H. Jazuli Juwaini, Lc. MA

.

Senin, 25 Januari 2010

Media : http://myzone.okezone.com
Rabu, 20 Januari 2010


JAKARTA - Keprihatinan terkait minimnya anggaran menyeruak saat RDP Komisi VIII dengan Dirjen Bimbingan Agama Islam (Bimas Islam). Hal ini merupakan tanggapan atas presentasi Dirjen Bimas Islam Prof. Dr. Nasarudin Umar dalam RDP dengan agenda evaluasi program dan anggaran 2009/2010, Rabu (20/1/2010).

Jazuli Juwaini, Anggota Komisi VIII (FPKS), menyoroti dukungan anggaran Dirjen Bimas Islam yang hanya sekitar 143 Milyar atau 0,5 persen dari total anggaran Depag. “Saya setuju peningkatan anggaran, khususnya untuk bantuan sarana ibadah,” kata Jazuli.


“Muara dari masalah moral, korupsi dan kejahatan, adalah pada kedekatan seseorang dengan Tuhannya. Oleh karena itu harus difasilitasi dengan sarana ibadah yang memadai,” imbuh Jazuli.

Namun demikian Jazuli memberikan penekanan agar bantuan jangan sekadar aspek fisiknya melainkan juga meliputi pembinaan dan pengelolaan sarana ibadah.

Optimalisasi Potensi Zakat
Pada kesempatan tersebut, Jazuli juga mempertanyakan jumlah potensi zakat yang terhimpun selama ini, berapa trilyun, dan bagaimana pengelolaannya.

“Potensi zakat dan filantropi umat Islam sangat besar. Yang ditunggu hari ini dari pengelola zakat baik lembaga pemerintah maupun NGO adalah program pemberdayaannya,’ kata Jazuli.

“Dirjen Bimas Islam harus mempelopori program pemberdayaan zakat yang lebih efektif dalam rangka merubah status kaum duafa (mustahiq) menjadi sejahtera. Bimas Islam harus menjadi ‘imam’ bagi lembaga-lembaga zakat agar potensi zakat yang dihimpun dapat dikelola bagi pemberdayaan umat,” imbuh Jazuli.

Jazuli Juwaini berharap Dirjen Bimas Islam membuat program-program yang atraktif dan menarik sekaligus menggugah kesadar umat. “Sekadar ilustrasi, Dirjen Bimas Islam dapat mencanangkan program satu hari dalam sebulan stop merokok bagi umat Islam. Jika umat Islam yang merokok ada 50 juta, sehari mengkonsumsi rokok Rp. 5.000,- saja, maka efektif bisa terkumpul Rp. 250 Milyar,” kata Jazuli.

“Dengan program yang atraktif sekaligus efektif, saya yakin Bimas Islam bisa menghimpun potensi dana umat untuk mensubsidi kebutuhan dana bantuan bagi kepentingan umat. Sehingga tidak harus bergantung pada APBN karena APBN kita juga terbatas,” kata Jazuli. “Dengan begitu dana pembangunan sarana ibadah bisa di-cover. Tidak perlu lah umat ini ngecrek di pinggir jalan untuk membangun masjid mereka.”

Jazuli Juwaini juga mempertanyakan besar dana yang dihimpun dari proses administrasi pernikahan yang besarnya sekitar Rp. 30 ribu per-berkas. “Bagaimana pengelolaan dana Penerimaan Negara Bukan Pajak tersebut?, tanya Jazuli.

Jazuli berpendapat bahwa biaya tersebut dapat ditingkatkan. “Katakanlah, Rp. 50 ribu atau Rp. 75 ribu, tetapi tegas tidak ada dana lain yang dikeluarkan mereka yang mau menikah, misalnya tidak perlu memberi amplop bagi petugas KUA. Implikasinya kesejahteraan petugas KUA juga ditingkatkan. Sementara dana yang dihimpun dapat digunakan untuk meningkatkan program bantuan yang dikelola Bimas Islam termasuk bantuan sarana ibadah” imbuh Jazuli.


Comments :

0 komentar to “ ”