H. Jazuli Juwaini, Lc. MA

.

Selasa, 28 Juli 2009

Tanda Centang Diminta Tak Dipersoalkan

Koran Tempo
18 September 2008

Jakarta – Mantan Ketua Panitia Khusus Revisi Undang-Undang Pemilihan anggota DPR, DPD, dan DPRD, Ferry Mursyidan Baldan, meminta agar pemberian tanda pada pemungutan suara pemilihan umum 2009 dengan mencentang tak dipersoalkan lagi. Alasannya, pemberian tanda diatur dalam undang-undang.
Hanya, menurut Ferry, Komisi Pemilihan harus segera memasyarakatkan tanda tersebut. "Ini terkait dengan sah-tidaknya surat suara," kata anggota Fraksi Partai Golkar ini kemarin.
Komisi Pemilihan sebelumnya memastikan akan memasyarakatkan tanda contreng atau centang sebagai tanda sah dalam pemungutan suara pemilihan 2009. Pada pemilihan-pemilihan yang lalu, pemungutan suara selalu ditandai dengan mencoblos surat suara. Perubahan ini menyesuaikan dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Anggota DPR, DPD, dan DPRD.


Namun, sejumlah politikus di Senayan menolak tanda centang. Anggota Komisi Pemerintahan DPR, Jazuli Juwaini, meminta Komisi Pemilihan tetap menganggap sah pencoblosan surat suara. Cara lama ini dinilai bisa memperkecil suara tak sah dalam pemberian suara. “Mencoblos lebih familiar,” kata dia.
Selain lebih biasa dilakukan pemilih, mencoblos dinilai lebih murah dan efisien karena hanya perlu paku. Tingkat kesalahan mencentang dinilai lebih tinggi daripada mencoblos. “Undang-undang secara eksplisit tidak mengharamkan mencoblos,” kata dia menegaskan.
Tanda centang ini memang sudah disepakati Komisi Pemilihan. Namun, sebelum itu ditetapkan dalam peraturan, Komisi Pemilihan akan menggelar simulasi di tiga daerah, yakni Papua, Jawa Timur, dan Nanggroe Aceh Darussalam.
Simulasi pemungutan di Papua dan Jawa Timur digelar pada 22 September. Adapun Simulasi di Nanggroe Aceh Darussalam seusai hari raya Idul Fitri. "KPU Provinsi Aceh meminta setelah Lebaran," kata anggota KPU, Andi Nurpati Baharuddin, di kantornya.
Tiga kota ini dipilih karena dinilai mewakili kondisi masyarakat Indonesia. Simulasi melibatkan 500 pemilih per tempat pemungutan suara. Pemilih berasal dari latar belakang berbeda agar mewakili keragaman masyarakat. Khusus Papua, kata Andi, simulasi dilakukan di perbatasan kota dan kabupaten.
Komisi mensimulasikan pemungutan suara dari dua desain surat suara. Andi mencontohkan, simulasi di Papua dengan menggunakan desain A dan Jawa Timur menggunakan desain B. Cara lain, kata dia, dengan menerapkan desain A dan B pada dua tempat pemungutan suara di satu daerah. Simulasi akan dipantau Badan Pengawas Pemilihan Umum, Komisi Pemerintahan DPR, dan Departemen Dalam Negeri. PURWANTO | HERU TRIYONO | DWI RIYANTO A | EKO ARI W

Comments :

0 komentar to “Tanda Centang Diminta Tak Dipersoalkan”