Jakarta - Anggota Komisi VIII DPR RI Fraksi PKS Jazuli Juwaini mengatakan permasalahan fakir miskin di Indonesia membutuhkan pengelolaan yang profesional dan strategis.
Menurutnya, Ada beberapa hal yang selama ini menjadi kendala dalam pengelolaan penanganan fakir miskin. Kendala pertama, yakni regulasi yang masih tumpang tindih. Regulasi terkait fakir miskin ada di beberapa undang-undang dan peraturan. Sehingga dibutuhkan satu undang-undang sebagai payung undang-undang, seperti yang saat ini sedang dalam proses pembahasan di DPR RI yaitu RUU Penanganan Fakir Miskin.
Kedua, lanjut Jazuli, masalah kelembagaan pengelola dan yang menanganinya. Selama ini permasalahan fakir miskin dikelola oleh 19 kementerian dan lembaga. Hal ini sangat tidak efektif. Banyaknya kementerian dan lembaga yang menangani masalah kemiskinan menyebabkan pemerintah terkesan lamban dalam menyikapi permasalahan kemiskinan. Karena terkadang ada ego sektoral yang menghambat koordinasi antar lembaga.
Ia menyarankan Jika kelembagaan penanganan kemiskinan ingin efektif, seharusnya 19 lembaga yang ada saat ini dipangkas saja dan dirampingkan hanya menjadi satu kementerian yang benar-benar fokus dalam menangani kemiskinan. Sehingga anggaran yang ada juga tidak habis hanya untuk koordinasi antar lembaga.
"Dan jika hanya ada satu kementerian yang fokus menangani kemiskinan akan memudahkan dalam mengevaluasi kinerjanya dan jelas kepada siapa kita meminta pertanggungjawaban. Kementerian yang sesuai dengan tupoksi tersebut adalah Kementerian Sosial. Kemensos harus diberikan legitimasi untuk menangani permasalahan kemiskinan," tegas Jazuli, dalam siaran persnya yang diterima wartawan.
Menurutnya, kendala yang ketiga adalah kurangnya keberpihakan anggaran untuk mengelola permasalahan kemiskinan. Pada 2011 anggaran kemiskinan dalam APBN sebesar 69 Triliun dari total APBN 1.229,58 Triliun, jumlah itu hanya berkisar 5,6 persen dari APBN. Anggaran 69 Triliun itu juga tersebar di 19 kementerian dan lembaga. Kementerian sosial tahun ini hanya dianggarkan 4,1 Triliun, sekitar 0,33% APBN atau 6 persen dari 69 Triliun (anggaran kemiskinan yang tersebar).
"Dana sebesar itu tidak layak dibandingkan banyaknya program-program yang ada di Kemensos. Di negara-negara yang sukses dalam mengelola dan menangani persoalan sosial dan kemiskinan tidak ada yang anggaran kemiskinannya kurang dari 15% APBN. Kalau pemerintah Indonesia ingin serius menangani kemiskinan maka anggarannya juga harus sebanding," katanya.
Oleh karena itu, lanjutnya, dalam RUU Penanganan Fakir Miskin yang sedang dibahas Komisi VIII DPR RI, harus memuat solusi dari ketiga kendala pengelolaan dan penanganan fakir miskin tersebut, yaitu adanya regulasi yang tepat, kemudian legitimasi kepada satu kementerian sebagai leading sector penanganan fakir miskin. Dan selanjutnya yang tidak kalah penting adalah adanya keberpihakan anggaran untuk penanganan fakir miskin.
"Perlu penegasan persentase untuk penanganan fakir miskin, apakah 5 persen, 10 persen atau 15 persen, yang jelas harus ada besarannya. Dengan demikian diharapkan pengelolaan dan penanganan fakir miskin di Indonesia dapat lebih fokus, profesional dan strategis," ujarnya. (fjr/fjr)
Media : http://today.co.id
Edisi : Jum'at, 10 Juni 2011
Comments :
0 komentar to “DPR: Perlu Langkah Profesional dan Strategi Atasi Fakir Miskin”
Posting Komentar