http://kepritoday.com
Sabtu, 5 Juli 2008 | 10:10:51
TANJUNGPINANG - Meski persoalan kasus ganti rugi tanah di Lagoi terjadi pada awal 1990-an, tapi persoalan sengketa tanah yang kini menjadi kawasan industri pariwisata bertaraf internasional itu masih meninggalkan persoalan.
Karena berlarut-larutnya persoalan tersebut, sengketa itu masuk ke DPR RI. Kemarin untuk mencari masukan dan mengumpulkan berbagai informasi sehubungan dengan menyelesaikan kasus sengketa lahan di Lagoi tersebut, Tim Pertanahan Lagoi dari Komisi II DPR RI bersama Pemprov Kepri dan Pemkab Bintan serta perwakilan masyarakat 10 Desa di Lagoi berdialog di aula Kantor Gubernur Kepri, kemarin.
Dialog dipimpin Ketua Tim Pertanahan Lagoi-Bintan dari Komisi II DPR RI, H Jazuli Juwaini Lc, dihadiri Wakil Gubernur Kepri, H Muhammad Sani, Bupati Bintan, H Ansar Ahmad, Asisten I Setdaprov Kepri Bidang Pemerintahan dan Tatapraja, H Tengku Muchtaruddin, Ferry Mursyidan Baldan, Danrem 033/WP Kepri, Kolonel ARH Mardimin, BPN Kepri dan instansi terkait lain.
Ketua Tim Pertanahan Lagoi-Bintan dari Komisi II DPR RI H Jazuli Juwaini Lc sebelum pertemuan memaparkan bahwa Pemda dan BPN Kepri agar cepat diselesaikan.
”Pertama klasifikasikan tanahnya dan kedua klasifikasikan jenis sertifikatnya. Hal ini perlu dilakukan BPN. Berikutnya perlu dilakukan pertemuan lebih lanjut. Mungkin kita undang gubernur dan bupati. Dalam menyelesikan sengketa ini kita bersikap objektif,” kata Jazuli, anggota Komisi II DPR-RI bidang Pemerintahan dalam negeri dan Otda, aparatur negara, agraria dan komisi pemilihan umum (KPU) itu.
Kedatangan Komisi II ke Kepri, jelas Jazuli dilakukan dalam upaya menyelesaikan sengketa lahan sengketa Lagoi. Ia membantah kedatangan Komisi II ke Bintan dan Kepri sehubungan dengan kasus alih fungsi hutan.
”Kita datang untuk merespon bapak-bapak (masyarakat 10 desa) yang merasa teraniaya sehubungan dengan kasus sengketa lahan di Lagoi. Bukan mengenai alih fungsi hutan. Kalau mengenai alih fungsi hutan yang menangani itu Komisi IV DPR-RI,” jelas Jazuli.
Warga 10 Desa Mengadu ke DPR-RI
Sementara itu, utusan masyarakat 10 desa Lagoi melalui Ketua Umum Yayasan Tragedi Lagoi, Ignatius Toka Soli dalam pertemuan kemarin mengatakan, hingga kini, masih banyak masyarakat 10 desa di Lagoi tak pernah menerima pembebasan lahan milik mereka yang dijadikan lahan buat kawasan wisata Lagoi dan kawasan industri Lobam, milik Salim Group.
”Warga sangat dirugikan. Berbagai upaya telah dilakukan. Kita mohon, anggota Komisi II DPR-RI bisa mencarikan solusi terbaik,’’ujar Ignatius, kemarin.
Pada dasarnya, warga setuju lahan mereka dibebaskan. Namun, warga menilai ganti rugi yang diberikan pihak Salim Group kala itu tak sesuai realisasi di lapangan. Ia mengaku pernah bertemu dengan calon investor dan menanyakan harga pembebasan lahan mereka.
”Pihak Salim Group menaksir pembebasan lahan warga sekitar Rp150 permeter, sedang pada calon investor, Salim Group menjual sekitar Rp2 dolar Singapura per meter,’’ jelasnya.
Aktifitas pembebasan lahan di lapangan, melibatkan tim 9 yang dibentuk pemerintah. Tim inilah katanya secara aktif turun ke tengah lapisan warga. Belakangan, di lapangan terjadi hal tak diinginkan, yakni ada tanah yang disudah diukur dan sudah dibayar dan belum dibayar sampai sekarang serta ada juga tanah belum diukur tapi bagunan sudah berdiri. ”Termasuk dilahan yang ditempati Kawasan Industri BIIE sekarang, lokasi Pujasera Lagoi dan DAM air bersih di Lagoi. Jumlahnya sekitar 17 ribu hektare,’’ bebernya.
Ketua Tim Pertanahan Lagoi-Bintan Komisi II DPR-RI, Jazuli Juwaini minta Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau segera menyelesaikan permasalahan. DPR-RI mengakui, keberadaan investor sangat penting. Untuk menarik satu-dua investor saja katanya sangat sulit. Karena itu, investor yang sudah ada, harus dipertahankan. Caranya, antara lain menghormati hak dan kewajiban mereka.
”Sebaliknya, pemerintah daerah harus paham juga. Hak masyarakat yang seharusnya di bela, pemerintah daerah harus memperjuangkan. Jangan dibiarkan rakyat berjuang sendiri,’’ujar Jazuli Juwaini. (zek/amr)
Comments :
0 komentar to “DPR RI Respon Kasus Lahan Lagoi”
Posting Komentar