H. Jazuli Juwaini, Lc. MA

.

Senin, 25 Januari 2010

Diprotes, Razia Dubur Batal

Media http://www.harian-global.com
Friday, 22 January 2010 10:29

Rencana razia yang akan dilakukan oleh Dinas Sosial (Dinsos) Jakarta, dibantu Kepolisian RI dan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) terhadap anak jalanan, dalam hal ini khususnya (bagian) dubur mereka, memunculkan gelombang protes. Setelah para aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), protes serupa juga datang dari kalangan wakil rakyat di Senayan. "Apalagi ustilahnya itu, razia dubur. Ini kan sudah tidak etis dan justru mendiskreditkan korban," kata anggota Komisi VIII DPR RI, Jazuli Juwaini di Jakarta, Kamis (21/1).


Jazuli menilai, realitas anak jalanan tidak bisa disikapi dengan kebijakan razia. Lebih umum lagi, istilah razia pun semestinya juga jangan dipakai lagi. Menurutnya, harus ada kebijakan pemberdayaan yang efektif untuk mengentaskan anak jalanan yang rentan terhadap kejahatan, termasuk kejahatan seksual. "Jangan hanya ditangkap, didata, lalu dilepas lagi dan kembali menjadi anak jalanan. Kalau seperti itu mereka tetap saja rentan terhadap kejahatan. Harusnya didata, dibina, dan diberdayakan dengan diberikan pendidikan atau pelatihan sehingga tumbuh motivasi untuk berprestasi," sebutnya.


Protes-protes ini akhirnya membuat Departeman Sosial (Depsos) RI memerintahkan Dinsos Jakarta membatalkan program itu. Namun pemeriksaan tetap dilakukan. "Bukan dalam konteks razia, melainkan pemeriksaan kesehatan. Kami mengirim 24 relawan dan pekerja sosial yang disebar di delapan," ujar Direktur Pelayanan Sosial Anak dan Rehabilitasi Depsos Harry Hikmat di Jakarta, kemarin. Menurut Harry, relawan sosial itu akan mendata dan mengidentifikasi anak jalanan melalui teknik wawancara persuasif. Dengan cara itu, diharapkan anak jalanan akan lebih menerimanya dan tidak melanggar HAM. "Mereka bisa menceritakan kondisi mereka termasuk apakah mereka pernah menjadi korban kekerasan seksual atau tidak. Jika ada, kita periksa kondisi kesehatan yang bersangkutan."


Dikemukakan Harry lebih lanjut, Depsos akan melapor polisi jika ada pemeriksaan tersebut didapati pengakuan perihal kekerasan seksual. "Jika dalam wawancara ada anak yang menyebut dirinya pernah menjadi korban tindak kekerasan seksual, itu akan kita laporkan ke polisi. Jadi sekarang polisi bertindak di belakang saja, tidak ikut turun ke lapangan," tandasnya.


Pengakuan Babe


Dari perkembangan kasus sodomi yang dirangkai pembunuhan dan mutilasi oleh Baekuni alias Babe (49), penyelidik mengungkap dua korban lain psikopat ini.


Kepala Satuan Kejahatan dan Kekerasan Polda Metro Jaya, AKBP Nico Afinta di Jakarta, kemarin, menjelaskan, setelah menyodomi, membunuh dan memutilasi Irwan Imran di Kampung Bayan, Kutoarjo, Purworejo, Jawa Tengah, Babe membawa potongan kepala bocah 12 tahun itu ke Terminal Kampung Rambutan, Jakarta Timur. "Korban Irwan dibunuh dengan cara dicekik, kemudian dimutilasi menjadi 3 bagian. Potongan badan dan pinggang korban, diletakkan Babe di bawah pohon di desa tersebut. Tubuh Irwan ditemukan pada 1999 lalu," paparnya.


Sedangkan korban lain, Ardi, juga 12 tahun, diakui Babe dihabisi dan dimutilasi lantas ditanam di sawah milik keluarganya di Magelang. "Tubuh Ardi dipotong menjadi 3 bagian yakni kepala, pinggang dan tubuh," kata AKBP Nico Afinta. Ardi, yang dibunuh pada tahun 2004 silam, adalah anak jalanan yang dibawa Babe dari Stasiun Manggarai ke Magelang. "Kita masih akan menyelidiki. Sejauh ini korban Babe 10 orang."

Comments :

0 komentar to “Diprotes, Razia Dubur Batal”