H. Jazuli Juwaini, Lc. MA

.

Rabu, 23 Februari 2011

DPR Nilai Pemerintah Tidak Etis Mengacu Pada Era Orba Mengklaim Kemiskinan Sudah Jauh Menurun

RMOL. Pemerintah mengklaim jumlah orang miskin sudah jauh menurun dibanding era Orde Baru (Orba). Namun, DPR menilai acuan itu tidak etis.

Menteri Perencanaan Pemba­ngunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Na­sional (PPN/Bappenas) Armida S Alisjahbana menyatakan, per­tum­buhan ekonomi Indonesia yang mencapai 6,1 persen di 2010 sudah cukup baik.

“Sekarang apakah growth (per­tumbuhan) sudah berkualitas atau tidak itu dilihat dari bisa tidaknya menurunkan kesenjangan dan penciptaan lapangan kerja,” ujar Armida saat jumpa pers di kan­tornya, kemarin.


Armida mengatakan, di 2010 tingkat kemiskinan Indonesia mencapai 13,33 persen. Angka tersebut terus mengalami penu­runan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

“Penduduk miskin turun de­ngan konsisten. Bisa lebih rendah dibandingkan ketika Orde Baru. Ini kita bandingkan dengan me­to­dologi yang sama,” jelasnya.

Ia menjelaskan, jumlah kemis­kinan pada 1990 mencapai 15,1 persen, lalu pada 1998 jumlah tersebut mengalami kenaikan 24,2 persen. Tapi, di tahun 1999 jumlah kemiskinan mengalami penurunan 23,4 persen.

Menurutnya, penyebaran pen­duduk miskin masih banyak ber­ada di daerah, terutama di Jawa. Untuk Jawa, jumlah pen­duduk miskin mencapai 57,8 per­sen dari total seluruh pen­duduk mis­kin Indonesia.

“Jumlah penduduk miskin masih terkonsentrasi di Jawa 57,8 persen, Sumatera 21 per­sen,” ungkapnya.

Selain itu, tingkat kesen­ja­ngan ekonomi masyarakat Indonesia semakin menurun. Distribusi pendapatan yang mengukur ting­k­at kesenjangan di 2010 men­capai 3,33 persen.

“Dulu sempat meningkat di 2005 menjadi 3,43 persen lalu tahun 2006 jadi 3,57 persen dan tahun 2007 sebesar 3,76 persen,” ujar Armida.

Selain itu, Armida mengaku kesempatan kerja terus meng­alami pertumbuhan. Tahun lalu porsi sektor informal 69 persen dan formal 31 persen.

Tahun lalu pertumbuhan ke­sem­patan kerja sektor formal le­bih baik, yaitu 10,17 persen se­dangkan informal minus 0,41 per­sen. “Jadi yang lebih bagus itu lebih besar sektor formal diban­dingkan informal,” tandasnya.

Menanggapi itu, anggota Ko­misi VIII DPR yang membidangi masalah sosial, Jazuli Juwaini me­nilai klaim pemerintah soal angka kemiskinan menurun me­ru­pakan hal wajar. Namun, sangat disayangkan yang dijadikan pem­ban­dingnya adalah era Orde Baru.

“Tidak etis jika acuan pe­me­rintah soal kemiskinan adalah era Orde Baru. Sebab, itu sudah ber­akhir lebih dari 13 tahun dan jum­lah penduduk juga semakin ber­tambah,” ujar Jazuli.

Menurut Jazuli, jika ingin objektif, pemerintah harusnya membandingkan penurunan jum­­lah orang miskin dengan ne­gara-negara lain.

Terkait banyaknya kritikan dari masyarakat terkait data ke­mis­kinan pemerintah, Jajuli melihat itu merupakan tantangan bagi Badan Pusat Statistik (BPS) un­tuk membuktikannya.

Selain itu, kata dia, BPS juga ha­rus menyesuaikan standar orang miskin dengan kebutuhan sehari-hari. “Sekarang kan yang disoroti adalah standar orang miskin versi pemerintah yang di­nilai tidak relevan dengan kondisi la­pangan,” paparnya.

Dia menambahkan, pemerintah janganlah terlalu membanggakan penurunan jumlah orang miskin. Sebab, berapapun yang bisa di­kurangi tetap saja masih ada orang miskin.

“Jumlah pengangguran juga masih banyak dan itu harus diberdayakan oleh pemerintah,” kata Jajuli.

Sebelumnya, Direktur Analisis dan Pengembangan Statistik BPS Kecuk Suhariyanto menegaskan, tidak ada satupun metodologi yang mampu mengukur jumlah angka kemiskinan secara sempurna.

Jika kemudian jumlah rakyat mis­­kin di Indonesia sejak 2006 terus menurun, itu karena BPS meng­u­kurnya memakai garis ke­mis­­kinan, yaitu garis kemis­kinan makanan dan non ma­kanan. [RM]


Media : Rakyat Merdeka Online
Edisi : Sabtu, 19 Februari 2011











Comments :

0 komentar to “DPR Nilai Pemerintah Tidak Etis Mengacu Pada Era Orba Mengklaim Kemiskinan Sudah Jauh Menurun”