Harian Suara Pembaruan
Kamis, 20 Agustus 2009
Halaman Utama
[JAKARTA] Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) berbeda pendapat soal usul Dewan Perwakilan Daerah (DPD) agar hari pemilihan umum kepala daerah (pilkada) digabung, sehingga pemilihan umum (pemilu) cukup dilaksanakan tiga kali saja dalam lima tahun, yaitu pemilu presiden (pilpres), pemilu legislatif (pileg), dan pilkada.
Anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (FPDI-P) Maruarar Sirait mengatakan, tidak mudah untuk menggabungkan hari pilkada. Sebab, penggabungan itu akan terbentur pada masa kerja para kepala daerah yang berbeda.
Ada gubernur, bupati, dan wali kota yang masa kerjanya berakhir pada 2010. Ada pula yang 2011 dan 2013, sehingga pilkada tentu baru dilakukan berdasarkan berakhirnya masa tugas mereka. "Untuk menyatukan periode tersebut jelas tak mudah dan memiliki banyak konsekuensi hukum, politik, dan sosial," kata Maruarar kepada SP di Jakarta, Rabu (19/8).
Usul menggabungkan pilkada itu disampaikan Ketua DPD Ginandjar Kartasasmita saat pidato pada Rapat Paripurna Khusus DPD dalam rangka pidato kenegaraan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tentang Pembangunan Nasional Dalam Perspektif Daerah, kemarin. Menurut Ginandjar, pemilu yang terlalu sering digelar cukup menelan biaya, energi masyarakat, dan menimbulkan kejenuhan.
Menanggapi itu, Maruarar berpendapat, jika ada keinginan menggabungkan pilkada, selain harus dikaji secara mendalam, juga perlu mendengar aspirasi rakyat di daerah. Dengan demikian, aspek-aspek sosial dan politik dapat diakomodasi dengan baik.
Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FKB) Ida Fauziah mengatakan, perlu ada pengkajian secara mendalam tentang konsep tersebut. Dalam pembahasan revisi Undang-Undang (UU) Nomor 32/2003 tentang Pemerintahan Daerah yang sedang berlangsung di DPR, ujarnya, semangat menggabungkan hari pilkada sudah ada.
"Semangat itu didasarkan pada keinginan agar pilkada bisa serentak di Indonesia, terjadi efisiensi anggaran, dan mengatasi kejenuhan politik. Pilkada yang terlalu sering telah membuat rakyat jenuh dan itu berdampak pada kualitas," katanya.
Usul Golkar
Ferry Mursyidan Baldan dari Fraksi Partai Golkar (FPG) mengatakan, usul agar pemilu dilaksanakan tiga kali saja dalam lima tahun merupakan usul partainya sejak lama. Karena itu, FPG mendukung sepenuhnya konsep ini. "Hanya saja, yang perlu diatur adalah soal bagaimana mensinkronisasikan masa kerja para kepala daerah yang sudah berjalan sehingga tak ada yang dirugikan," ujarnya.
Menurut Ferry, konsep ini secara keseluruhan kemungkinan baru bisa diterapkan setelah 2014. Namun, persiapan itu sudah harus dimulai sejak sekarang. Misalnya, untuk masa transisi bisa diawali dengan pilkada dua kali saja dalam lima tahun.
Para kepala daerah yang masa periodenya sama atau berdekatan bisa diatur, sehingga waktu pelaksanaan pilkada bisa serentak. "Ini semua yang masih harus disinkronisasikan dan perlu ada revisi UU Pilkada dan UU terkait lainnya," katanya.
Chosin Gumaidi dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (FPPP) mengatakan, fraksinya mendukung sepenuhnya konsep pemilu tiga kali dalam lima tahun. Hal itu demi efisiensi anggaran, mengurangi konflik sosial, dan mengatasi kejenuhan dalam masyarakat. Selain itu, program pemerintah pusat dan daerah bisa berjalan secara simultan.
PPP, kata Chosin, malah ingin mengusulkan agar dilaksanakan dua kali pemilu saja dalam lima tahun, yaitu pilpres bersamaan dengan pilkada dan pemilu legislatif. "Pemilu yang berulang-ulang akan menelan anggaran yang sangat besar dan kita menjadi sulit membangun aspek-aspek lain yang lebih penting, seperti mengatasi kemiskinan dan pengangguran," ujarnya.
Jazuli Juaeni dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) mengatakan, aspek sosial dan politik harus dipikirkan secara matang. Sehingga, jangan sampai penggabungan hari pelaksanaan pilkada bisa menimbulkan masalah sosial baru di masyarakat. [J-11]
Comments :
0 komentar to “Pilkada Sulit Digabung”
Posting Komentar