RMOL. Pemerintah mengklaim jumlah orang miskin sudah jauh menurun dibanding era Orde Baru (Orba). Namun, DPR menilai acuan itu tidak etis.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Armida S Alisjahbana menyatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang mencapai 6,1 persen di 2010 sudah cukup baik.
“Sekarang apakah growth (pertumbuhan) sudah berkualitas atau tidak itu dilihat dari bisa tidaknya menurunkan kesenjangan dan penciptaan lapangan kerja,” ujar Armida saat jumpa pers di kantornya, kemarin.
Armida mengatakan, di 2010 tingkat kemiskinan Indonesia mencapai 13,33 persen. Angka tersebut terus mengalami penurunan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
“Penduduk miskin turun dengan konsisten. Bisa lebih rendah dibandingkan ketika Orde Baru. Ini kita bandingkan dengan metodologi yang sama,” jelasnya.
Ia menjelaskan, jumlah kemiskinan pada 1990 mencapai 15,1 persen, lalu pada 1998 jumlah tersebut mengalami kenaikan 24,2 persen. Tapi, di tahun 1999 jumlah kemiskinan mengalami penurunan 23,4 persen.
Menurutnya, penyebaran penduduk miskin masih banyak berada di daerah, terutama di Jawa. Untuk Jawa, jumlah penduduk miskin mencapai 57,8 persen dari total seluruh penduduk miskin Indonesia.
“Jumlah penduduk miskin masih terkonsentrasi di Jawa 57,8 persen, Sumatera 21 persen,” ungkapnya.
Selain itu, tingkat kesenjangan ekonomi masyarakat Indonesia semakin menurun. Distribusi pendapatan yang mengukur tingkat kesenjangan di 2010 mencapai 3,33 persen.
“Dulu sempat meningkat di 2005 menjadi 3,43 persen lalu tahun 2006 jadi 3,57 persen dan tahun 2007 sebesar 3,76 persen,” ujar Armida.
Selain itu, Armida mengaku kesempatan kerja terus mengalami pertumbuhan. Tahun lalu porsi sektor informal 69 persen dan formal 31 persen.
Tahun lalu pertumbuhan kesempatan kerja sektor formal lebih baik, yaitu 10,17 persen sedangkan informal minus 0,41 persen. “Jadi yang lebih bagus itu lebih besar sektor formal dibandingkan informal,” tandasnya.
Menanggapi itu, anggota Komisi VIII DPR yang membidangi masalah sosial, Jazuli Juwaini menilai klaim pemerintah soal angka kemiskinan menurun merupakan hal wajar. Namun, sangat disayangkan yang dijadikan pembandingnya adalah era Orde Baru.
“Tidak etis jika acuan pemerintah soal kemiskinan adalah era Orde Baru. Sebab, itu sudah berakhir lebih dari 13 tahun dan jumlah penduduk juga semakin bertambah,” ujar Jazuli.
Menurut Jazuli, jika ingin objektif, pemerintah harusnya membandingkan penurunan jumlah orang miskin dengan negara-negara lain.
Terkait banyaknya kritikan dari masyarakat terkait data kemiskinan pemerintah, Jajuli melihat itu merupakan tantangan bagi Badan Pusat Statistik (BPS) untuk membuktikannya.
Selain itu, kata dia, BPS juga harus menyesuaikan standar orang miskin dengan kebutuhan sehari-hari. “Sekarang kan yang disoroti adalah standar orang miskin versi pemerintah yang dinilai tidak relevan dengan kondisi lapangan,” paparnya.
Dia menambahkan, pemerintah janganlah terlalu membanggakan penurunan jumlah orang miskin. Sebab, berapapun yang bisa dikurangi tetap saja masih ada orang miskin.
“Jumlah pengangguran juga masih banyak dan itu harus diberdayakan oleh pemerintah,” kata Jajuli.
Sebelumnya, Direktur Analisis dan Pengembangan Statistik BPS Kecuk Suhariyanto menegaskan, tidak ada satupun metodologi yang mampu mengukur jumlah angka kemiskinan secara sempurna.
Jika kemudian jumlah rakyat miskin di Indonesia sejak 2006 terus menurun, itu karena BPS mengukurnya memakai garis kemiskinan, yaitu garis kemiskinan makanan dan non makanan. [RM]
Media : Rakyat Merdeka Online
Edisi : Sabtu, 19 Februari 2011
Comments :
0 komentar to “DPR Nilai Pemerintah Tidak Etis Mengacu Pada Era Orba Mengklaim Kemiskinan Sudah Jauh Menurun”
Posting Komentar