Pemilu 2009
inilah.com
08/01/2009 - 19:45
INILAH.COM, Jakarta - Beberapa kader Partai Keadilan Sejahtera dikabarkan 'dicuri' Partai Gerindra dengan iming-iming fasilitas asuransi. Namun, fungsionaris PKS menganggap 'pencurian' itu sebagai hal sepele. "Ah, paling-paling itu hanya orang-orang yang mengaku kader PKS," ujar Jazuli Juwaini.
Ini memang studi yang gres. Pada tingkat akar rumput, hampir pasti terjadi perpindahan dukungan politik dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ke Gerindra pada Pemili 2009. Situasi ini terjadi karena mereka kecewa terhadap sejumlah elite partai Islam itu yang tak melayani aspirasi konstituennya.
Jika benar, maka pertanyaan atas prediksi berbagai lembaga survei akhir-akhir ini, khususnya menyangkut PKS, mendapatkan jawaban. Lembaga survei seperti LSI Saiful Mujani, LSI Denny JA, Reform Institute (Yudi Latif), dan LSN Umar S Bakry, memperhitungkan suara PKS akan merosot pada Pemilu 2009.
Fakta itu disodorkan Wakil Direktur The Fundamentalism Institute, Helmi Adam, Rabu (7/1). Dia menyodorkannya dalam dialog terbatas dengan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon dan Associate Director Media Institute dan PSIK Universitas Paramadina, Herdi Sahrasad. Helmi menuturkan institutnya dipimpin politikus PKS sebagai direktur.
Helmi melakukan penelitian bahwa di banyak desa dan sel (murobi) PKS di kawasan Kabupaten Tangerang, misalnya, ribuan kadernya menyatakan akan memilih Gerindra. Dalam situasi ini, nilai-nilai 'samina wathona' menjadi tergeser.
"Adanya asuransi Gerindra juga memikat massa Islam di bawah lantaran membuktikan partai nasionalis ini komit kepada rakyat kecil. Jadi, jika Gerindra kini memiliki 7,5 juta anggota aktif, sebagian massa Islam kota yang tidak diurus PKS, sudah beralih ke Gerindra, partai kebangsaan. Ini merobek tradisi politik aliran yang kaku dan merupakan perkembangan baru," kata Helmi, mantan pengajar Universitas Negeri Jakarta .
Situasi ini menarik karena merontokkan politik aliran yang dalam studi guru besar Universitas Northern Illionis Dwight Y King dan Anis Baswedan (2005). Menurut mereka, tidak terjadi pelintas batas dari massa Islam ke partai nasionalis dalam pemilu 1999 dan 2004.
Jangankan menyeberang ke partai-partai majemuk, para pemilih partai Islam cenderung mengalihkan dukungannya ke partai berbasis massa Islam lainnya. "Pemilih ceruk lain juga setali tiga uang," kata Eep Saefulloh Fatah, dosen FISIP UI.
Studi King dan Baswedan menegaskan pada Pemilu 1999 dan 2004, pertarungan pokok pun terjadi di dalam ceruk, bukan lintas ceruk. Fakta ini tegas terlihat di Jakarta. Di daerah pemilihan paling prestisius yang dimenangi PKS pada Pemilu 2004 ini, tujuh partai berbasis massa Islam meraih 1.891.641 suara (46,89%); hanya berselisih kecil dengan suara yang diperoleh 16 partai berbasis massa majemuk (1.911.666 suara atau 47,39%). Sisanya, 5,72% atau 230.657 suara, diraih partai berbasis massa Kristen (PDS).
Ternyata, pemilih Jakarta bukanlah para pelintas batas ceruk. Dari Pemilu 1999 ke 2004, PBB, PPP, dan PAN masing-masing kehilangan berturut-turut 0,7%, 9,7%, dan 9,1% suara. Hilangnya 19,5% suara itu beralih ke tiga partai berbasis massa Islam lainnya, yakni PKB (bertambah 0,1%), PBR (3%), dan terutama PKS (bertambah 18,4%).
Situasi di ceruk pasar majemuk juga serupa. Suara PDIP dan Partai Golkar yang hilang (berturut-turut 25% dan 2,1%) ternyata lari ke sang pendatang baru, Partai Demokrat (20,2%) dan partai-partai majemuk lainnya.
Tapi penelitian Helmi menunjukkan, akan terjadi perubahan dalam pemilu 2009. Sejumlah massa Islam PKS di pinggiran Jabodetabek banyak yang lari ke Gerindra. "Elite PKS gagal mengakomodir aspirasi akar rumput mereka. Ada kekecewaan dan ketidakpercayaan," kata Helmi.
Mengenai swing voters Islam kota ini, Helmi mengingatkan Hidayat Nur Wahid, Tifatul Sembiring, Anis Matta, Zulkieflimansyah, Fahri Hamzah, dan Adhyaksa Dault bahwa gejala politik itu tidak main-main. "Harus disikapi serius oleh elite PKS dan jajarannya. Sangat besar kemungkinan suara PKS merosot," tegas mantan aktivis HMI itu.
Namun, fungsionaris DPP PKS, Jazuli Juwaini, membantah keras hasil survei The Fundamentalisme Institute tersebut. Menurut mantan calon bupati Tangerang tersebut, kader PKS tidak mungkin bergeser hanya karena persoalan asuransi yang diming-imingi oleh Gerindra. "Itu bukan data valid dan akurat," tegasnya.
Bahkan Jazuli berani menegaskan, jikapun ada yang berpindah ke partai lain, itu adalah oknum yang mengaku kader PKS. Bahkan, anggota Komisi II DPR tersebut menilai, hasil penelitian tersebut sengaja dibuat untuk membangun citra negatif tentang PKS. "Ini opini yang sengaja dibuat agar PKS ditinggalkan," cetusnya.
Jazuli mencontohkan, simpatisan saat dirinya mencalonkan bupati Tangerang hingga kini masih setia dengan PKS. "Jangakan kader, simpatisan saat pemilihan bupati dulu sampai saat ini masih setia," ujarnya. [I4]