yang supaya dipayungi bahwa untuk suara terbanyak juga bisa diadopsi,'' ungkapnya.

Dengan diakomodasinya dua sistem, penggunaan sistem yang akan diterapkan diserahkan ke parpol masing-masing. Apalagi pada Pemilu 2014 sudah diniatkan untuk menggunakan sistem full suara terbanyak.Syarif berdalih bahwa sejak awal PD menginginkan suara terbanyak. Tapi supaya ada kompromi, akhirnya menerima ketentuan yang sekarang ada di UU No 10/2008. ''Sekarang situasinya berbeda, setelah terimplementasikan, maka kalau bisa direvisi,'' tandasnya.Kesepakatan suara terbanyak di PD, lanjut dia, bukan karena adanya desakan dari caleg yang mendapat nomor urut sepatu, yang mendesak penerapan suara terbanyak. Langkah ini karena ingin mengakomodasi pemilih terbanyak yang harus terpilih.

Sementara itu, rencana revisi ini juga memunculkan gugatan dari Kaukus Perempuan Parlemen untuk HAM. Mereka menggelar konferensi pers menyatakan penolakannya tersebut. Hadir dalam konferensi itu, Nursjahbani Katjasungkana (PKB), Eva Sundari (PDIP), dan Nursanita (PKS).

Dalam pernyataannya, Kaukus mengatakan bahwa upaya pengimplementasian kuota 30 persen caleg perempuan, yang didukung dengan zipper system, menjadi kehilangan arti ketika suara terbanyak diterapkan.''Kemauan mengamandemen UU No 10/2008 merupakan langkah yang tidak sesuai dengan aspirasi bagi upaya perbaikan kualitas demokrasi,'' papar Nursanita.

Comments :

0 komentar to “Revisi UUD Pemilu Legislatif penuh kepentingan politik”